Menuju konten utama

Imparsial: Peluru Tajam Digunakan Hanya dalam Kondisi Terdesak

Imparsial menyatakan, aparat kepolisian harus mengedepankan aspek yang lunak terlebih dahulu seperti gas air mata dan peluru karet saat aksi 22 Mei 2019 dan memantau situasi terkini Jakarta .

Imparsial: Peluru Tajam Digunakan Hanya dalam Kondisi Terdesak
Polisi Berjaga Di depan gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu (22/5/2019). tirto.id/Riyan Setiawan

tirto.id - Direktur Imparsial Al Araf menegaskan, peluru tajam hanya boleh digunakan ketika petugas keamanan berada dalam kondisi yang terdesak, termasuk saat aksi demo 22 Mei 2019.

Menurutnya, dalam penggunaan-penggunaan kekuatan koersif, aparat kepolisian harus mengedepankan aspek yang lunak terlebih dahulu seperti gas air mata dan peluru karet.

"Dalam situasi dia [polisi] membela diri, dalam kondisi terdesak, memang penggunaan kewenangan koersif seperti peluru tajam juga dimungkinkan, tapi sifatnya untuk melumpuhkan. Itu pun harus dicek, situasinya seperti apa" kata Al Araf kepada Tirto, Rabu (22/5/2019).

Ia mengambil contoh situasi yang terdesak, misalnya, ketika polisi sedang berhadapan dengan teroris yang menyerang polisi dengan senjata api.

"Kan enggak mungkin polisinya diam atau menggunakan karet, pasti dia menggunakan peluru tajam juga," ujar dia.

Kerusuhan yang terjadi pada Rabu (22/5/2019) dini hari telah memakan sejumlah korban luka hingga meninggal dunia. Di RS Budi Kemuliaan, jumlah korban mencapai 32 orang.

dr. Muhammad Rifki, Sp.OG, Direktur Pelayanan Medis Rumah Sakit Budi Kemuliaan, menyampaikan, di antara mereka ada tiga orang yang dicurigai terkena peluru tajam.

"Satu di antaranya meninggal dan sudah dikirim ke RSCM," ucapnya.

Kendati demikian, Al Araf mengatakan bahwa dalam situasi seperti ini semua pihak harus berhati-hati dalam mengambil kesimpulan.

Ia mengatakan, dalam situasi kerusuhan yang sarat dengan bias kepentingan, banyak kemungkinan yang dapat terjadi. Oleh karenanya, penting untuk menunggu adanya hasil investigasi dari lembaga yang obyektif.

"Dalam situasi gejolak politik, selalu ada banyak pihak yang berkepentingan. Itu terjadi dalam kerusuhan Mei 1998, kita enggak tahu. Ini yang menurut saya harus diantisipasi," kata Al Araf.

"Artinya, masyarakat juga jangan juga terlalu cepat menyimpulkan ini aparat yang juga melakukan penembakan. Harus ada penyimpulan dari otoritas yang obyektif, dalam hal ini Komnas HAM ataupun dari institusi DPR yang melakukan pengawasan," tambah dia.

Baca juga artikel terkait AKSI 22 MEI atau tulisan lainnya dari Ign. L. Adhi Bhaskara

tirto.id - Hukum
Reporter: Ign. L. Adhi Bhaskara
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno