tirto.id - Presiden Joko Widodo sudah resmi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Isi PP e-Commerce mengatur perdagangan elektronik di Indonesia, mulai dari definisi bisnis ini, prinsip yang harus dipatuhi pelaku usaha, ketentuan pajak hingga mekanisme perlindungan konsumen.
Penerbitan PP e-Commerce, yang diteken oleh Jokowi pada November lalu, tersebut untuk mengimplementasikan Pasal 66 UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Perdagangan.
Pasal 1 ayat (2) PP e-Commerce mendefinisikan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE): "Perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik.”
Sebagaimana dilansir laman Setkab, PP e-Commerce mengatur bahwa sektor bisnis PMSE bisa dijalankan oleh pelaku usaha, konsumen, pribadi hingga instansi negara.
PP e-Commerce pun mengharuskan pelaku usaha PMSE memperhatikan prinsip-prinsip dasar dalam menjalankan usahanya. Prinsip-prinsip tersebut seperti iktikad baik, kehati-hatian, transparansi, keterpercayaan, akuntabilitas, keseimbangan, adil dan sehat.
Ketentuan Pajak Pelaku e-Commerce Asing
Dalam PP e-Commerce, terdapat ketentuan bahwa pelaku usaha asing yang melaksanakan kegiatan usaha bidang PMSE dengan sasaran konsumen Indonesia, dan memenuhi kriteria tertentu, dianggap memiliki kehadiran secara fisik di tanah air.
Dengan demikian, pelaku e-Commerce yang menawarkan atau memperdagangkan barang kepada konsumen di dalam negeri dianggap melakukan kegiatan usaha di Indonesia, jika memenuhi sejumlah kriteria tertentu.
Adapun kriteria pelaku e-Commerce asing yang dianggap melakukan kegiatan usaha di Indonesia dilihat dari sisi jumlah dan nilai transaksi, angka paket pengiriman dan tingkat pengakses (traffic) situs atau aplikasi.
Pelaku e-Commerce asing yang memenuhi kriteria sebagai pelaku usaha di wilayah Indonesia, sesuai ketentuan di PP 80/2019, wajib menunjuk perwakilan yang berkedudukan di tanah air. Perwakilan itu juga harus bisa bertindak atasnama pelaku e-Commerce asing. Ketentuan itu termuat dalam Pasal 7 ayat (3) PP e-Commerce.
Selain itu, Pasal 8 dalam PP e-Commerce berbunyi, “Terhadap kegiatan usaha PMSE [asing] berlaku ketentuan dan mekanisme perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Artinya, PP 80/2019 tidak memuat ketentuan yang mengatur secara khusus perpajakan e-Commerce.
Ketentuan soal Pelaku Usaha e-Commerce
PP e-Commerce menyatakan para pihak dalam PMSE harus memiliki, mencantumkan, atau menyampaikan identitas subyek hukum yang jelas.
Sedangkan setiap aktivitas PMSE yang bersifat lintas negara wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur ekspor atau impor dan peraturan perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik.
PP e-Commerce juga menyebutkan, pihak yang melakukan bisnis sektor PMSE atas Barang dan/atau Jasa yang berdampak terhadap kerentanan keamanan nasional harus mendapatkan security clearance dari instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 11 PP e-Commerce menyatakan: “Setiap Pelaku Usaha yang melakukan PMSE wajib memenuhi persyaratan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Disebutkan pula dalam PP ini, dalam melakukan PMSE, Pelaku Usaha wajib membantu program Pemerintah antara lain:
a. mengutamakan perdagangan Barang dan/atau Jasa hasil produksi dalam negeri;
b. meningkatkan daya saing Barang dan/atau Jasa hasil produksi dalam negeri;
c. PPMSE dalam negeri wajib menyediakan fasilitas ruang promosi Barang dan/atau Jasa hasil produksi dalam negeri.
Adapun Pasal 14 PP e-Commerce menambahkan ketentuan untuk pelaku usaha asing maupun domestik, yang berbunyi: “PPMSE dalam negeri dan/atau PPMSE luar negeri wajib menggunakan Sistem Elektronik yang memiliki sertifikat kelaikan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
PP ini mewajibkan Pelaku Usaha e-Commerce memiliki izin usaha dalam melakukan kegiatan usaha PMSE. Namun Penyelenggara Sarana Perantara dikecualikan dari kewajiban memiliki izin usaha sebagaimana dimaksud jika:
a. bukan merupakan pihak yang mendapatkan manfaat (beneficiary) secara langsung dari transaksi;
b. (atau) tidak terlibat langsung dalam hubungan kontraktual para pihak yang melakukan PMSE.
Dalam rangka memberikan kemudahan bagi Pelaku Usaha untuk memiliki izin usaha sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, pengajuan izin usaha dilakukan melalui Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Aturan Perlindungan Konsumen
PP e-Commerce mengatur perlindungan terhadap konsumen perdagangan elektronik. Pelaku usaha PMSE asing maupun domestik yang bertransaksi dengan konsumen diharuskan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Apabila pelaku usaha PMSE dinilai merugikan Konsumen, PP e-Commerce mengatur konsumen dapat melaporkan kerugian yang diderita kepada menteri. Sementara pelaku usaha yang dilaporkan oleh konsumen yang dirugikan harus menyelesaikan pelaporan sebagaimana dimaksud.
Pasal 18 ayat (3, 4) PP e-Commerce menyatakan: “Pelaku Usaha yang tak menyelesaikan pelaporan sebagaimana dimaksud dimasukkan ke dalam daftar prioritas pengawasan Menteri. Daftar prioritas pengawasan sebagaimana dimaksud dapat diakses oleh publik.”
Menurut PP ini, Menteri dapat mengupayakan pengeluaran Pelaku Usaha dari daftar prioritas pengawasan jika:
a. terdapat laporan kepuasan konsumen;
b. terdapat bukti adanya penerapan perlindungan konsumen secara patut;
c. telah memenuhi persyaratan dan ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Berikut ini link dokumen PP Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik:
Editor: Agung DH