tirto.id - Jaringan Anti-Korupsi Yogyakarta melakukan aksi turun ke jalan menolak revisi UU KPK yang telah disahkan di rapat paripurna DPR, Selasa (17/9/2019). Alasannya, perubahan itu dinilai semakin melemahkan komisi antirasuah sehingga mereka bakal melakukan judicial review atau uji materi terhadap UU tersebut.
“Sudah dapat kami pastikan setelah nanti (UU KPK) diberi nomor dan diundangkan akan ada judicial review dari masyarakat sipil," kata koordinator aksi penolakan revisi UU KPK, Zaenur Rohman di Tugu Pal Putih Yogyakarta, Selasa (17/9/2019).
Jaringan Anti-Korupsi di Yogyakarta, kata dia, siap untuk bergabung dengan koalisi masyarakat sipil nasional dalam mengajukan judicial review.
"Pukat (Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada) sudah menyatakan siap maju sebagai pihak yang memberikan bantuan kajian dalam bentuk draf, juga barang kali menjadi ahli untuk nanti judicial review," kata dia.
Setelah disahkan hari ini oleh DPR, Zaenur memperkirakan UU KPK akan selesai diberi nomor dan diundangkan sekitar satu bulan ke depan. Untuk itu, judicial review akan dilakukan pada akhir tahun ini.
Sebelum melakukan judicial review, kata Zaenur, pihaknya akan terlebih dahulu melakukan kajian. Kajian itu, kata Zaenur yang juga peneliti di Pukat UGM, akan dijadikan dasar untuk pengajuan judicial review di Mahkamah Konstitusi.
Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) telah sah menjadi UU. Pengesahan ini dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah dan dihadiri 102 anggota DPR RI berdasarkan hitung kepala, Selasa (17/9/2019) pukul 12.18 WIB.
"Apakah pembicaraan tingkat dua, pengambilan keputusan RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?" tanya Fahri di ruang rapat paripurna DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.
"Setuju," jawab anggota DPR serempak.
Sebelum dilakukan pengesahan, Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas lebih dulu membacakan laporan pembahasan revisi UU KPK di Baleg. Ia menjelaskan tujuh fraksi menerima tanpa catatan revisi UU: PDIP, Golkar, Nasdem, Hanura, PPP, PKB, dan PAN.
"Setelah rapat intensif dengan pemerintah, fraksi-fraksi memberikan pandangan mininya. Tujuh fraksi menerima tanpa catatan, dua fraksi belum dapat menerima atau menyetujui terutama soal dewan pengawas," ujar Supratman.
Adapun PKS dan Gerindra memberikan catatan, khususnya terkait keberadaan dewan pengawas yang dipilih langsung presiden tanpa adanya fit and proper test. Sementara Fraksi Demokrat belum memberikan pendapatnya.
"Satu fraksi yakni Demokrat belum memberikan pendapatnya karena menunggu konsultasi dengan ketua fraksi," ujar Supratman.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoli yang mewakili Presiden Joko Widodo bersyukur atas disahkannya revisi UU KPK ini menjadi UU.
“Kami semua mengharapkan agar rancangan Undang-Undang atas UU 30 Tahun 2002 tentang KPK bisa disetujui bersama," jelas Yasonna.
Yasonna juga menuturkan Presiden Jokowi telah menyetujui disahkannya revisi UU KPK ini.
"Izinkan kami mewakili Presiden, dengan mengucap syukur, Presiden menyatakan setuju rancangan UU 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi untuk disahkan menjadi Undang-Undang," ucap Yasonna.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Abdul Aziz