Menuju konten utama

Imbauan KPK Usai Nindya Karya Jadi BUMN Pertama Tersangka Korupsi

KPK akan bertemu dengan manajemen sejumlah BUMN dan Kementerian PUPR untuk mendorong penguatan program pencegahan korupsi di korporasi milik negara.

Imbauan KPK Usai Nindya Karya Jadi BUMN Pertama Tersangka Korupsi
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif (kanan) dan Saut Situmorang (kiri) memberikan keterangan kepada media di gedung KPK, Jakarta, Jumat (16/3/2018). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.

tirto.id - PT Nindya Karya menjadi BUMN pertama yang menjadi korporasi tersangka korupsi. Penetapan itu diumumkan oleh KPK pada hari ini.

KPK menetapkan PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati sebagai 2 korporasi tersangka korupsi proyek pembangunan dermaga bongkar muat pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.

Proyek itu dibiayai dengan skema penganggaran multiyears dari APBN 2006-2011. Nilai total proyek adalah Rp793 miliar. KPK menduga korupsi di proyek ini merugikan negara Rp313 miliar.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarif menyatakan kasus ini merupakan perkara pertama yang melibatkan BUMN sebagai tersangka korupsi. Dia berharap langkah KPK ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan BUMN.

"Kami mengimbau kepada kementerian dan lembaga, yang mengurus BUMN, supaya segera memperbaiki tata kelola perusahaan,” kata Laode di Gedung KPK, Jakarta pada Jumat (13/4/2018).

“Karena seharusnya BUMN-BUMN tersebut lebih bagus tata kelolanya dibanding perusahaan-perusahaan biasa," Laode menambahkan.

Dia menjelaskan KPK sudah mempunyai program pencegahan korupsi korporasi. Laode berharap program pencegahan itu bisa diterapkan di semua BUMN.

"Kami akan bertemu dengan BUMN, khususnya [BUMN] jasa konstruksi. Kemudian [dengan] Kementerian PUPR, kami akan bertemu lagi. Karena modus operandi yang berhubungan [dengan] bagaimana BUMN itu menyelewengkan, itu hampir sama [antara] satu proyek dengan yang lain," kata Laode.

Dia menerangkan ada 5 dugaan penyimpangan di pengerjaan proyek dermaga di Sabang. Pertama, pengerjaan dilakukan dengan pendekatan penunjukan langsung. Kedua, ada upaya mengarahkan pemenangan lelang proyek untuk PT Nindya Sejati Joint Operation.

Ketiga, ada rekayasa di penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan penggelembungan harga. Keempat, pekerjaan utama di proyek itu dikerjakan oleh sub kontraktor. Kelima, pembangunan proyek dermaga itu dilakukan saat izin terkait dengan AMDAL dan lainnya masih bermasalah.

"Ketika kami melakukan pengecekan lapangan, itu betul-betul sangat mendukung. Sehingga hari ini kami memutuskan mengumumkan, karena bukti-buktinya sudah cukup untuk kasus ini," kata Laode.

KPK menduga PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati menerima keuntungan Rp94,58 miliar dari korupsi di proyek ini. Perinciannya, PT Nindya Karya mendapat keuntungan Rp44,68 miliar. PT Tuah Sejati diduga memperoleh keuntungan Rp49,9 miliar.

KPK sudah memblokir rekening PT Nindya Karya yang dipakai untuk menerima pengiriman uang keuntungan itu. KPK juga menyita 2 aset milik PT Tuah Sejati berupa SPBU dan SPBN untuk nelayan senilai Rp12 miliar. KPK masih menelusuri aset-aset lain milik PT Tuah Sejati.

Laode menjelaskan peluang KPK melakukan pengembangan penyidikan juga terbuka. Namun, dia enggan berkomentar dengan dugaan keterlibatan Gubernur Aceh saat proyek itu berjalan. Dia hanya memastikan dugaan itu tetap diperhatikan oleh KPK dalam penyelidikan.

KPK menetapkan PT Tuah Sejati dan PT Nindya Karya sebagai tersangka pelanggaran pasal 2 ayat 1 dan/atau pasal 3 undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1.

Baca juga artikel terkait KORUPSI KORPORASI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom