tirto.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) telah merilis enam temuan yang merupakan hasil evaluasi kerja Panitia khusus Hak Angket KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) di DPR RI. Beberapa temuan Pansus Angket KPK dinilai hanya tidak relevan dan diduga hanya upaya mencari-cari kesalahan KPK.
“Kita ingin membuktikan bahwa kerja pansus ini sejak awal memang untuk cari-cari kesalahan,” kata aktivis ICW Donal Fariz saat dihubungi Tirto via telepon pada Senin (28/8/2017) pagi.
Adapun pemantauan oleh ICW itu dilakukan selama 56 hari kerja, yakni per 30 Mei lalu hingga 27 Agustus 2017. Kinerja pansus hak angket KPK sendiri ditargetkan bakal berakhir pada Kamis (31/8/2017) mendatang.
ICW melakukan evaluasi terhadap aktivitas pansus untuk menilai lima hal, yakni rencana kerja pansus dan bagaimana realisasinya, kecenderungan ahli yang diundang, kecenderungan saksi, sebelas temuan sementara pansus, serta sejumlah aktivitas terkait lainnya.
Pada temuan pertama, ICW menilai setidaknya ada 12 dari 16 aktivitas pansus yang terbilang tidak relevan. Sejumlah kegiatan yang dinilai tidak relevan itu di antaranya adalah dengan melakukan kunjungan ke kepolisian dan kejaksaan untuk menggalang dukungan, mengunjungi lapas Sukamiskin, dan kunjungan ke safehouse KPK.
ICW menilai pansus hak angket KPK setidaknya hanya melakukan dua kunjungan yang relevan dengan materi angket. Kedua kunjungan tersebut ialah saat mengunjungi BPK dan kepolisian untuk menyerahkan hasil audit BPK terhadap KPK selama 2010-2015. Dari mayoritas kegiatan yang dinilai tidak relevan, ICW menduga adanya upaya pansus untuk mencari-cari kesalahan KPK.
Selain itu, sebanyak 4 dari 5 ahli yang diundang pansus dikatakan cenderung menguntungkan. Nama-nama ahli yang dianggap mendukung niat pansus itu ialah Yusril Ihza Mahendra, Zain Badjeber, Muhammad Sholehuddin, dan Romli Atmasasmita.
Sementara kehadiran ahli yang dinilai cenderung mempersoalkan keberadaan pansus hanyalah Mahfud MD.
Tak hanya dari pemilihan ahli yang dimintai keterangannya, para saksi yang dihadirkan pansus melalui rapat dengar pendapat maupun yang ditemui saat kunjungan juga ditengarai sudah memiliki masalah dengan KPK sejak awal.
Keenam saksi itu ialah narapidana di penjara Sukamiskin, Yulianis, Muhtar Effendy, Miko Panji Tirtayasa, korban kasus burung walet, dan Syarifuddin Umar.
“Masa tiga di antara saksinya adalah terpidana korupsi? Ini kan menjelaskan kalau sudah ada niat jahat,” ungkap Donal.
Sejumlah anggota pansus pun diduga telah menyebarkan kabar bohong terkait lembaga antirasuah tersebut. Berdasarkan penelusuran ICW, setidaknya ada 10 kabar bohong yang tersebar selama ini, di antaranya tudingan KPK memiliki rumah sekap, KPK sebagai lembaga superbody, hingga KPK yang menerima pesanan perkara.
Tak hanya kabar bohong, pansus hak angket juga dinilai telah menyebarkan ancaman terhadap KPK. Di antaranya seperti ancaman pembekuan anggaran Polri dan KPK, desakan untuk mengganti juru bicara KPK, dan melakukan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Usulan Pemanggilan Presiden
Belum lama ini, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengusulkan agar pansus hak angket KPK turut memanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi) guna dimintai keterangannya. Menurut Fahri, Presiden Jokowi bisa menjadi sumber yang dapat ditanyai mengenai sistematika kerja KPK.
“Saya sendiri (mengusulkan) seharusnya Presiden dihadirkan,” ucap Fahri di kompleks parlemen, Jakarta pada Rabu (23/8/2017) lalu.
Menanggapi pernyataan Fahri tersebut, Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai Presiden Jokowi tidak ada kaitannya dengan kinerja KPK. “Nggak relevan, nggak ada hubungannya dengan Presiden,” ucap Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta pada Jumat (25/8/2017).
Kepada Tirto, Donal pun menyatakan bahwa pemanggilan terhadap Presiden Jokowi bukanlah langkah tepat. “Harusnya kan panggilan terhadap Jokowi itu dilakukan setelah keluar rekomendasi. Untuk rekomendasi saat ini saja belum ada, jadi ya seharusnya pemanggilan itu belum bisa dilakukan,” ujar Donal.
"Lagipula itu dikatakan oleh Fahri Hamzah, yang bukan merupakan anggota dari pansus KPK," tambah Donal.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Maya Saputri