Menuju konten utama
Sidang Kasus Hoaks Ratna

Jaksa Meminta Hakim Tolak Eksepsi Ratna Sarumpaet

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak nota keberatan Ratna Sarumpaet karena di luar materi eksepsi.

Jaksa Meminta Hakim Tolak Eksepsi Ratna Sarumpaet
Terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet melambaikan tangan kepada wartawan usai mengikuti sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (12/3/2019). ANTARA FOTO/Reno Esnir.

tirto.id - Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan tanggapan atas eksepsi Ratna Sarumpaet, Selasa (12/3/2019). Jaksa menolak nota keberatan Ratna. Mereka beralasan nota keberatan Ratna di luar materi eksepsi.

"Menyatakan nota keberatan/eksepsi penasihat hukum terdakwa sudah melampaui batas ruang lingkup eksepsi sebagaimana ditentukan dalam pasal 156 ayat 1 KUHAP atau dengan kata lain sudah di luar pokok materi eksepsi dan telah masuk daalm pokok materi perkara," ujar JPU Daru Tri Sadono saat membacakan materi eksepsi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (12/3/2019).

Daru mengacu pada pasal 156 ayat 1 KUHAP yang menyatakan eksepsi harus memuat empat poin.

Pertama, adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili atau tidak; kedua, dakwaan tidak dapat diterima; atau dakwaan harus dibatalkan jika tidak memenuhi syarat formal 143 ayat 2 huruf a dan b KUHAP.

Dalam KUHAP menyatakan perumusan surat dakwaan harus diuraikan secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana serta waktu, tempat, dan identitas pelaku sesuai pasal 143 ayat 2 KUHAP.

Selain itu, jaksa juga melihat ada perbedaan pandangan penasihat hukum dalam melihat keonaran yang dibuat Ratna. Mereka memandang perlu menghadirkan saksi untuk membuktikan keonaran tersebut.

Oleh sebab itu, Jaksa memandang, nota keberatan penasihat hukum Ratna tidak dapat diterima. Mereka meminta pengadilan menyatakan dakwaan Ratna sah dan memenuhi syarat sesuai pasal 143 ayat 2 KUHAP. Jaksa pun meminta agar sidang dilanjutkan.

"Menyatakan pemeriksaan terhadap perkara ini tetap dilanjutkan," kata Daru.

Aktivis Ratna Sarumpaet didakwa telah menyebar berita bohong dan keonaran. Ratna sempat memberikan informasi bohong bahwa dirinya dipukuli. Padahal, Ratna justru menjalani operasi kesehatan.

Jaksa mendakwa Ratna melanggar Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Pada persidangan pekan lalu, Rabu (6/3/2019), tim kuasa hukum membacakan nota keberatan atas dakwaan Ratna. Dalam eksepsi, mereka menyebut ada dua poin keberatan yakni penerapan dakwaan pertama dan dakwaan tidak memenuhi unsur dakwaan.

Tim penasihat hukum memandang penerapan pasal 14 ayat 1 UU No 1 tahun 1946 tidak tepat dikenakan kepada Ratna. Mereka beralasan, unsur dakwaan pertama tidak pernah terjadi dalam kasus Ratna.

Penasihat hukum mengacu pada dalil JPU dalam dakwaan yang menyebut terjadi keonaran sebagaimana cuitan Rizal Ramli dan Rocky Gerung terkait kasus Ratna. Selain itu, orasi yang disampaikan beberapa orang di salah satu restoran, hingga konferensi pers yang dilakukan Prabowo Subianto sebagai bentuk perbuatan keonaran.

Kemudian, mereka juga memandang surat dakwaan JPU tidak cermat dan tidak memenuhi unsur pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP. Menurut penasihat hukum, dakwaan Ratna bukan dakwaan primair subsidair, tetapi dakwaan alternatif.

Baca juga artikel terkait KASUS RATNA SARUMPAET atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri