tirto.id - Keluarnya Is dari grup musik Payung Teduh adalah keputusan yang mengagetkan ketika single terbaru mereka “Akad” laris manis di pasaran.
Menurut kabar yang beredar, Is—bernama lengkap Mohammad Istiqamah Djamad—resmi mengumumkan tidak akan bersama Payung Teduh lagi per 31 Desember 2017 setelah menyelesaikan kontrak bermain di sejumlah acara dan merilis album baru. Akumulasi kejenuhan hingga kurangnya komunikasi antar anggota band lainnya disampaikan Is sebagai alasannya keluar dari Payung Teduh. Tirto mencoba berusaha menghubungi manajer Payung Teduh, Yurskie namun tak ada jawaban.
Gelagat keluarnya Is dari Payung Teduh bisa dilihat dari postingan Instagram bersangkutan dalam beberapa hari terakhir. Misalnya pada 11 November, Is mengunggah foto berdiri di atas kapal feri sembari memandang birunya lautan dengan caption bertuliskan: “Terkadang memang harus memilih. Kali ini saya memilih pamit. Izinkan.”
Sehari berselang, Is kembali mengunggah foto dan caption bernada perpisahan. Dibandingkan foto pertama, wajah Is nampak dari samping. Ia menulis, “Karena di setiap perjalanan di sanalah tempat yang kau pilih untuk kau singgahi atau kau lewati. Terima kasih untuk petualangan yang sungguh besar dan patut untuk disyukuri.”
Terakhir, dalam foto yang diunggah tiga hari lalu Is menulis begini: “Sudah tiba saatnya membawa musik kembali ke rumahnya. Petualang selanjutnya mungkin akan lebih berat atau mungkin biasa saja. Bahkan mungkin lebih tak terduga. Semoga bekal ini cukup untuk melangkah. Seperti sungai, mari bertualang ke laut.”
Baca juga:"Akad" Payung Teduh dan Daftar Lagu Pesta Pernikahan
Unggahan foto Is melalui akun pribadinya di Instagram langsung memancing respons para pengikutnya. Akun @ayunayanobella berkomentar, “Aku suka. Bang Is masih kuat pegang valuenya sendiri sebagai seniman. What a true artist! Barokaullah, tetap sukses dunia akhirat. Amin.” Sementara akun bernama @heranguejuga menulis, “Beautiful soul. Berprinsip dengan nilai yang dia pegang. Ini yang namanya indie.” Komentar jenaka dilontarkan akun @bayurp20: “Belom juga nikah bang udah pamit aja.”
Payung Teduh sendiri didirikan pada tahun 2007. Mulanya, mereka dipertemukan dalam satu atap komunitas bernama Teater Pagupon Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia sebagai pengiring musik. Seiring berjalannya waktu, Is bersama Aziz Kariko (kontrabas), Alejandro Saksakame (drum, perkusi), serta Ivan Penwyn (gitarlele, terompet) mulai menyeriusi jalan bermusik lewat Payung Teduh. Dari panggung teater, mereka mencoba mencari peruntungan di jalur independen dengan memproduksi balada-balada minimalis.
Sejak didirikan sepuluh tahun silam, Payung Teduh telah menelurkan tiga buah album penuh yakni Payung Teduh (2010), Dunia Batas (2012), dan Live and Loud (2016). Untuk nama terakhir, Payung Teduh merekam materi-materi lama dengan sentuhan baru berupa iringan orkestra.
Baca juga:Laris Manis Lagu "Akad", Bagaimana Hukumnya?
Dari tiga album itu, Payung Teduh menghasilkan sejumlah tembang populer seperti “Menuju Senja,” “Resah,” “Berdua Saja,” “Angin Pujaan Hujan,” “Untuk Perempuan yang Sedang Berada di Pelukan,” dan tentu saja “Akad.” Khusus untuk “Akad,” meski sering dibilang tidak mencerminkan karakter Payung Teduh karena kadar popnya yang kental, penerimaan masyarakat sangat terbuka. Lagunya meledak, dibawakan banyak orang, lantas mendorong muda-mudi untuk menikah lebih cepat usai mendengarkan lirik yang berbunyi, “Bila nanti saatnya telah tiba/Kuingin kau menjadi istriku/Berjalan bersamamu dalam terik dan hujan.”
Musik payung teduh sederhana dan berkesan bagi pendengarnya. Berbekal gitar kopong, bas akustik, serta genjrengan gitarlele dan alunan terompet, Payung Teduh mencuri perhatian penikmat musik sejak pertama diperdengarkan.
Seorang kawan pernah mengatakan alasannya mengapa begitu mengidolakan Payung Teduh walaupun saya mencelanya habis-habisan karena bagi saya pribadi masa jaya mereka sudah habis sejak album Dunia Batas (2012) dirilis. Tanpa sedikit keraguan, ia menjawab dengan keyakinan yang penuh; “Payung Teduh adalah obat patah hati yang mujarab.”
Hengkang dari Band, Lanjut ke Solo Karir
Kendati sering disambut air mata berhari-hari, keluarnya vokalis dalam sebuah band bukan perkara langka. Wajar belaka apabila seorang personel memutuskan keluar. Salah satu yang terkenal di Indonesia adalah keluarnya Ari Lasso dari Dewa 19 pada 1997. Waktu itu, Dewa 19 tengah berada di puncak popularitas menyusul kesuksesan album Pandawa Lima.
Kabar tentang keluarnya Ari Lasso mengundang rumor dan spekulasi. Ada yang mengatakan keputusan Ari Lasso dipicu oleh konflik dengan Ahmad Dhani. Sebagian lagi mengira-ngira Ari Lasso dipecat akibat kecanduan narkoba. Ari Lasso menyatakan keluar karena ingin fokus rehabilitasi narkoba.
Tak lama setelah keputusan itu, Once masuk menggantikan Ari. Dugaan Dewa 19 akan hancur usai keluarnya Ari Lasso pun sirna seketika. Bersama Once, Dewa 19 menelurkan empat album studio yang laris jutaan keping: Bintang Lima (2000), Cintailah Cinta (2002), Laskar Cinta (2004), hingga Republik Cinta (2006). Sayangnya, relasi Once dan Dewa 19 tak berlangsung lama. Pada 2011, Once resmi keluar.
Baca juga:Gang Potlot yang Melahirkan Banyak Musisi Hebat
DiwawancaraiRolling Stone Indonesia pada 2011, Once menyatakan: “Gue sudah nggak merasa diri gue lebih baik di situ. Ke depannya gue juga tidak bisa menjamin bisa memberikan yang lebih baik lagi. Sepertinya "magic"-nya entah hilang ke mana. Dewa sama gue sudah nggak pas lagi. Mungkin kalau mereka cari vokalis lain yang lebih bersemangat akan lebih bagus.”
Sementara di kancah independen, peristiwa keluarnya vokalis dari band juga bukan barang asing lagi. Lima tahun lalu, Mondo Gascaro (vokalis-kibordis) memutuskan untuk mengakhiri perjalanan bersama band yang dibentuk bersama teman-teman masa kecilnya, SORE. Bagi penikmat musik indie, SORE merupakan salah satu bagian dari gelombang musik independen yang luar biasa mekar pertengahan 2000an, seangkatan dengan White Shoes and The Couples Company, C’mon Lennon, Sajama Cut, The Upstairs, The Brandals (BRNDLS), Teenage Death Star, sampai The Adams.
Mondo—yang disebut sebagai arsitek lagu-lagu SORE di album Centralismo (2005) dan Ports of Lima (2008)—mengatakan keluarnya dia dari band adalah karena merasa sudah waktunya untuk keluar. Walaupun begitu, banyak orang menilai keluarnya Mondo dipicu oleh konflik personalnya dengan vokalis SORE lainnya, Ade Paloh.
Selepas keluar dari band masing-masing, Ari Lasso, Once, maupun Mondo tetap bermusik dan mengeluarkan album solo dengan karakter musik yang beragam. Rasanya tidak perlu risau dengan keluarnya vokalis dalam sebuah band.
Penulis: M Faisal
Editor: Windu Jusuf