tirto.id - Jumlah penerbangan di Bandar Udara (Bandara) Internasional Yogyakarta (YIA), Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), pada 2024 turun. Satu-satunya bandara internasional di DIY-Jawa Tengah (Jateng) ini disebut terlalu besar untuk mengakomodasi mobilitas DIY, sehingga didorong untuk melayani wilayah yang lebih luas.
Stakeholder Relation Manager PT Angkasa Pura I, Ike Yutiane Purwanita, membenarkan jumlah penerbangan di bandaranya turun pada 2024. "Tahun 2023 sekitar 4,3 juta penerbangan," ujarnya dihubungi kontributor Tirto, Senin (6/1/2025).
Jumlah penerbangan pada 2024 hanya 4,2 juta. Di antaranya, tercatat penerbangan internasional sebanyak 203.075. Menjadi satu-satunya bandara internasional di DIY-Jateng, YIA ternyata hanya melayani dua maskapai internasional. Penerbangan menuju Singapura dan Kuala Lumpur.
"YIA scoot YIA SIN dan Airasia YIA KUL," sebut Ike.
Ike menyebut, YIA turut melayani kargo. "Tahun 2024, jumlahnya naik 34 persen dari tahun sebelumnya dengan sekitar 15.671.477," bebernya.
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis catatan penerbangan seluruh bandara di Indonesia. Hasilnya, YIA tidak masuk lima besar bandara dengan kedatangan tertinggi untuk November 2024.
1. Soekarno Hatta 406.731
2. Kualanamu 62.112
3. Juanda 55.895
4. Ngurah Rai 24.065
5. Sultan Syarif Kasim II 15.688
YIA hanya mampu bertengger di urutan kesembilan dengan melayani 4.324 kedatangan. Menanggapi itu, Asisten Sekda Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda DIY, Tri Saktiyana, mengatakan bahwa penerbangan tengah menjadi isu internasional.
"Penerbangan tingkat dunia semua sedang muram. Dan itu berdampak pada bandara kita," kata dia.
Tri Saktiyana pun mengatakan, keberadaan YIA terlalu besar untuk DIY. Sehingga menurutnya harus dimanfaatkan bukan hanya untuk DIY.
"Tapi juga Jateng sisi selatan dan Jawa Timur (Jatim) sisi barat. Baik untuk penerbangan penumpang maupun ekspor impor barang," lontarnya.
Tei Saktiyana bilang, kapasitas yang terpasang di bandara YIA bisa didarati oleh pesawat terbesar dan terberat di dunia. Bahkan, bandara dengan luas 600 hektare itu pernah tiga kali didarati oleh Antonov lebih dari 200 ton.
"Bayangkan 200 ton bisa terbang dan mendarat di YIA. Dulu mengangkut kabel untuk Jatim, bukan untuk DIY," bebernya.
Tri Saktiyana menyebut, pesawat itu mendarat di YIA lantaran tidak dapat mendarat di Surabaya. "Hanya bisa di sini. Hal seperti itu harus kita dorong," kata dia.
Kendati begitu, Tri Saktiyana membenarkan, penerbangan rutin baik kargo atau penumpang dengan pesawat internasional belum ada di YIA.
"Rutin belum ada. Sekali lagi, penerbangan rutin ya namanya perusahaan menghitung untung dan rugi. Kalau pesawat besar [kapasitas] jumlahnya sampai 350 penumpang seng numpak ming 100 kan yo nganggopesawat cilik," ujarnya.
Penulis: Siti Fatimah
Editor: Anggun P Situmorang