tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan PT Duta Graha Indah (DGI) sebagai tersangka dugaan korupsi pengerjaan pembangunan rumah sakit pendidikan khusus penyakit infeksi dan pariwisata Universitas Udayana tahun anggaran 2009-2010. Dalam surat panggilan bernomor Spgi-3471/23/07/2017, Sandiaga Uno sebagai mantan komisaris PT DGI diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan dugaan korupsi untuk tersangka PT DGI.
Menurut laporan Antara, sangkaan terhadap PT DGI didasarkan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi dan berdasarkan surat perintah penyidikan nomor Sprin.Dik-52/01/07/2017 tanggal 5 Juli 2017. Ini kali pertama sejak berdirinya KPK sebuah korporasi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi.
Sejak 2012 PT DGI berganti nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjinering (NKE). Saat ini NKE dipimpin oleh DJoko Eko Suprastowo selaku direktur utama. Tiga direktur lain adalah Harry Soesilo Alim, Yetti Heryati, dan Ganda Kusuma. Di jajaran dewan komisaris perusahaan ini ada nama AM Hendropriyono selaku presiden komisaris. Lalu ada nama Soehandjono, Latief Effendi Setiono, Tjahjono Soerjodibroto, dan Roy Edison Maningkas. Kepemilikan saham dimiliki oleh Lintas Kebayoran Kota (33,03 persen).
Sejauh ini, KPK telah menetapkan mantan Direktur Utama PT DGI Dudung Purwadi sebagai tersangka. Selain menjadi tersangka atas dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) di RS Khusus Pendidikan Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana tahun 2009, Dudung juga merupakan tersangka tindak pidana korupsi pada kegiatan Wisma Atlet dan Gedung Serba Guna pemerintah provinsi Sumatera Selatan tahun 2010-2011. Ia ditahan di Rumah Tahanan Pomdam Jaya Guntur.
Perma Mahkamah Agung
Sebelumnya, KPK pernah menjelaskan akan menggunakan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi untuk memidanakan korporasi. Perma itu mengidentifikasi sejumlah kesalahan korporasi baik berbentuk kesengajaan maupun karena kelalaian.
Pertama, apabila kejahatan dilakukan untuk memberikan manfaat atau keuntungan maupun kepentingan korporasi. Kedua, apabila korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana. Ketiga, apabila korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan termasuk mencegah dampak yang lebih besar setelah terjadinya tindak pidana.
Bila penegak hukum menemukan bukti bahwa pemegang saham, atau anggota direksi atau komisaris bahkan pegawai rendahan sekalipun melakukan tindak pidana untuk kepentingan korporasi dan korporasi menerima keuntungan dari tindakan tersebut, dapat diindikasikan korporasi telah melakukan tindak pidana.
Dalam Perma juga ditentukan penyesuaian identitas korporasi dalam surat panggilan, surat dakwaan dan surat putusan terhadap korporasi, sehingga proses penanganan korporasi lebih memberikan kepastian hukum. Selanjutnya, aset korporasi yang digunakan sebagai alat atau dari hasil kejahatan juga dapat segera dijual melalui lelang meskipun belum ada putusan pengadilan.
Ketentuan ini tidak saja menguntungkan penyidik atau jaksa penuntut umum dalam mengelola barang sitaan, tapi juga menyelamatkan tersangka atau terdakwa dari risiko kerugian karena penurunan nilai ekonomis dari barang yang digunakan sebagai jaminan pembayaran pidana denda atau uang pengganti.
Konsekuensi
Pakar pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan pidana korupsi bisa menyasar korporasi meskipun yang melakukan adalah para pengelola korporasi. “Meskipun yang diperiksa person dirut atau komisaris, jika yang dijadikan tersangka korporasi, maka hukuman pemidanaannya adalah denda dan pembayaran ganti rugi,” kata Fickar saat dihubungi Tirto, Jumat (14/7/2017).
Fickar mengacu kepada peraturan Mahkamah Agung lewat Perma Nomor 13 tahun 2016 tentang pemidanaan terhadap korporasi. Menurutnya Dalam aturan tersebut pula, hakim sudah memiliki wewenang untuk menjatuhkan pidana kepada sauatu korporasi dalam bentuk denda.
Fickar mengingatkan, pidana kurungan hanya berlaku bagi subjek hukum orang. Apabila korporasi yang ditetapkan sebagai tersangka, pemanggilan mengacu kepada nama korporasi dan tempat tanggal lahirnya akta pendirian korporasi. Hal tersebut terus berlaku hingga masa penuntutan. “Penuntutan diwakili oleh pengurus korporasi,” kata Fickar.
Fickar menambahkan, penyidik bisa memeriksa direktur atau komisaris yang sedang menjabat apabila sebuah korporasi ditetapkan sebagai tersangka. Namun, pemeriksaan baru bisa dilakukan jika perusahaan sudah menunjuk juru bicara atau pengurus perkara. Apabila pemidanaan terjadi akibat kesalahan pengurus atau direksi di masa lampau, pihak perusahaan bisa menunjuk mantan komisaris atau mantan anggota direksi untuk dimintai keterangan sebagai saksi.
“Karena yang dijadikan tersangka korporasi atau badan usaha, maka pemeriksaan bisa diwakili oleh direktur atau komisaris yang sedang menjabat, namun karena menyangkut peristiwa yang lalu, maka dirut lama atau komisaris lama bisa dimintakan keterangan sebagai saksi,” jelas Fickar.
Sandi Dua Kali Diperiksa
Bukan baru sekali Sandiaga Uno diperiksa KPK untuk perkara PT DGI. Pada bulan Mei lalu ia juga pernah diperiksa sebagai saksi untuk kasus yang sama. Sandi mengaku mendapat pertanyaan yang sama dari penyidik KPK. “Pertanyaannya persis sama dengan pertanyaan yang diberikan ke saya bulan Mei dan jawab saya juga sama jadi proses yang sangat cepat dan alhamdulillah pemeriksaan sudah selesai,” kata Sandiaga usai diperiksa.
Namun Sandiaga tidak menjelaskan detail pemeriksaannya dan mengaku tidak bertanggung jawab terhadap proyek-proyek yang dilakukan PT DGI atau yang sudah berubah menjadi PT NKE.
“Saya mengikuti dan bertanggung jawab untuk proyek-proyek yang dilakukan PT NKE, tapi saya hanya bertanggung jawab memberikan masukan di bidang ekonomi makro, ekonomi terkini, dan tren pasar modal. Saya masih mencoba berhubungan dan berkoordinasi dengan PT Nusa Konstruksi Enjiniring-nya,” tambah Sandiaga.
Sandiaga mengakui sudah menjadi komisaris DGI sejak 2007 sebelum perusahaan itu terlibat dalam proyek pembangunan rumah sakit pendidikan khusus penyakit infeksi dan pariwisata Universitas Udayana tahun anggaran 2009-2010 yang dianggap bermasalah. Namun, pada 2015 dia menyatakan mundur dari perusahaan karena tidak ingin memiliki konflik kepentingan dengan dunia politik yang mulai digeluti.
“Saya ingin menghindari benturan kepentingan karena posisi saya di politik akan disangkutpautkan dengan kegiatan usaha bagi usaha di bidang konstruksi maupun investasi. Agar lebih jelas dan menjunjung tinggi prinsip good governance, saya memutuskan untuk mundur dari jabatan saya di korporasi itu yang saya lakukan 2015 termasuk di Nusa Konstruksi Enjiniring,” jelas Sandiaga.
Sandi tidak merasa pemeriksaan dirinya bermuatan politis. Ia mendukung langkah KPK mengungkap kasus korupsi di DGI. “Jangan suudzan, ini langkah-langkah politik atau apa. Kita dukung langkah KPK untuk betul-betul membersihkan praktik-praktik korupsi di pemerintahan maupun di dunia usaha di Indonesia. Setelah pemeriksaan, saya akan memberikan keterangan lengkap," ucap Sandiaga.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengaku, belum mengetahui status tersangka PT DGI. “Terus terang saya belum cek. Namanya orangtua kan lupa,” ujar Agus enteng.
Agus pun belum mau membenarkan apakah KPK sudah mengeluarkan sprindik untuk penetapan tersangka PT DGI. Mantan Ketua LKPP ini mengaku akan memeriksa langsung kepada penyidik terkait sprindik tersebut. “Saya perlu klarifikasi apa untuk saksi penyidik atau soal sprindik,” kata Agus.
Berbeda dengan Agus, Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif justru membenarkan KPK telah menetapkan tersangka kepada PT DGI. Ia mengatakan, "Ada sejarah baru di KPK hari ini. Kami sudah mulai menetapkan korporasi sebagai tersangka. Kalau dulu belum pernah terjadi korporasi ditetapkan sebagai tersangka pidana korupsi. Nah, hari ini kita mulai babak baru," kata Laode, di Mahkamah Konstitusi (MK).
Penulis: Jay Akbar
Editor: Maulida Sri Handayani