Menuju konten utama

IMEF Ragukan Klaim Pemerintah Soal Rasio Elektrifikasi 98 Persen

Indonesia Mining and Energy Forum menilai data rasio elektrifikasi versi pemerintah kurang akurat sebab sebagian daerah baru bisa mengakses listrik untuk penerangan saja. 

IMEF Ragukan Klaim Pemerintah Soal Rasio Elektrifikasi 98 Persen
Pekerja memelihara jaringan listrik SUTET (Saluran Udara Tegangan Tegangan Ekstra Tinggi) Jawa-Bali di Suralaya, Cilegon, Banten, Kamis (22/3/2018). ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman

tirto.id - Indonesia Mining and Energy Forum (IMEF) meragukan klaim pemerintah bahwa rasio elektrifikasi (penyediaan listrik) telah mencapai 98,30 persen. Anggota IMEF Fabby Tumiwa menyatakan klaim itu meragukan sebab pemerintah memasukkan angka penyediaan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTHSE) di perdesaan saat menghitung rasio elektrifikasi.

Fabby menjelaskan kualitas LTHSE yang digunakan oleh sekitar 1,5-2 juta masyarakat itu berbeda dengan listrik yang dinikmati masyarakat perkotaan. Menurut Fabby, listrik yang disediakan LTHSE memiliki kapasitas relatif kecil. Penggunannya pun diperkirakan hanya dapat diterapkan pada tiga lampu berjenis pijar.

“LTHSE yang diberikan pemerintah berbeda dengan listrik yang disambung PLN. Beda sama listrik yang kita pakai di rumah,” kata Fabby dalam konferensi pers bertajuk “Outlook Energi dan Pertambangan Indonesia” di Tjikini Lima, Jakarta pada Kamis (17/1/2019).

Dia menambahkan seharusnya pemerintah transparan dalam menyuguhkan data rasio elektrifikasi, yakni dengan menyebut sumber energi dan kualitas listriknya.

Anggota IMEF lainnya, Fauzi Imron menilai LTHSE belum berdampak signifikan dalam pembangunan daerah tertinggal. Fauzi mendesak pemerintah tidak sekedar menyediakan listrik yang bermanfaat untuk penerangan di daerah tertinggal, tetapi juga meningkatkan perekonomian di sana.

Ia mencontohkan salah satu daerah penghasil kopi di Aceh Selatan saat ini terpaksa harus mengekspor biji kopi mentah karena belum tersedia akses listrik untuk menggerakkan mesin pengolahan.

Demikian pula potensi pengolahan minyak kayu putih di Pulau Buru, Provinsi Maluku. Menurut Fauzi, daun kayu putih asal daerah itu dijual sebagai bahan mentah ke Kalimantan karena akses listrik di sana belum memadai.

“Menteri kita (ESDM) jangan cuma mau disuruh pasang LTHSE yang untuk penerangan saja. Akses energinya harus bisa beri impact [dampak] ke industri,” kata Fauzi. “Perekonomian bisa naik 3-4 kali lipat kalau disediakan listrik yang benar [di banyak daerah tertinggal].”

Baca juga artikel terkait LISTRIK atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Addi M Idhom