Menuju konten utama

Indonesia Waspada Zika

Australia mengeluarkan imbauan perjalanan bagi warganya yang akan ke Indonesia, terkait Zika. Wanita Australia yang sedang hamil diimbau untuk menunda perjalanannya ke Indonesia karena ancaman penyebaran Zika di Indonesia. Dan wanita hamil harus mendiskusikan setiap rencana perjalanan dengan dokter mereka dan mempertimbangkan perjalanan ke Indonesia.

Indonesia Waspada Zika
Sebuah media sosialisasi antisipasi penyebaran virus zika terpasang di area terminal 2 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang. Antara foto/Lucky R

tirto.id - Kasus penyebaran Zika memang belum sampai ke Indonesia. Namun, peringatan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Australia sepertinya bisa dijadikan landasan untuk meningkatkan kewaspadaan atas masuknya virus tersebut ke Indonesia.

Pada 16 Juni 2016, Departemen Perdagangan dan Hubungan Luar Negeri Australia mengeluarkan peringatan tentang Zika di Indonesia. Wanita hamil yang ingin berkunjung ke Indonesia, diminta untuk mengkaji ulang perjalanannya.

“Indonesia mengalami transmisi sporadis dari nyamuk pembawa virus Zika. Kita menyarankan seluruh masyarakat yang bepergian melindungi dirinya dari gigitan nyamuk. Keseluruhan level peringatan ini belum berubah. Kami menyaran Anda untuk melakukan kehati-hatian tingkat tinggi di Indonesia, termasuk Bali,” demikian peringatan dari Pemerintah Australia.

“Dengan melihat kemungkinan virus Zika bisa mengakibatkan ukuran bentuk tidak normal bayi yang belum lahir dan sebagi pendekatan yang penuh kehati-hatian, wanita hamil harus mendiskusikan setiap rencana perjalanan dengan dokter mereka dan mempertimbangkan perjalanan ke Indonesia.”

Australia merupakan negara pertama yang mengeluarkan peringatan terkait Zika di Indonesia. Dalam pernyataannya pada Januari 2016 lalu, Kementerian Kesehatan menegaskan bahwa belum ada laporan konfirmasi virus Zika di Indonesia. Pernyataan itu disampaikan berkaitan dengan kematian seorang Warga Negara Indonesia (WNI), Inka Wardhana yang disebut-sebut karena Zika.

“Sepanjang tahun 2016 ini tidak ada laporan hasil konfirmasi terjadinya virus Zika dari kedua laboratorium tersebut,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemkes, Oscar Primadi.

Memang ada WNI yang teridentifikasi Zika oleh petugas karantina Bandara Internasional Kaohsiung, Taiwan. Ia adalah PS, warga asal Blitar, Jawa Timur yang berprofesi sebagai anak buah kapal (BK) pencari ikan.

Center for Disease Control Republic of China (ROC) Taiwan, mengungkapkan, PS pada 1 Juni 2016, pasien sudah merasa tidak enak badan sebelum naik pesawat. Setibanya di Bandara Internasional Kaohsiung, ia dihentikan oleh petugas karantina karena menunjukkan gejala demam dan mata merah. Setelah spesimen diserahkan ke laboratorium untuk pengujian, infeksi virus Zika dikonfirmasi terdapat dalam tubuh pasien pada Senin malam (6/6/2016).

Dirjen P2P Kemenkes menyatakan bahwa kedua negara sudah berkomunikasi dan sedang melakukan pemeriksaan epidemiologi untuk mencari tahu dari mana asal penularan virus Zika yang ada di dalam tubuh pasien tersebut. Kasus ini menjadi kasus impor ketiga infeksi virus Zika yang teridentifikasi di Taiwan, sekaligus menjadi kasus pertama dari Indonesia (dibawa masuk ke negara lain oleh WNI). Hingga kini, belum jelas dari mana PS tertular virus Zika.

Namun, Kemenkes tetap mengeluarkan kewaspadaan terkait penyebaran Zika di Indonesia. Kemenkes bahkan mengeluarkan imbauan perjalanan (travel advisory) kepada warga negara Indonesia terkait dengan penyebaran virus Zika.

Dalam imbauannya, Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek mengatakan warga Indonesia yang ingin berkunjung ke negara dengan status Kejadian Luar Biasa (KLB) virus Zika harus berhati-hati sehingga terhindar dari gigitan nyamuk.

"Caranya memakai pakaian panjang dan tertutup, menggunakan obat oles antinyamuk, dan tidur menggunakan kelambu atau dalam kamar dengan kawat kasa antinyamuk,” kata Nila dalam keterangan persnya, pada 4 Februari 2016.

Selain itu, Nila menyarankan wanita hamil untuk tidak berkunjung dulu ke negara KLB Zika. "Jika terpaksa, harus melakukan tindakan pencegahan dari gigitan nyamuk secara ketat," ujarnya.

Virus Zika kini memang menjadi salah satu momok yang menakutkan di dunia. Wajah-wajah bayi merah di Brasil yang kepalanya berukuran kecil karena ibunya terinfeksi Zika saat mengandung membuat semua orang cemas. Pembawa virus ini merupakan nyamuk yang cukup familiar di telinga orang Indonesia: Aedes aegypti.

Zika kali pertama terdeteksi pada 1947 di hutan Zika, Uganda. Dalam beberapa dekade, wabah Zika tidak sporadis. Nyaris tak terdengar membahayakan. Sebelum 2007, kemunculan Zika yang terdokumentasi di seluruh dunia hanya 17 kasus. Pada 2007, wabah itu mulai menyerang pulau Yap di Mikronesia sebanyak 49 kasus. Lalu muncul kasus-kasus baru di Kepulauan Pasifik. Medio 2013-2014, terdeteksi 388 kasus di Kepulauan Polinesia.

World Health Organization (WHO) mendeteksi Zika mulai menyebar di Brazil pada Mei 2015. Sebanyak 1,5 juta orang telah terinfeksi. Didier Musso, peneliti virologi dari Polinesia Perancis menengarai virus ini dibawa peserta lomba kano, IVF Va’a World Sprints, pada Agustus 2014.

Banyak atlet datang dari Polinesia Prancis, Kaledonia Baru, Kepulauan Cook, dan Pulau Paskah untuk lomba itu. Belum lagi, pada tahun sama, Brasil menggelar Piala Dunia FIFA 2014 yang digelar di 12 kota, yang mendatangkan jutaan wisatawan asing dari puluhan negara.

Setelah hinggap di Brasil, penyebaran Zika meluas hingga negara-negara di Amerika Selatan, Amerika Tengah, Kepulauan Karibia, Afrika, dan Asia. Total 30 negara kini sedang berjuang mengatasinya. WHO memprediksi wabah ini akan menyebar, terutama ke negara-negara beriklim tropis. Saat ini, menurut WHO, ada sekitar 4 juta orang sudah terinfeksi oleh Zika.

Gejala Infeksi Zika

Virus Zika adalah infeksi nyamuk menular yang terkait dengan dengue, demam kuning dan virus West Nile. Virus ini menyebar dibawa oleh nyamuk, khususnya nyamuk Aedes aegypti yang juga sering jadi penyebab demam berdarah (DB).

Berbeda dengan DB, virus Zika yang dibawa Aedes bisa menular. Jika nyamuk itu menggigit pengidap Zika, dan nyamuk itu kemudian mengiggit orang lain, maka orang itupun akan tertular Zika. Dengan pola ini, wajar jika Zika persebarannya meluas dengan cepat.

Tapi meski wabah ini merembet kemana-mana, masyarakat tak perlu panik berlebihan. Hanya satu dari lima orang terinfeksi kemudian menjadi sakit. Rawat inap dan kematian akibat virus ini jarang terjadi.

Zika sangat sulit dilacak karena infeksi akibat virus ini gejalanya tak kentara. Banyak orang tak sadar mereka terinfeksi, sehingga tak segera mencari pengobatan. Ketidaksadaran ini yang membuat nyamuk dengan leluasa menyebarkannya.

Laporan Harvard Medical School mencantumkan sekitar 20 persen pasien Zika menunjukkan gejala umum: demam ringan, sakit badan, dan sakit kepala, mata merah, dan ruam pada tubuh. Pada sedikit kasus, ada keluhan sakit perut, mual, dan diare.

Untuk bisa mendeteksi terjangkit atau tidak, butuh alat canggih dan waktu lama. Padahal, gejala-gejala tadi ada yang baru muncul 12 hari setelah gigitan. Meski ada juga yang mengalami gejala berselang 2 hari setelah digigit. Karenanya, WHO sedang mengembangkan tes cepat agar bisa mendiagnosa infeksi Zika lebih dini.

Penanganan orang terinfeksi Zika, seperti pada infeksi virus lain, tak memerlukan pengobatan khusus. Banyak beristirahat dan minum cukup cairan sudah cukup menyembuhkan. Setelah bersemayam selama 12 hari, Zika pun akan pergi dengan sendirinya.

Jika begitu, mengapa topik virus ini menjadi viral?

Dalam banyak kasus, virus Zika membawa komplikasi yang menjadi menjadi ancaman. Wabah Zika secara tak langsung meningkatkan risiko pengidap sindrom Guillain-Barré, penyakit pada sel syaraf. Penderita akan kehilangan sensitivitas seperti kesemutan, kebas, rasa terbakar, atau nyeri, dengan pola persebaran yang tidak teratur. Imbasnya, penderita bisa lumpuh, dan paru-parunya rusak.

Di Polinesia Prancis, setelah menyebarnya Zika, keberadaan sindrom Guillain-Barré meningkat 20 kali lipat. Hal sama terjadi Brasil. Rumah sakit di Niteroi, Rio de Janeiro melaporkan 16 orang terinfeksi Zika mengalami kelumpuhan otot karena komplikasi dengan sindrom itu.

Di Hospital da Restauracao di Recife, provinsi timur laut Brasil, ada 94 pasien baru mengidap penyakit sama. Angka ini melonjak enam kali dari angka normal. Peningkatan ini terjadi juga di negara-negara lain, hanya saja data mengenai jumlahnya belum pasti.

John Ross, Asisten Profesor di Harvard Medicine School memprediksi epidemi virus Zika akan meningkatkan tingkat sindrom Guillain-Barré dari 1:100.000 orang per tahun menjadi 1: 5.000 orang per tahun.

Zika dibicarakan orang karena menyebabkan mikrosefali pada bayi. Mikrosefali adalah keadaan kepala bayi menyusut karena otak gagal tumbuh sempurna. Tercatat sejak wabah Zika menyebar 2014 lalu, hampir 4.000 bayi Brasil lahir dengan kondisi ini, melonjak 20 kali lipat dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Di Provinsi Paraiba, kenaikan itu mencapai 100 kali lipat. Satu dari 100 bayi mengalami mikrosefali di daerah dengan wabah Zika terparah ini. Pada satu kasus, peneliti di Brasil menemukan Zika ada di dalam cairan ketuban ibu hamil yang anaknya meninggal 24 jam setelah lahir dengan mikrosefali.

Beberapa negara yang terjangkit wabah Zika mengumumkan keadaan darurat. Pemerintah El Salvador memberi menganjurkan warga perempuannya tidak hamil sampai 2018. Peringatan sama dilakukan pejabat kesehatan di Kolombia, Honduras, Ekuador, dan Jamaika.

Imbauan ini jelas tak berjalan mulus. Di negara-negara berpenduduk mayoritas Katolik ini, program keluarga berencana nyaris tak ada. Pengunaan kondom masih jarang, dan aborsi pun ilegal. Untuk perempuan yang kadung hamil, pemerintah mengimbau mereka supaya tak berada di luar ruangan untuk mengurangi risiko gigitan nyamuk.

Beberapa negara seperti Amerika Serikat dan sebagian Eropa Barat mengeluarkan travel warning kepada para ibu hamil agar tak datang ke negara endemik Zika. Sampai saat ini memang belum ada vaksin untuk mencegahnya. Wajar jika gaung mikrosefali akibat Zika menyebabkan sikap waspada seperti ini.

Bali Perlu Bersiaga

Bagaimana dengan penyebarannya di Indonesia? Virus Zika sebenarnya sudah menjakiti Indonesia sejak tahun-tahun 70-80an di Klaten, Jawa Tengah serta Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Hanya saja komplikasi Guillain-Barré dan mikrosefali belum ditemukan pada kasus-kasus ini.

Akhir Januari lalu, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Institute melaporkan adanya seorang pria berusia 27 tahun asal Jambi terjangkit Zika. Anehnya, pria itu tak pernah bepergian ke luar negeri. “Kami menyimpulkan bahwa virus itu sudah ada di Indonesia untuk beberapa waktu,” kata Wakil Direktur Eijkman, Herawati Sudoyo.

Tapi beberapa hari kemudian temuan ini dibantah Dinas Kesehatan Provinsi Jambi. Mereka mengaku tak menerima laporan tentang warga yang terjangkit Zika. "Sejauh ini belum ada laporan dari kabupaten dan kota serta lembaga terkait adanya warga terjangkit virus Zika," kata Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jambi, Kaswendi kepada Antara.

Meski belum ditemukan secara gamblang, letak Indonesia yang berada di wilayah tropis membuat Zika punya peluang besar masuk ke negeri ini. Terlebih nyamuk Aedes yang jadi pembawanya, banyak hidup di negeri ini.

Tapi andai virus itu belum berkembang biak, jalur yang bisa mereka lewati untuk menyebar di Indonesia adalah lewat pariwisata, yakni gugusan kepulauan Bali Nusa.

Data dari Kementerian Kesehatan mencatat Bali sebagai provinsi yang paling sering ditimpa kasus demam berdarah. Pada 2014 lalu, penduduk Bali yang terkena DBD tertinggi di Indonesia, yakni 204,22 kasus dalam 100.000 orang.

Itu adalah angka yang sangat besar jika dibandingkan provinsi kedua, yakni Kalimantan Timur dengan 135,46 kasus. Bali pun jadi provinsi ketiga dengan penduduk terinfeksi Chikungunya terbanyak, 1.231 kasus pada 2014. Keduanya, DBD dan Chikungunya, sama-sama dibawa oleh nyamuk Aedes, si pembawa Zika.

Posisi Bali sebagai lokasi wisata yang sering didatangi wisatawan asing membuat kans Bali terkena wabah Zika semakin terbuka lebar. Seperti halnya Zika yang masuk Brasil dengan dibawa wisatawan. Kemungkinan masuknya Zika lewat Bali tentu tak boleh diabaikan. Apalagi pada musim hujan, populasi nyamuk Aedes aegypti biasanya bertambah berkali-kali lipat.

Peringatan dari Australia harus ditanggapi dengan kewaspadaan tinggi menghadapi Zika.

Baca juga artikel terkait ZIKA atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Aqwam Fiazmi Hanifan
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti