Menuju konten utama

JCW: APBD Rentan Disalahgunakan Petahana dalam Pilkada

APBD yang dikelola oleh pemerintah daerah rentan disalahgunakan untuk kepentingan Pilkada, khususnya dari petahana.

JCW: APBD Rentan Disalahgunakan Petahana dalam Pilkada
Ilustrasi pemilu. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Jogja Corruption Watch (JCW) minta ada pengawasan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) selama berlangsungnya Pilkada Serentak 2024. Baharuddin Kamba, aktivis JCW, mengatakan APBD yang dikelola oleh pemerintah daerah rentan disalahgunakan untuk kepentingan Pilkada, khususnya dari petahana.

Alokasi dana yang rentan disalahgunakan antara lain mendistribusikan program sosial dan kesejahteraan, khususnya dalam wujud barang, uang, dan infrastruktur. Menurut Kamba, itu dapat mempengaruhi preferensi politik masyarakat pada saat memilih di Pilkada 27 November 2024 nanti.

"Untuk itu, pengawasan terhadap keuangan daerah menjadi sangat penting. Agar anggaran yang sudah direncanakan demi peningkatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di daerah, tidak bergeser untuk kepentingan pemenangan saat Pilkada," ujarnya saat dihubungi kontributor Tirto, Minggu (8/9/2024).

Kamba bilang, lembaga pengawasan seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ataupun penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, maupun Kepolisian memiliki andil besar dalam proses pengawasan APBD pada saat Pilkada.

"JCW meminta kepada BPKP DIY dan KPK untuk melakukan pengawasan terhadap potensi penyalahgunaan APBD yang dipolitisasi untuk pemenangan calon kepala daerah khususnya petahana," ujarnya.

Kamba menjelaskan, petahana berusaha memanfaatkan sumber daya yang dimiliki sebagai pemegang kuasa anggaran daerah. Kemudian, mendistribusikan lewat program sosial dan kesejahteraan sosial demi elektabilitas dan pundi-pundi suara.

"Kepala daerah yang masih menjabat sampai pilkada berlangsung rentan menggunakan kekuasaan dan keuangan daerah demi kepentingan politik sesaat di Pilkada," tegasnya.

Oleh karena itu, JCW mendorong agar pengawasan terhadap keuangan daerah oleh BPKP DIY dan KPK dapat dilakukan sesegera mungkin. Mengingat lembaga seperti BPKP DIY dan KPK dapat melibatkan unsur non-pemerintah daerah untuk mengawasi APBD. Antara lain seperti kelompok masyarakat sipil, media massa, dan akademisi di daerah.

"Karena jika berharap banyak pada APIP (Aparat Pengawas Intern Pemerintah) agak sulit karena APIP merupakan bagian dari kepala daerah," katanya.

Dihubungi terpisah, Staf Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan bahwa pihaknya telah membentuk kerangka pencegahan korupsi selama Pilkada Serentak 2024. Salah satunya, melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). "Sebagai basis awal pencegahan korupsi melalui transparansi harta kekayaan para calon kepala daerah (kandidat Pilkada Serentak 2024)," sebutnya.

Dikatakan pula, KPK melakukan survei penilaian integritas (SPI) dan monitoring centre for prevention (MCP) yang mengidentifikasi potensi kerawanan terjadinya korupsi. Selanjutnya, KPK melakukan pendampingan kepada seluruh pemerintah daerah untuk melakukan perbaikan.

KPK, kata Budi, jug melakukan pendekatan edukasi melalui sosialisasi dan kampanye dg tagline ‘hajar serangan fajar’. "Sebelumnya KPK juga menggelar program politik cerdas berintegritas (PCB) bagi seluruh partai politik beserta para kadernya," paparnya.

Kendati begitu, Budi enggan menjawab pertanyaan terkait penindakan bagi kandidat Pilkada Serentak 2024 berdasar aduan atau laporan masyarakat.

Sebelumnya, Jubir KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Selasa (3/9/2024) mengatakan bahwa KPK memutuskan menunda mengusut kasus korupsi yang terkait dengan peserta Pilkada 2024. Kebijakan itu diambil untuk mencegah adanya kepentingan politik yang menunggangi kerja KPK selama pilkada berlangsung.

"Jadi KPK juga tidak ingin penegakan hukum ini ditunggangi oleh orang atau kelompok politik tertentu untuk menjatuhkan lawan politiknya selama masa pilkada," kata Tessa di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (3/9/2024).

Tessa mengatakan kebijakan itu akan diterapkan hingga November mendatang atau saat pemungutan suara Pilkada Serentak 2024 rampung digelar. Pengusutan kasus dugaan korupsi yang diduga melibatkan para calon kepala daerah dan wakil kepala daerah akan kembali berlanjut setelah pilkada selesai.

Baca juga artikel terkait PILKADA 2024 atau tulisan lainnya dari Siti Fatimah

tirto.id - Politik
Kontributor: Siti Fatimah
Penulis: Siti Fatimah
Editor: Anggun P Situmorang