tirto.id - Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie, pada 9 September lalu, membagi cuitan tentang kemajuan pembangunan infrastruktur jalan tol di Indonesia. Cuitan memuat poster infografis berisi perbandingan panjang jalan tol. Intinya, poster memperlihatkan total panjang Km yang berhasil dibuat para presiden dari periode yang berbeda.
Hal itu seperti tertulis dalam Twitter Grace, “Coba bandingkan panjang jalan yang berhasil Pak Jokowi bangun selama 3 tahun ia bekerja versus 34 tahun pemerintahan sebelumnya digabung sekaligus. Pakai data angka nih biar jelas #bukanHoax”.
Sementara itu, informasi poster infografisnya jelaskan maksud dari perbandingan itu.Jumlah Km panjang jalan tol dicoba dibandingkan dalam model dua periode “era”. Pertama, era tahun 1980-2014, menunjukkan lima sosok kepemimpinan presiden Indonesia. Disebutkan berhasil membangun jalan tol sepanjang 750 Km. Ada keterangan yang menjelaskan itu terjadi lebih kurang selama +/- 34 tahun. Sementara, era kedua tahun 2015-2018, menunjukkan sosok Presiden Joko Widodo (Jokowi), dengan catatan “Jokowi berhasil membangun jalan tol sepanjang 398 km”.
Sontak, cuitan Grace mendorong perdebatan dan pertanyaan di media sosial. Pertanyaan itu muncul, selain karena ada yang tidak sepakat, cuitan dianggap tidak tepat dalam membaca informasi dan membandingkan. Bahkan, ada yang berkomentar, cuitan dianggap dangkal dalam memberi wawasan soal ukuran “kinerja” dan “keberhasilan” pemerintahan Jokowi.
Apakah Grace tepat menggunakan metode “perbandingan” seperti dalam poster infografis tersebut?
Jalan Tol BPJT
Salah satu acuan melihat informasi perkembangan pembangunan jalan tol adalah melalui data Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Kementerian PUPR. Hal yang sama disebutkan pula dalam poster infografis perbandingan yang Grace punya.
Sayangnya, poster tidak memberikan keterangan jelas angka yang ada bersumber dari berapa ruas jalan tol.
Jalan tol adalah sarana jalan yang membebankan kepada penggunanya atas tarif tertentu. Tarif umumnya berlaku berdasarkan golongan kendaraan yang melintas. Jalan tol umum bagi kendaraan roda empat, atau bersumbu dua dan lebih.
Data jalan tol yang beroperasi hingga 2018, menurut laman BPJT adalah sebanyak 44 ruas tol, tersebar ke berbagai wilayah, mayoritas ada di Pulau Jawa. Ruas jalan tol yang beroperasi paling awal, yakni pada 1978 adalah ruas “Jakarta-Bogor-Ciawi” sepanjang 50 Km.
Sementara itu, salah satu ruas jalan tol baru, beroperasi pada 2018, adalah ruas “Solo-Ngawi Segmen Kertasura-Sragen”. Panjangnya mencapai 35,2 Km. Keseluruhan panjang 44 ruas jalan tol itu sendiri lebih kurang 1.172,71 Km. Sebagian dari ruas jalan yang ada, 17 ruas beroperasi sebelum tahun 2000. Sisanya, rata-rata ruas jalan beroperasi setelah tahun 2000.
Jalan Tol Setelah Tahun 2015
Terkait data pada informasi poster infografis yang dibahas di atas, kami mencoba mencari total panjang jalan tol yang dibangun, dalam arti tol yang baru beroperasi, atau ada tambahan ruas jalan baru dari jalur yang sudah ada setelah 2015.
Apa hasilnya?
Setidaknya terdapat 13 ruas jalan tol baru yang beroperasi setelah 2015, antara lain jalan tol “Gempol-Pandaan” di Jawa Timur sepanjang 12,06 Km, hingga 7 Km jalan tol ruas “Palembang-Simpang Indralaya Seksi I” di Pulau Sumatera.
Andaikan total keseluruhan Km untuk 13 ruas jalan itu dijumlahkan, setidaknya ada 355,93 Km ruas jalan baru setelah 2015. Jika dibandingkan dengan informasi poster infografis yang Grace bagikan, jelas angkanya terlihat berbeda. Pada poster infografis Grace, Presiden Jokowi disebut telah berhasil menambah 398 Km panjang jalan tol, selama kurun periode 2015-2018. Sayangnya, poster infografis yang Grace bagikan masih minim keterangan konteks informasinya. Informasi tambahan panjang jalan tol tidak dijelaskan dari basis data berapa ruas jalan tol, serta data tambahan lain.
Sekalipun, keterangan dalam poster telah menyebut sumber BPJT. Kami mencoba menambahkan data lain. Pada kenyataannya, tidak hanya ruas jalan tol yang benar-benar baru itu muncul. Beberapa ruas jalan tol yang sudah beroperasi sebelumnya pun, tercatat ada penambahan panjang segmen atau fase jalan lainnya.
Setidaknya ada empat ruas jalan tol yang kondisinya demikian. Jika dihitung (lihat tabel 2), total panjang dari ruas tambahan jalan tol itu sebesar 81,97 Km. Ruas tambahan jalan tol dalam tabel itu berkonteks diresmikan secara langsung atau beroperasi setelah 2015.
Sehingga, andaikan panjang keseluruhan ruas baru jalan tol (tabel 1) dan tambahan ruas jalan tol (tabel 2) dijumlahkan, hasilnya adalah 437,9 Km. Sekali lagi, hasil angkanya berbeda dengan poster infografis yang Grace bagikan.
Jalan Tol Bukan Proyek Jangka Pendek
Proyek jalan tol bukanlah sebuah proyek berdurasi jangka pendek. Apa artinya? Sekalipun sebuah jalan tol yang beroperasi pada 2015 misalnya, tidak dapat serta merta dianggap pembangunannya dalam konteks pada tahun berlangsung.
Proyek jalan tol bermula dari perencanaan, investasi dan konstruksi yang jelas dari beberapa tahun sebelumnya. Umum sekali bahwa proyek jalan tol adalah investasi pembangunan berdurasi multiyears atau lebih dari satu tahun penganggaran. Contohnya adalah jalan tol yang tercatat beroperasi setelah 2015 untuk mengujinya. Ruas jalan tol “Gempol-Pandaan” (lihat tabel 1).
Jalan tol yang diresmikan langsung oleh Presiden Jokowi, 12 Juni 2015, menurut data Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), telah mulai konstruksi sejak 2011. Artinya, jalan tol yang jadi penghubung koridor Surabaya dengan Malang jelas bukan hasil inisiasi Presiden Jokowi. Pada tahun 2011, presiden masih dijabat oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Sementara, untuk ruas jalan tol “Bakauheni-Terbanggi Besar”, inisiasi proyeknya memang tercatat mulai dari 2015. Artinya, proyek ini dapat secara “sederhana” dinyatakan terjadi pada saat Presiden Jokowi menjabat.
Dua segmen dari ruas jalan tol itu, yakni ruas Bakauheni-Terbanggi Besar segmen Pelabuhan-Bakauheni sepanjang 8,9 Km dan segmen Lematang-Kotabaru sepanjang 5,64 Km, di Bakauheni, Lampung, telah diresmikan Presiden Jokowi, pada 21 Januari 2018. Jalan tol dengan skema pendanaan APBN dan BUMN tersebut adalah salah satu bagian dari proyek panjang Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS).
Sehingga, sebuah klaim soal hitung-menghitung perkembangan pembangunan jalan tol tidak serta-merta membaginya langsung berdasarkan periode tahun dan saat presiden menjabat. Konteks dalam menceritakan hasil akhir pembangunan bermodelkan proyek jangka panjang jelas membutuhkan keterangan dan informasi yang lengkap.
Pada sisi lain, perkembangan jalan tol tentu bukan satu-satunya faktor dalam memberi bukti “kinerja” atau “keberhasilan”. Perlu dicatat, sistem jaringan jalan secara nasional tidak hanya terbatas pada jalan tol.
Data historis panjang Km antara jalan negara, provinsi, kabupaten/kota periode 2010-2016, memperlihatkan bahwa perubahan infrastruktur jalan umum non tol cenderung stabil. Artinya bertambah, namun bukan dalam konteks perkembangan jumlah Km yang meningkat secara cepat.
Bahkan, menggunakan laporan data KemenPUPR, disebutkan bahwa hanya 55,85 persen jalan nasional itu berkondisi baik.(PDF) (halaman 45 laporan) Sepertiga kondisi jalan masih berstatus “sedang”, yang artinya memang membutuhkan penanganan dan perhatian.
Informasi yang diedarkan ke masyarakat, semestinya tidak hanya sekadar memperlihatkan “angka” perbandingan yang menarik. Namun konteks, informasi yang keluar dari politisi seperti yang Grace, tampak sebatas dalam spektrum opini politik saja. Informasi yang disampaikan telah ditegaskan dengan angka, data atau bahkan kabar resmi. Ketiga hal penegasan itu tidak lantas membuat sebuah informasi tepat konteks dengan sendirinya.
Editor: Suhendra