tirto.id - Pemerintah sedang mengkaji kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite (RON 90). Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menuturkan pembahasan masih dikoordinasikan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Terkait rencana yang sedang digodok, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menghitung apabila harga bbm jenis Pertalite naik dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter, maka dampaknya akan membuat inflasi tahun ini melebar.
"Diperkirakan inflasi tahun ini tembus 6-6,5 persen year on year. Dikhawatirkan menjadi inflasi yang tertinggi sejak September 2015," katanya kepada wartawan, Jumat (19/8/2022).
Dia menuturkan dampak kenaikan harga BBM subsidi akan dirasakan langsung ke daya beli masyarakat yang menurun. Pada akhirnya akan meningkatkan jumlah orang miskin baru.
"Karena konteksnya masyarakat saat ini sudah menghadapi kenaikan harga pangan, dengan inflasi mendekati 5 persen.
Sementara itu, saat ini masyarakat masih belum pulih dari pandemi COVID-19. Hal ini terbukti terdapat 11 juta lebih pekerja yang kehilangan pekerjaan, jam kerja dan gaji dipotong, hingga dirumahkan.
"Kalau ditambah kenaikan harga bbm subsidi dikhawatirkan tekanan ekonomi untuk 40 persen kelompok rumah tangga terbawah akan semakin berat," ungkapnya.
Terlebih kata Bhima terdapat 64 juta UMKM yang bergantung dari BBM subsidi. Karenanya, dia meminta pemerintah juga harus memikirkan efek ke UMKM. Dia menjelaskan bbm subsidi ini bukan hanya dikonsumsi kendaraan pribadi tetapi untuk kendaraan operasional usaha kecil dan mikro.
Senada, Pengamat Ekonomi dan Energi UGM, Fahmy Radhi menilai kenaikan harga Pertalite menjadi Rp10.000 per liter merupakan angka yang terlalu tinggi bagi masyarakat. Akibatnya akan membuat lonjakan inflasi dan penurunan daya beli masyarakat.
Dia memperkirakan, dengan kenaikan menjadi Rp 10.000 per liter, maka Pertalite akan memiliki andil 0,93 persen-1 persen terhadap inflasi nasional. Alhasil jika inflasi pangan tetap di kisaran 5 persen, maka inflasi nasional bisa mencapai kisaran 6 persen-7 persen
"Ini membahayakan. Sebab menurunkan daya beli, menurunkan juga pertumbuhan ekonomi yang saat ini dicapai 5,44 persen [di kuartal II-2022], itu bisa jadi turun," tutup Fahmy.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin