Menuju konten utama

Jokowi Dianggap Tak Pantas Digelari Putera Reformasi oleh Trisakti

Jokowi tidak menuntaskan kasus Tragedi Trisakti. Karena itu dia dianggap tidak pantas menyandang gelar Putera Reformasi.

Jokowi Dianggap Tak Pantas Digelari Putera Reformasi oleh Trisakti
Presiden Joko Widodo menyampaikan sikap tentang rencana pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (20/9/2019). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/ama.

tirto.id - Beberapa hari lalu, sebuah surat resmi dari Universitas Trisakti kepada Sekretaris Kabinet Pramono Anung beredar luas di media sosial. Surat itu berisi permohonan agar Presiden Joko Widodo bersedia mendapat penghargaan sebagai ‘Putera Reformasi’.

“Penghargaan ini kami persembahkan kepada beliau atas karya dan keberhasilan dalam mendukung cita-cita reformasi yang diawali dari peristiwa 12 Mei 1998 di Kampus Trisakti,” demikian penggalan surat itu.

Pada tanggal tersebut, empat mahasiswa Trisakti—Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Heri Hartanto, dan Hendriawan Sie—tewas tertembak saat berdemonstrasi menuntut reformasi. Tragedi Trisakti lantas membikin gelombang penolakan mahasiswa terhadap Suharto semakin besar.

Hingga kini siapa pembunuh empat mahasiswa Trisakti itu masih gelap.

Dalam surat tertanggal 12 September 2019 yang ditandatangani Plt. Rektor Trisakti Ali Gufron Mukti itu, disebutkan penghargaan ini adalah bagian dari perayaan ulang tahun ke-54 Trisakti yang jatuh pada 29 November.

Tidak Pantas

Permohonan itu ditentang keras banyak pihak, termasuk Anggota Dewan Pakar Ikatan Alumni Universitas Trisakti (Ikausakti) yang sekaligus aktivis Hak Asasi Manusia Usman Hamid. Usman bilang Jokowi tak pantas mendapat itu. Ia pun menyebut pihak kampus “ngawur”.

“Sampai sekarang agenda tersebut belum disentuh Jokowi. Belum selesai kasusnya. Lalu, di mana keberhasilannya? Karyanya di mana?” tanya Usman, retoris, kepada reporter Tirto, Selasa (24/9/2019) pagi.

Usman lantas mengatakan usul ini muncul saat Pilpres 2019 lalu oleh segelintir alumni yang mendeklarasikan dukungan terhadap Jokowi-Ma’ruf Amin sebagai presiden-wakil presiden periode 2019-2024.

“Saya menduga itu segelintir alumni saya yang ketika itu terseret euforia pemilu,” katanya.

Bagi Usman, usul ini bermasalah karena mereka tidak mewakili institusi resmi. Yang resmi hanya Ikausakti, dan mereka tidak pernah mengusulkan itu.

Ikausakti, di sisi lain, sampai sekarang terus memperjuangkan titel serupa, tapi itu diberikan “kepada mahasiswa yang gugur saat reformasi.” “Kami juga tetap menuntut pertanggungjawaban negara sebagai komitmen kami kepada keluarga empat pahlawan mahasiswa yang gugur,” tambahnya.

Sebagai lembaga pendidikan, Trisakti memang berhak memberi penghargaan kepada siapa pun. Tapi harus ada dasarnya: pencapaian akademik orang tersebut atau kontribusi lainnya dalam konteks Tri Dharma Perguruan Tinggi—pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.

Rencana memberi gelar ke Jokowi tidak punya patokan yang jelas, apalagi itu sangat bertentangan dengan situasi sekarang, saat mahasiswa—termasuk Trisakti—juga masyarakat sipil lain, mengkritik pemerintah karena dianggap anti-demokrasi dan memukul mundur gerakan reformasi.

"Mereka (para demonstran) menyatakan reformasi dikorupsi. Jargon besar. Reformasi mengalami kedaruratan. Jadi surat itu seperti debu di dalam badai angin perlawanan," katanya.

Dosen sekaligus alumnus Fakultas Hukum Trisakti, Haris Azhar, juga mengkritik keras rencana ini. Dia mengaku “sedih, prihatin, dan marah” karena rencana ini tidak dilandasi standar moral dan nilai hukum yang jelas.

“Harusnya Trisakti menjadi garda dan nalar kenegaraan bagi masyarakat, bukan menutup diri dan tiba-tiba kasih gelar ke presiden tanpa ukuran yang jelas,” kata Haris kepada reporter Tirto.

Juga Ditolak Mahasiswa

Para mahasiswa juga menolak rencana ini dengan alasan serupa.

"Enggak sesuai dengan perjuangan mahasiswa dari 1998. Sampai sekarang pelanggaran HAM 12 Mei belum diketahui siapa pelakunya, keluarga juga belum terjamin kesejahteraannya. Ditambah sikap Pak Jokowi yang setuju RUU KPK. Ini tidak sejalan dengan visi reformasi. Ini pengkhianatan cita-cita reformasi,” kata Dinno Ardiansyah, Presiden Mahasiswa Trisakti.

Dinno mengaku sudah bertemu rektor untuk meminta klarifikasi. Saat itu rektor mengatakan pemberian gelar memang belum final.

“Rektor hanya menyetujui sebagai usulan. Usulan ini dari beberapa alumni yang mendukung Pak Jokowi saat pemilu. Alumni Trisakti untuk Jokowi (ATUJ). Mereka tidak resmi dari kampus,” tambahnya.

Penjelasan ini selaras dengan surat klarifikasi berisi dua poin bernomor 454/Ak.15/USAKTI/R/IX/2019 yang ditandatangani langsung oleh rektor.

Poin pertama menjelaskan rencana ini memang “diusulkan oleh sebagian Alumni Universitas Trisakti yang tergabung di dalam kegiatan ‘Deklarasi Alumni Trisakti untuk Jokowi’ pada tanggal 9 Februari 2019.”

Sementara poin kedua tertulis: “kami selaku pimpinan Universitas Trisakti masih dalam proses untuk menyampaikan rencana aspirasi tersebut yang akan disampaikan kepada pemerintah melalui Menteri Sekretaris Kabinet RI […] sambil menunggu pertimbangan dari pihak terkait.”

Baca juga artikel terkait TRAGEDI TRISAKTI atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino