tirto.id - Presiden Joko Widodo membuka kemungkinan kalau pengesahan RUU Cipta Kerja, yang dulu diberi nama Cipta Lapangan Kerja (Cilaka), akan mundur dari target pemerintah.
Jokowi menyatakan RUU ini masih perlu menjalani proses yang memakan waktu 3-5 bulan. Ia pun memastikan masyarakat untuk tidak khawatir terkait sejumlah dampak RUU yang sedang dibicarakan saat ini.
“Pemerintah dan DPR itu selalu terbuka. Ini baru awal. Mungkin masih 3 bulan, 4 bulan baru selesai atau 5 bulan baru selesai,” ucap Jokowi kepada wartawan saat ditemui di Ritz Carlton, Kamis (20/3/2020).
Jokowi bilang pemerintah dan DPR tetap akan memberi waktu bagi masyarakat menyampaikan masukan dan saran dan legislatif akan terbuka terhadap masukan tersebut.
Mantan Walikota Solo itu lantas mencibir orang-orang yang mengkritik dampak buruk maupun menolak RUU ini. Ia berkata, “Wong satu per satu belum dilihat, ini sudah dikritik.”
Jokowi pun menegaskan lagi kalau RUU ini belum menjadi undang-undang sungguhan. Ia mengatakan beleid ini masih dalam tahap rancangan.
“Ini sekali lagi belum UU ya. Asosiasi serikat dan masyarakat bisa memberi masukan ke pemerintah kementerian dan DPR,” ucap Jokowi.
RUU Cipta Kerja awalnya sudah diminta Jokowi untuk selesai selekas-lekasnya. Dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) di Hotel Ritz Carlton Pacific Place, Jokowi meminta agar RUU ini bisa selesai dalam 100 hari yang tidak lain sekitar 3 bulan.
Namun, beberapa hari usai draf beleid tersebut diserahkan ke DPR, kritik dari kalangan buruh terhadap RUU Ciptaker makin santer.
Pasalnya, banyak hak-hak buruh yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dikurangi atau bahkan dihilangkan. Salah satu peraturan yang merugikan pekerja itu adalah soal PHK.
Dalam Pasal 151 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, terdapat ketentuan bahwa: "Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja."
Pasal selanjutnya menyebutkan bahwa PHK hanya dapat dilakukan setelah itu dirundingkan dengan serikat buruh, dan jika tak menemui kata sepakat juga, maka itu diselesaikan lewat pengadilan hubungan industrial.
Pasal-pasal diubah dalam draf RUU Cilaka (PDF, hlm. 568). Pasal 151 ayat (1) diubah menjadi sekadar: "Pemutusan hubungan kerja dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh.
Peran serikat dinihilkan. Ini dibuktikan dengan pasal selanjutnya yang menyebut jika tak menemui kata sepakat, maka kedua belah pihak dapat langsung menyelesaikan masalah ini di PHI.
Kendati draf RUU Cilaka masih mengatur soal beberapa kompensasi yang harus dibayar perusahaan kepada buruh yang terkena PHK, tapi jika dibanding UU Ketenagakerjaan, maka jumlahnya lebih sedikit, bahkan ada yang dihapus sama sekali.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana