tirto.id - Bulan Maret identik dengan hari perempuan internasional, namun terlepas dari adanya selebrasi tersebut kaum hawa masih belum memiliki hak yang setara dengan kaum adam.
Studi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2023 bahkan mengeklaim dibutuhkan sekitar 300 tahun lagi untuk mencapai kesetaraan gender di seluruh dunia dengan kondisi regulasi saat ini.
Sementara itu, meskipun menunjukkan skenario lebih optimis, World Economic Forum (WEF) menyebut dibutuhkan 189 tahun untuk menutup kesenjangan gender.
Padahal tercapainya Sustainable Development (SDG) Goal nomor 5 ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi, baik dari sisi peningkatan pendapatan hingga terciptanya lowongan pekerjaan yang baru.
Kepala Program UN Women Indonesia, Dwi Yuliawati Faiz, mengungkapkan bahwa jika berhasil menutup kesenjangan gender antara lelaki dan perempuan, maka suatu negara dapat mendongkrak Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per kapita sebesar 20 persen. Ini menunjukkan betapa pentingnya berinvestasi pada perempuan.
"Kalo misalnya kita berhasil menutup ketidaksetaraan dalam bidang ekonomi. Meningkatkan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja dan meningkatkan akses financial kepada perempuan, akan meningkatkan GDP sebesar 20%," ujar Dwi dalam Briefing untuk International Women's Day tanggal 8 Maret oleh Badan PBB di Indonesia, Jakarta, Jumat (1/3/2024).
Namun, untuk mencapai manfaat tersebut dibutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Secara global, perlu ada investasi kepada perempuan hampir 360 miliar dolar AS atau setara Rp5.616 triliun untuk mencapai kesetaraan tersebut.
Lebih lanjut, dalam kesempatan yang sama Dwi menjabarkan kondisi angkatan kerja perempuan di Tanah Air yang tidak menunjukkan peningkatan dalam dua puluh tahun terakhir.
"Kontribusi angkatan kerja perempuan dalam dua dekade terakhir selalu di kisaran 51-54 persen. Sementara laki-laki di level 80 persen," imbuh Dwi.
Tantangan struktural menjadi salah satu penyebab sulitnya mendongkrak capaian tersebut. Yang dimaksud dalam hal ini adalah norma-norma sosial masyarakat dan juga kebijakan pemerintah yang dalam penyusunannya masih belum menyasar kesetaraan gender sebagai tujuan akhir.
Indonesia terbilang sebagai salah satu negara yang membutuhkan upaya yang lebih untuk dapat menutup kesenjangan ini. Pada tahun 2023, Ibu Pertiwi duduk di peringkat 87 dari 146 negara untuk Gender Gap Index.
Gender Analyst UNDP Indonesia, Agnes Gurning, menuturkan jika dilihat dari indeks pembangunan manusia, jurang antara pria dan wanita sulit sekali digerus, terutama di bidang ekonomi.
Agnes menyampaikan dari sisi kesehatan dan pendidikan terlihat tidak terlalu banyak perbedaan yang signifikan, meski memang skor pria lebih tinggi. Tetapi, perbedaan dari sisi capaian ekonomi cukup mencolok.
"Menggerus keras kesenjangan di bidang ekonomi itu mutlak," ujar Agnes, Jumat.
Oleh karena itu diperlukan upaya yang fokus pada pembangunan manusia yang inklusif, transformasi ekonomi, serta akselerasi pencapaian SDG.
Editor: Anggun P Situmorang