tirto.id - Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa potensi ekonomi digital Indonesia bakal mencapai US$210 miliar-US$360 miliar atau sekitar Rp5.800 triliun pada 2030. Jumlah ini naik 4 kali lipat dibandingkan nilai ekonomi digital saat ini yang berada di kisaran US$82 miliar.
"Saya berulang kali sampaikan soal potensi, peluang ekonomi digital Indonesia ke depan. Ekonomi digital Indonesia akan tumbuh 4 kali lipat di tahun 2030. Mencapai 210-360 billion US dolar atau kalau dirupiahkan bisa di angka Rp5.800 triliun," papar Jokowi dalam Opening Ceremony FEKDIxKKI 2024, di Jakarta, Kamis (1/7/2024).
Pada saat yang sama, pembayaran digital disebutnya juga akan tumbuh 2,5 kali lipat menjadi US$760 miliar atau sekitar Rp12.300 triliun.
Jokowi bilang bahwa potensi pertumbuhan ekonomi dan pembayaran digital ini didorong oleh masifnya perkembangan pengguna ponsel aktif di Tanah Air yang saat ini sudah mencapai 354 juta.
Artinya, dengan jumlah penduduk Indonesia yang saat ini sekitar 280 juta, seseorang dapat memiliki ponsel lebih dari satu di tangannya.
"Dengan jumlah pengguna internet sudah mencapai 185 juta. Jumlah yang sangat besar sekali, potensinya besar sekali," kata dia.
Untuk meraup potensi ekonomi dan pembayaran digital ini, Indonesia perlu melakukan transformasi di bidang ekonomi dan keuangan. Hal ini perlu dilakukan, mengingat banyak sektor usaha yang telah berkembang pesat dan tidak bisa lepas dari penggunaan teknologi canggih seperti artificial intelligence (AI).
Jokowi mencontohkan, saat ini Elon Musk sedang mengembangkan bisnis catwalk berbasis AI dengan menggunakan wajah-wajah tokoh terkenal di dunia sebagai modelnya. Kolaborasi antara dunia usaha dengan kecanggihan teknologi ini bisa menjadi potensi bisnis ke depan.
"Busana, produk ditransformasi ke bentuk-bentuk digital. Dipasarkan secara digital lewat AI Catwalk, lewat etalase-etalase digital. Nanti, bisa dibeli secara digital dan bisa menggunakan juga pembayaran digital," imbuh Jokowi.
Meski begitu, di balik potensi ekonomi dan pembayaran digital jumbo ini, Indonesia juga memerlukan keamanan digital berlapis. Jokowi tak ingin kasus peretasan Pusat Data Nasional (PDN) sebelumnya terulang. Hal ini diperlukan agar masyarakat merasa aman dalam melakukan seluruh transaksi secara digital.
"Keamanan data itu sangat penting. Jangan sampai karena kita tidak siap, kita tidak memiliki back up data yang berlapis. Saya minta berlapis back up datanya sehingga pengguna, rakyat semuanya itu, merasa aman dalam bertransaksi. Penting itu. Pengamanan kita kemarin harus betul-betul dijadikan pengalaman yang baik dan bermanfaat untuk ke depannya," tegas dia.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi