tirto.id - Presiden Joko Widodo sudah menandatangani Undang-Undang Nomor 7 tentang Pemilu pada 16 Agustus 2017 lalu, demikian menurut Juru Bicara Presiden Johan Budi.
"Presiden sudah tanda tangan RUU Pemilu, sudah diundangkan, dan sudah masuk Lembaran Negara," kata Johan Budi di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (21/8/2017).
Seperti dikutip dari Antara, Johan Budi mengatakan, sebelum ditandatangani Presiden, ada beberapa koreksi terhadap draf UU tersebut.
Johan menjelaskan, sebelumnya draf itu sudah dibahas di DPR kemudian setelah berkoordinasi dengan DPR diundangkan pada 18 Agustus 2017.
Koreksi dilakukan dalam artian ada catatan-catatan dan revisi untuk sejumlah kata yang dirasa kurang sesuai.
Namun ia menegaskan, koreksi akhir tersebut tidak mengubah substansi. Johan mengatakan, koreksi juga sudah dikoordinasikan Kementerian Sekretariat Negara dengan DPR pada 16 Agustus 2017.
"Artinya UU Pemilu sudah mulai berlaku.Itu UU Nomor 7 Tahun 2017," katanya.
Pihaknya berharap seluruh elemen dan komponen yang berkaitan dengan pemilu agar segera bekerja karena batas waktunya semakin dekat.
Menurut dia, jika ada kendala terkait pelaksanaan UU itu di lapangan maka Johan yakin KPU akan dapat mencari jalan keluarnya.
"Itu kan simulasi, penyelenggara pemilu siapa sih, KPU kan punya kewenangan melakukan pekerjaannya, juga melaksanakan pemilu. KPU pasti mencari jalan keluar, kalau sudah detil sebaiknya tanya ke KPU," kata Johan.
Sebagaimana diberitakan, pengesahan RUU Pemilu beberapa kali mengalami keterlambatan dari yang dijadwalkan. Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjanjikan RUU Pemilu selesai dibahas pada (28/4/2017), namun hingga tanggal yang sudah dijanjikan, pembahasan RUU Pemilu tidak juga selesai.
Baca juga: Penyelesaian Pembahasan RUU Pemilu 2019 Kembali Molor
DPR kembali menjanjikan (18/5/2017) dan DPR juga tak kunjung menepati janjinya. Untuk ketiga kalinya, DPR berjanji untuk menyelesaikan RUU Pemilu hingga Juni mendatang.
Atas keterlambatan itu, DPR mengklaim masih banyak isu krusial yang harus dibahas. Beberapa isu tersebut antara lain terkait metode pemberian suara, penambahan jumlah kursi DPR, parliamentary threshold, presidential treshold, dana saksi, dan desain lembaga penyelenggara Pemilu.
Salah satu isu yang paling alot disepakati adalah angka presidential threshold, mekanisme mengenai syarat ambang batas minimum perolehan kursi DPR atau raihan suara sah nasional untuk partai politik mencalonkan presiden. Namun berdasarkan rapat paripurna, diperoleh kesepakatan presidential threshold yang mensyaratkan 20 persen suara partai di DPR atau 25 persen suara sah nasional.
Baca juga: Presidential Threshold Bikin Pembahasan RUU Pemili Deadlock
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra