tirto.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak berhenti menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi setelah insiden penganiayaan dua pegawai KPK maupun pelaporan yang dilakukan Pemprov Papua.
ICW juga berharap kerja KPK tidak terganggu dalam mencari bukti meski mendapat tekanan.
"Saya harap KPK tetap bertindak secara objektif menunjukkan kalau memang ada indikasi korupsi yang kuat, alat bukti yang cukup, ya jangan khawatir, jangan takut-takut untuk menaikkan tersangka terlepas ada pelaporan balik atau tidak," kata Wakil Koordinator ICW Agus Sunaryanto saat dihubungi Tirto, Rabu (6/2/2019).
Agus menerangkan, pelaporan ujaran kebencian dan dugaan pelanggaran Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terhadap KPK berbeda dengan laporan dugaan penganiayaan terhadap pegawai KPK maupun penyelidikan KPK.
Dalam penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi, KPK tetap bertindak objektif dengan mencari bukti terkait dugaan korupsi tersebut sesuai aturan yang berlaku.
Di sisi lain, kasus di Polda Metro baik penganiayaan maupun kasus pelaporan dugaan melanggar UU ITE bisa diselesaikan dengan baik oleh polisi. Menurut Agus, kasus dugaan penganiayaan seharusnya mudah dibuktikan karena berada di tempat publik serta terjadi di hotel berkelas yang memiliki CCTV.
"Ini kasus sederhana sebenarnya. Ada dianiaya, ada cctv di hotel besar, itu hotel bintang 5 masa gak ada rekaman kayak gitu. Ini menurut saya proses harusnya bisa cepat malah saya berharap minggu ini ini sudah ada penetapan tersangka siapa yang melakukan penganiayaan," kata Agus.
Menurut Agus, pengujian KPK melanggar UU ITE atau tidak juga bisa dibuktikan saat proses penyidikan dugaan penganiayaan kepada pegawai KPK. Penyidik Polri bisa melihat apakah KPK terbukti melanggar UU ITE saat mengambil bukti atau tidak.
Kemudian, penyidikan tentu juga menyinggung prosedur administrasi kedua penyidik saat mengambil data di Hotel Borobudur sebelum penganiayaan.
"Jadi proses polda harusnya tetap mempertimbangkan itu jadi tetap jalan untuk meneruskan siapa nih yang menganiaya. Kan juga harus dibuktikan apakah penganiayaan itu instruksi atasannya di pemprov atau bukan, jadi proses harus tetap berjalan saja," kata Agus.
Pemprov Papua melapor dugaan pencemaran nama baik terkait insiden dugaan penganiayaan yang terjadi di Hotel Borobudur, Jakarta, Sabtu (2/2/2019) lalu. Laporan pun diajukan ke Polda Metro Jaya, Senin (4/2/2019) lalu.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Tirto, laporan diajukan oleh Alexander Kapisa selaku pelapor di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (4/2/2019). Informasi yang diperoleh, pihak terlapor masih dalam penyelidikan sementara korban pelaporan adalah Pemprov Papua.
Dalam uraian singkat, pelapor menyebut ada melihat dan mencurigai terlapor tengah mengambil gambar tanpa seizin korban atau pihak hotel. Korban pun menghampiri dan memeriksa terlapor kalau terlapor adalah penyelidik KPK.
Korban menanyakan administrasi terlapor, tetapi terlapor tidak membawa administrasi apapun. Kemudian, korban melihat isi hp terlapor bahwa ada informasi penyuapan di Hotel Borobudur, padahal tidak ada penyuapan dalam laporan Pemprov Papua yang dalam hal ini menjadi korban.
Kabag Humas dan Protokol Pemprov Papua Gilbert Yawkar membenarkan pelaporan tersebut. Gilbert melaporkan dugaan pencemaran nama baik ke Polda.
"Iya (melapor ke Polda Metro Jaya), (alasan) pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan," kata Gilbert saat dikonfirmasi Tirto, Selasa (5/2/2019).
Gilbert mengatakan, telah melaporkan pegawai/penyidik KPK karena diduga mencemarkan nama baik Pemprov Papua. Pelaporan dilakukan juga berdasarkan tuduhan ada indikasi korupsi dalam insiden di Hotel Borobudur.
"Upaya KPK menyebutkan ada indikasi korupsi," ucap Gilbert.
Pelaporan, kata Gilbert, dilakukan oleh Alex Kapis selaku Kepala Badan Perwakilan Pemprov Papua di Jakarta. Ia pun diperiksa sebagai saksi dalam pelaporan tersebut. Laporan tersebut pun akhirnya diterima pihak Polda Metro Jaya. Laporan diterima dengan dasar LP / 716 / II / 2019 / PMJ / Dit. Reskrimsus.
Pasal yang dikenakan adalah Tindak Pidana di Bidang ITE dan/atau Pencemaran Nama Baik Dan/Atau Fitnah Melalui Media Elektronik / Pasal 27 Ayat (3) Jo Pasal 45 Ayat (3) dan/atau Pasal 35 Jo Pasal 51 Ayat (1) Uu RI No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UU RI No. 11 Tahun 2008 Tentang ITE.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono pun mengonfirmasi keberadaan pelaporan yang dilakukan Pemprov Papua.
"Ya betul laporan (Pemprov Papua melapor ke Polda Metro). Kalau ada laporan ya tentunya ditindaklanjuti," kata Argo singkat kepada Tirto, Selasa (5/2/2019).
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno