tirto.id - Terdakwa perkara dugaan suap terkait pembangunan proyek PLTU Riau-1 Idrus Marham mengaku hanya berkelakar saat meminta uang Rp2,5 miliar ke Eni Maulani Saragih untuk kepentingan Idrus melangkah menjadi Plt Ketua Umum Golkar.
Hal itu ia sampaikan di sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Selasa (12/3/2019).
Idrus bercerita, sebelumnya Eni bersikeras mendorong Idrus untuk menjadi Plt Ketua Umum Golkar setelah Ketua Umum Golkar saat itu Setya Novanto ditahan KPK karena kasus korupsi e-KTP. Namun, Idrus menolak permintaan itu karena dirasa tidak etis bicara jabatan saat Setnov baru ditahan.
"27 September saya ada telepon dengan Eni, cerita, saya tagih, saya kelakar," kata Idrus.
Dalam percakapan telepon itu, Idrus mengungkit janji Eni soal uang tanpa syarat senilai miliaran rupiah. Eni membenarkan, dan menawarkan Rp1 miliar, tapi Idrus meminta lebih hingga akhirnya disepakati angka Rp2,5 miliar.
"Jangan 1 [miliar] lah, 2 [miliar] lah, 3 [miliar] lah, 2,5 [miliar] ambil saja atas nama saya. Itulah percakapan saya," ujar Idrus.
"Ini saya lakukan dengan kelakar, dengan candaan," lanjutnya.
Ia mengaku berkelakar dengan Eni karena mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR ini dirasa suka menggampangkan sesuatu.
"Sebagai bukti ini semua, di akhir percakapan itu saya katakan 'En lo aja deh yang jadi ketum jangan saya deh,' itu bisa dilihat di dalam percakapan itu," ujarnya.
Percakapan tersebut memang direkam di dalam berkas dakwaan atas nama Idrus Marham. Dijelaskan, setelah percakapan telepon itu Eni menghubungi pengusaha Johannes B. Kotjo dan meminta 3 juta dollar Amerika Serikat dan 400 ribu dollar Singapura.
Permintaan ini kemudian dijawab oleh Kotjo dengan mengirimkan Rp 2 miliar pada Desember 2017. Penyerahan uang dilakukan melalui sekretarisnya, Audrey Ratna Justianty ke staf pribadi Eni, Tahta Maharaya di kantor Johannes Kotjo.
Idrus didakwa telah melanggar Pasal 12 huruf a UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Maya Saputri