tirto.id - Realisasi investasi sektor industri manufaktur sepanjang Januari-September 2019 tercatat hanya sebesar Rp147,3 triliun, lebih rendah dibandingkan periode yang sama 2018 Rp169,7 triliun.
Terkait hal tersebut, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang menyatakan bakal menarik lebih banyak investasi dari perusahaan skala global. Ia juga mengaku optimistis sektor manufaktur masih jadi primadona investasi Indonesia.
Sebab, menurutnya, Indonesia didukung ketersediaan bahan baku serta pasar yang besar. Di sisi lain, pemerintah juga tengah menggenjot sumber daya manusia (SDM) di industri agar lebih kompetitif, serta mempermudah perizinan baik di tingkat pusat maupun daerah.
“Sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo, seluruh kementerian termasuk Kementerian Perindustrian, agar dapat menyederhanakan aturan-aturan yang bisa memudahkan investasi masuk sehingga industri kita bisa tumbuh berkembang dan berdaya saing global,” ucap Agus dalam keterangan tertulisnya, Minggu (17/11/2019).
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di sektor manufaktur sendiri tercatat mencapai Rp52,8 triliun hingga akhir kuartal III lalu. Nilai ini turun dibandingkan periode yang sama tahun 2018 sebesar Rp63,2 triliun.
Hingga saat ini, PMDN manufaktur masih ditopang oleh tiga subsektor yakni industri makanan (Rp26,4 triliun); logam dan elektronik serta instrumen kedokteran, presisi, optik dan jam (Rp7,6 triliun) serta industri kimia dan farmasi (Rp6,8 triliun).
Dari sisi Penanaman Modal Asing (PMA), realisasi investasi manufaktur menyentuh nilai 6,3 miliar dolar AS.
Jika dirinci, pada capaian investasi PMA ini nilainya didominasi oleh industri logam dan elektronik serta instrumen kedokteran, presisi, optik dan jam senilai 2,3 miliar dolar AS. Dibanding periode yang sama di tahun 2018, nilainya masih lebih baik dari sebelumnya 1,137 miliar dolar AS.
Angka ini masih disusul dengan capaian industri kimia dan farmasi di angka 1 miliar dolar AS setara 940 proyek. Lalu industri makanan di kisaran 1 miliar dolar AS setara 1.359 proyek.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana