tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta seluruh kepala daerah untuk segera menganggarkan pembelian transportasi umum demi mereduksi kemacetan dan kepadatan lalu lintas. Jokowi merekomendasikan agar pemerintah daerah membeli kereta api tanpa rel atau autonomous rail transit (ART).
"Semua kota, utamanya itu harus menghitung ini (ART), memang lebih murah. ART (autonomous rail transit) karena tanpa rel, pakai magnet, per-unitnya ini untuk tiga gerbong harganya Rp74 miliar," kata Jokowi saat memberikan pengarahan kepada kepala daerah seluruh Indonesia di Ibu Kota Nusantara (IKN) yang disiarkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (13/8/2024).
Jokowi membandingkan harga pengadaan MRT dan LRT yang lebih mahal dibanding ART. Menurut mantan Wali Kota Solo ini, moda transportasi umun jika tak segera dibelanjakan akan mengalami kenaikan setiap tahunnya.
"Saya lupa MRT itu Rp1,1 triliun saat saya gubernur yang sekarang sudah Rp2,3 triliun. 10 tahun naiknya langsung dua kali lipat. LRT yang kita bangun untuk ke Bekasi dan ke Cibubur itu per KM-nya Rp780 miliar," kata dia.
Jokowi menegaskan, pembangunan moda transportasi tersebut harus segera ditindaklanjuti. Instruksi tersebut tidak hanya bagi kepala daerah yang ada di Jawa, tetapi juga di pulau lainnya karena Jokowi melihat kemacetan lalu lintas sudah menyebar merata di seluruh Indonesia.
"Di kota-kota mulai macet, saya melihat tidak hanya di Jawa saja, di luar Jawa pun sekarang sudah mulai macet. Ini harus mulai dipikirkan transportasi massalnya," kata dia.
Jokowi mengakui, pembangunan transportasi massal akan merogoh kocek yang dalam dan biaya operasional yang tak sedikit. Namun, mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengingatkan bahwa jumlah tersebut tak seberapa bila harus dibandingkan dengan potensi kerugian hilangnya potensi ekonomi akibat kemacetan dan polusi udara yang berpengaruh pada kesehatan.
"Pilih mana? Pilih dibelikan MRT, LRT, atau kereta cepat, atau uangnya hilang karena kemacetan setiap tahun lebih dari Rp100 triliun," kata dia.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Andrian Pratama Taher