tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi telah menyetujui revisi kedua Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pada Kamis, 4 Januari 2024.
Diwartakan Antara News, Presiden Jokowi sebelumnya telah melakukan penandatanganan UU itu pada 2 Januari 2024 yang kemudian diundangkan oleh Menteri Sekretaris Negara, Pratikno.
Artinya, UU ITE yang merupakan hasil revisi kedua kini telah resmi diberlakukan kendati isi pasal di dalamnya dinilai masih menyimpan kontroversi seperti sebelumnya.
Lalu, pasal mana saja yang masih dinilai menuai kontroversi meski UU ITE telah direvisi untuk kedua kalinya ini?
Isi Pasal Kontroversi dalam UU ITE Terbaru
Seperti diketahui, masyarakat masih banyak yang menolak pengesahan UU ITE, terutama Pasal 27 Ayat 3 yang mengatur pidana penghinaan atau pencemaran nama baik melalui informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik. Pasal ini dinilai “Pasal Karet” dan berpotensi mengundang permasalahan besar.
Menindak lanjuti banyaknya kritikan terhadap “Pasal Karet”, pemerintah kemudian melakukan penyesuaian dan merevisi pasal-pasal yang dinilai kontroversi.
Mengutip jdih.setneg.go.id, UU ITE hasil revisi kedua ini menghapus Pasal 27 Ayat 3 yang disebut-sebut sebagai “Pasal Karet”.
Akan tetapi, dalam perubahan yang kedua ini, pemerintah tidak sepenuhnya menghapuskan pasal tersebut. Pada Pasal 27, pemerintah menyisipkan Pasal 27A dan 27B. Dua pasal ini ternyata masih mengundang kontroversi di kalangan masyarakat.
Pasal 27A berbunyi “Setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik”.
Kemudian Pasal 27B berisikan dua ayat yang disebut-sebut berpotensi menjadi polemik baru.
(1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan ancaman kekerasan untuk;
a. Memberikan suatu barang, yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain, atau
b. Memberi hutang, membuat pengakuan utang atau menghapuskan piutang.
(2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan ancaman pencemaran atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa orang supaya;
a. Memberikan suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau
b. Memberi utang, membuat pengakuan utang atau menghapuskan piutang.
Dua pasal baru itu dinilai berpotensi bisa menjadi polemik baru dan mengundang kontroversi di kalangan masyarakat, terlebih dalam Pasal 45 ditegaskan bahwa pelanggar Pasal 27A bisa dikenakan hukuman pidana penjara maksimal 2 tahun atau denda maksimal Rp400 juta.
Sedangkan pelanggar Pasal 27B bisa dijerat paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar. Kemudian pelanggar Pasal 28 terkait penyebaran berita bohong bisa dikenakan jeratan pidana paling lama 5 bulan penjara dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Kendati dinilai berpotensi menuai kontroversi, sejauh ini pemerintah belum memberikan tanggapan terkait hal tersebut.
Penulis: Imanudin Abdurohman
Editor: Yandri Daniel Damaledo