tirto.id - Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) menyebarkan video pada Minggu (19/2/2017) yang mengancam umat Kristen di Mesir dan menampilkan pernyataan terakhir seorang pria, yang disebut-sebut bertanggung jawab dalam pengeboman mematikan di Gereja Katedral Koptik, Kairo pada Desember lalu.
Pria yang disebut oleh kelompoknya bernama Abu Abdallah al-Masri itu menggunakan topeng dan baju perang. Ia terlihat mendorong para petempur seluruh dunia untuk tidak menyerah dan berjanji segera membebaskan anggota terpenjara di Mesir ketika kelompok itu "memerdekakan" Kairo.
Dilaporkan Antara, Presiden Mesir, Abdel Fattah al-Sisi, mengenali pengebom itu dengan nama Mahmoud Shafik yang merupakan mahasiswa berusia 22 tahun, dan nama al-Masri diduga sebagai nama aliasnya. Ia ditahan dua bulan pada 2014 sebelum bergabung dengan ISIS di Sinai.
"Akhirnya, untuk saudara-saudara saya di penahanan, bersukacitalah, Anda orang percaya, tidak goyah atau berduka. Saya bersumpah, demi Tuhan, kami akan segera membebaskan Kairo dan membebaskan Anda dari penahanan. Kami akan datang membawa bahan peledak. Saya bersumpah, kami akan. Bersukacitalah Anda, yang percaya," kata al-Masri dalam video propaganda itu.
Saat peledakan bom Desember lalu, di kapel yang berdampingan dengan Katedral Santo Markus, tempat Kepausan Koptik Mesir bertahta itu setidaknya telah menewaskan 28 orang, sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak.
Mesir dan sebagian Afrika serta sebagian Timur Tengah yang mayoritas Islam itu merupakan tempat bagi umat Kristen Ortodoks Koptik. Di Mesir, pemeluk agama Kristen Koptik Ortodoks ini sekitar 10 persen dari 90 juta warga Mesir, dan adalah komunitas Kristen terbesar di Timur Tengah.
Umat Kristen Ortodoks Koptik di sana juga menggunakan bahasa Arab untuk beribadah, dan para perempuan di sana juga menggunakan kerudung serupa jilbab, para prianya juga menggunakan khafiyeh.
ISIS mengaku bertanggung jawab atas pengeboman itu, serangan yang paling mematikan di Mesir di luar Semenanjung Sinai, tempat kelompok itu melancarkan pemberontakan sejak 2013.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto