Menuju konten utama
Sidang Korupsi E-KTP

Jaksa Sempat Mencecar Saksi Soal "Kasus Papa Minta Saham" Novanto

Dalam persidangan hari ini, Senin (19/3/2018), penasihat hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail menanyakan kepada Jhonson tentang pelanggaran etika anggota DPR.

Jaksa Sempat Mencecar Saksi Soal
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto (kiri) mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (19/3). Sidang mantan ketua DPR itu beragenda mendengarkan keterangan saksi. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga.

tirto.id - Kepala Badan Keahlian Dewan DPR RI Jhonson Rajagukguk dikonfirmasi tentang keterlibatan Setya Novanto dalam kasus "Papa Minta Saham". Dalam kesaksian di sidang korupsi e-KTP ini, Jhonson ditanya terkait sidang etik yang pernah digelar oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) saat Setya Novanto melakukan pelanggaran kode etik di kasus Freeport tersebut.

Dalam persidangan hari ini, Senin (19/3/2018), penasihat hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail menanyakan kepada Jhonson tentang pelanggaran etika anggota DPR.

Maqdir mengonfirmasi apakah pelanggaran pidana lebih baik diproses dulu atau pelanggaran etik. Jhonson menjawab, Mahkamah Kehormatan Dewan seharusnya menindak terlebih dahulu.

"Kami lihat di dalam praktiknya itu baru-baru ini ada dugaan pelanggaran pidana yang dilakukan oleh seorang anggota DPR lalu kemudian diproses kode etiknya. Dengan demikian, menurut pengalaman yang kami tahu proses kode etiknya terlebih dulu baru kemudian pidananya," kata Jhonson saat bersaksi dalam persidangan kasus korupsi e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Senin (19/3/2018).

Pernyataan Jhonson pun dicecar oleh Jaksa KPK. Jaksa mengonfirmasi apakah ada pelanggaran etik yang dilakukan oleh Novanto. Jhonson mengakui Novanto pernah diproses oleh MKD. Ia mengatakan, mantan Ketua DPR itu pernah diproses pada tahun 2015.

"Ini masalah apa?" tanya Jaksa

"Masalah Freeport," jawab Jhonson

"Masalah apa itu?" tanya lagi Jaksa

"Saya tidak masuk ke situ," kata Jhonson

Jaksa pun mengonfirmasi posisi Novanto saat itu. Jhonson mengaku, Novanto pernah mengajukan pengunduran diri dari kursi Ketua DPR. Ia menerangkan, Novanto mundur dari kursi Ketua DPR dan menjadi Ketua Fraksi Partai Golkar. Jaksa pun mencecar hasil pemeriksaan etik Novanto dalam kasus Freeport.

"Saudara tahu sanksinya apa terkait kode etik itu Pak Novanto?" tanya Jaksa.

"Saya lupa," tutur Jhonson.

Jaksa KPK pun kembali mencecar masalah penanganan perkara etik. Jaksa KPK lainnya, Wawan, mengonfirmasi kembali apakah persidangan etik lebih dahulu dilakukan daripada persidangan yang menjerat anggota dewan, terutama anggota dewan yang terjerat OTT. Jhonson menjawab, semua perkara yang berkaitan dengan anggota dewan seharusnya masuk ke ranah etik terlebih dahulu.

"Ya saya pikir sebenarnya ini lebih bagus di Mahkamah Kehormatan karena yang saya katakan tadi memang ada pengalaman satu yang pernah kami lihat dimana kode etiknya itu lebih dulu tetapi khusus berkaitan dengan ini yang tadi disampaikan itu saya tidak tahu persis," kata Jhonson.

Jaksa Wawan pun langsung bertanya berapa banyak anggota DPR yang diperiksa oleh Mahkamah Kehormatan Dewan. Jhonson mengaku tidak memiliki data tersebut. Namun, berdasarkan pengalamannya di DPR, ia mengaku baru ada satu kasus.

"Pengalaman iya, satu," kata Jhonson.

Mendengar konfirmasi yang dilakukan jaksa, Setya Novanto langsung mengonfirmasi kepada Jhonson tentang peristiwa "Papa Minta Saham". Dalam persidangan, Novanto menanyakan tentang permintaannya untuk mengundurkan diri. Jhonson pun membenarkan Novanto mengajukan pengunduran diri. Novanto pun langsung menanyakan mengenai putusan etik dalam kasus Freeport.

"Bahwa berdasarkan surat pengunduran diri pada saat paripurna sebelumnya saya juga rapat dengan pimpinan dan juga termasuk Saudara di sana bahwa saya di situ, saya tidak mempunyai keputusan dari MKD mengenai kode etik kepada saya?" tanya Novanto.

"Iya, karena sudah mengundurkan diri," jawab Jhonson.

Kasus dugaan pelanggaran etik dewan yang dilakukan oleh Setya Novanto memang pernah diproses oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada tahun 2015. Kasus tersebut berawal saat Menteri ESDM saat itu Sudirman Said melaporkan mantan Ketua DPR itu ke Mahkamah Kehormatan Dewan, 16 November 2015.

Novanto diduga menyalahgunakan wewenang dan mencatut nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam upaya perpanjangan kontrak PT Freeport. Dalam pelaporan pun disebut ada rekaman pembicaraan antara Dirut Freeport Indonesia saat itu Maroef Sjamsoeddin dengan Novanto dan pengusaha Riza Chalid. Kasus ini akhirnya dikenal dengan kasus "Papa Minta Saham".

Dalam sidang etik MKD, Setya Novanto diketahui memalak 20 persen saham perseroan serta meminta jatah 49 persen dari proyek pembangkit listrik tenaga air Urumka, Papua dengan PT Freeport Indonesia. Persidangan pun dihentikan lantaran Novanto memutuskan mengundurkan diri dari kursi Ketua DPR RI.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri