tirto.id - Presiden Jokowi meminta Kementerian Kesehatan membuat perencanaan soal pengujian (testing) dalam penanganan COVID-19. Ia tidak mau ada ketimpangan tes dalam penanganan COVID-19.
"Jangan sampai yang saya lihat, provinsi, ada provinsi yang sudah melakukan tinggi sekali tapi ada provinsi yang testingnya masih rendah sekali. Jadi desain perencanaan itu harus betul-betul komprehensif," kata Jokowi dalam sidang kabinet di Istana Negara, Jakarta, Senin (7/9/2020).
Jokowi ingin perencanaan juga menghitung jumlah lab yang dibutuhkan di tiap provinsi hingga distribusi reagen per provinsi. Ia beralasan, perencanaan penting untuk mengetahui kasus positif di suatu daerah.
Selain itu, Jokowi juga ingin agar ada jejaring laboratorium penanganan COVID-19. Menurut Jokowi, "Strategi jejaring lab ini penting. Jadi bukan berdasarkan wilayah administrasi tapi sekali lagi desain perencanaan harus betul-betul ada dan disiapkan."
Sebagai informasi, kemampuan testing Indonesia secara nasional masih belum memenuhi standar WHO. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan setidaknya ada 10.645 tes per pekan.
Hingga saat ini, baru DKI Jakarta yang berhasil memenuhi target WHO. DKI telah menjalankan 49.587 tes per pekan.
Di Indonesia kasus positif Corona sudah mencapai 184.268, dengan penambahan harian semakin tinggi. Dalam tujuh hari terakhir rata-rata penambahan 3.055 kasus, padahal sebelumnya 1.000-2.000. Pada Kamis (3/9/2020), penambahan bahkan mencapai 3.622, terbanyak sejak kasus pertama diumumkan pada 2 Maret.
Selain itu, Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Dedi Supratman menilai kebutuhan untuk menurunkan harga tes PCR sudah sangat urgen.
Pasalnya, jumlah tes masih sangat jauh dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni 1:1.000 penduduk setiap pekan. Dengan asumsi penduduk Indonesia 260 juta orang, artinya harus ada 267.700 orang yang dites setiap pekan.
Saat ini Indonesia baru bisa memenuhi 35,6 persen alias 85 ribu-95 ribu tes per pekan.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri