tirto.id - Salah satu saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP, Johannes Marliem meninggal di Amerika Serikat. Hingga kini KPK masih mendalami kematian Marliem dan belum mengirimkan tim ke AS.
“Belum kirim tim ke sana. Kami masih dalami,” kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief saat dihubungi Tirto, Jumat (11/8/2017).
Nama Marliem pernah disebut dalam kantor berita Star Tribunepada Februari 2014 sebagai penyumbang dana terbesar untuk Obama. Munculnya pengusaha asal Orono berusia 29 tahun dan istrinya Mai Chie Thor sebagai penyumbang Partai Demokrat seakan datang bagai keajaiban. Marliem memberikan rejeki nomplok untuk partai politik dan negara.
Dikutip dari Star Tribune, Marliem memberi $225.000 untuk pelantikan Obama pada 2013, yang tercatat sebagai kontribusi terbesar Minnesota untuk gala tersebut. Penduduk berkewarganegaraan Indonesia yang menetap permanen di AS juga mengumpulkan $70.000 dan memberikan sumbangan pribadi sebesar 2.500 dolar untuk kampanye Obama pada 2012.
Sementara itu, istrinya mengalahkan Marliem dengan mengumpulkan $100.000 untuk Partai Demokrat pada tahun 2012, sebagaimana dicatat oleh Komisi Pemilu Federal.
Berdasarkan laporan Minnesota Finance and Public Disclosure Board, pada 2013, Marliem menyumbangkan $50.000 kepada Minnesota DFL dan $25.000 kepada WIN Minnesota, sebuah kelompok afiliasi Demokrat.
Namun, mengapa salah seorang aktivis partai yang cukup menonjol dan pengamat politik Minnesota meminta agar Demokrat mengembalikan uang-uang itu? Ternyata, Marliem mengaku bersalah dan terbukti melakukan penipuan, yang termasuk pelanggaran berat dengan kerugian lebih dari $11.000. Marliem diadili di Pengadilan Negeri Hennepin pada 2010.
"Secara keseluruhan, DFL kehilangan moral karena menerima sumbangan politik dan mengambil uang darinya (Marliem), dan mereka harus mengembalikan uangnya," kata David Schultz, mantan presiden Common Cause Minnesota dan pengamat politik sekaligus profesor di Hamline University.
Partai Demokrat mengatakan kepada Star Tribune pada April 2013 bahwa mereka berharap bisa mengembalikan sumbangan sebesar $72,500 kepada Marliem. "Latar belakang kriminal orang ini (Marliem) tidak muncul dalam pemeriksaan rutin yang dilakukan pada saat menyumbang. Sumbangan ini tidak akan diterima oleh Obama Victory Fund jika fakta-fakta ini diketahui pada saat itu," kata Pejabat Komite Nasional Demokrat, Brad Woodhouse.
Kondisi ini membuat Marliem dan istrinya mengalami perubahan dalam lima tahun terakhir. Salah satu rumah Marliem, Maplewood seharga $132.000 disita pada Juni 2009. Kemudian, pada Februari 2012, berdasarkan dokumen daerah, pasangan tersebut telah membeli sebuah rumah di tepi laut seharga $2 juta dengan jalan pribadi yang menghadap ke Danau Minnetonka.
Ketua Partai DFL Ken Martin dan Direktur Eksekutif Win Minnesota Adam Duininck belum berhasil menemui Marliem.
"Ini adalah jenis donasi yang terlihat buruk bagi DFL dan bisa digunakan untuk melawan mereka secara politis pada 2014," kata Schultz.
Sementara itu, Laode tak mau banyak berkomentar saat ditanya tentang signifikasi kesaksian Johannes dalam mengungkap kasus korupsi e-KTP. Ia beralasan hal itu bagian dari proses penyidikan. “Ia saksi, tapi saya tidak bisa disclose (membuka),” ujarnya.
Laode juga menolak berkomentar saat ditanya soal bukti-bukti apa saja yang didapat KPK dari kesaksian Johannes. “Sudah itu dulu ya,” katanya.
Baca juga: Johannes Marliem Saksi Kunci E-KTP Meninggal Dunia
Marliem adalah provider produk Automated Finger Print Identification Sistem (AFIS) merek L-1 di proyek e-KTP. Surat dakwaan Irman dan Sugiharto mencatat Marliem diduga menikmati duit korupsi e-KTP senilai 14,88 juta dolar AS dan Rp25,24 miliar. Marliem juga tercatat sebagai salah satu dari Tim Fatmawati.
Nama Marliem sempat disebut dalam persidangan kesembilan kasus korupsi e-KTP, Kamis (13/4/2017). Dalam persidangan itu saksi Tri Sampurno mengungkapkan salah satu pengusaha penyedia barang di proyek tersebut pernah membiayai kepergian dua staf Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Ia bersama dan Husni Fahmi ke Florida, Amerika Serikat untuk mengikuti seminar Biometric Conference dengan biaya dari pengusaha Johannes Marliem. Dua Staf BPPT itu mendapatkan duit akomodasi senilai 20 ribu dolar AS dari Marliem.
Sedangkan Sampurno dan Husni merupakan anggota tim teknis teknologi informasi di proyek e-KTP. Surat dakwaan untuk Irman dan Sugiharto menyebut Sampurno dan Husni juga bagian dari Tim Fatmawati. Tim Fatmawati ialah sebutan bagi mereka yang pernah terlibat pertemuan di Ruko milik salah satu tersangka di kasus ini, Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Dalam wawancara dengan Koran Tempo Johannes mengklaim menyimpan sekira 500 giga byte file rekaman percakapan proyek e-KTP.Termasuk pembicaraannya dengan Setya Novanto.
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra