tirto.id - Kekalahan Indonesia di sidang World Trade Organization (WTO) dari Brasil membuat pemerintah terpaksa membuka keran impor untuk produk unggas negeri tersebut. Hal itu perlu dilakukan agar Indonesia terhindar dari aksi balasan atau retalisasi.
Imbasnya, sejumlah aturan terkait kebijakan importasi produk ayam perlu direvisi. Namun, untuk mengendalikan impor dan melindungi peternak unggas dalam negeri, pemerintah bakal menerapkan tarif masuk untuk produk hewani tersebut.
“Kami menyelesaikan peraturan pemerintah, perdagangan, dan pertanian. Disesuaikan dengan yang diprotes WTO. Kan, (menerapkan tarif bea masuk) itu dibenarkan. Sepanjang itu dibenarkan itu akan dilakukan,” ucap Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, I Ketut Diarmita, saat ditemui di Gedung Menko Perekonomian pada Selasa (3/9/2019).
Ketut mengimbuhkan, revisi tersebut sudah mulai dilakukan dan masuk proses harmonisasi. Beberapa di antaranya adalah Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 49 Tahun 2016 tentang Pemasukan Ternak Ruminansia serta Permentan No. 29 Tahun 2018 tentang Tata Cara Perizinan Berusaha Sektor Pertanian.
“Sudah di Kementerian Kumham (revisi aturannya),” ucap I Ketut. Meski demikian, Ketut belum dapat memberi tahu detail tarif yang akan diberlakukan pemerintah. Sebab menurutnya hal itu adalah ranah Kementerian Keuangan. “Nanti yang itung-itung tarif kan Kemenkeu,” ucap I Ketut.
Selain masalah pengenaan tarif, Ketut menambahkan, pemerintah juga melakukan langkah proteksi berupa penerapan standar halal bagi daging sampai syarat bebas dari kasus penyakit.
Upaya proteksi tersebut akan dibuat lebih jelas agar tidak dipermasalahkan seperti standar halal yang pernah diterapkan. Selain daging, standar halal nantnya bisa diperluas penerapannya pada bahan baku pakan, seperti tak boleh mengandung bangkai atau unsur dari babi.
"Jadi kita sudah enggak bisa berkelit dengan alasan yang tidak jelas. Harus jelas semua," tandasnya.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana