Menuju konten utama

ICW: Hak Angket KPK yang Diajukan DPR Dinilai Cacat Hukum

Hak angket yang diajukan DPR dalam Rapat Paripurna kemarin mengenai pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK dinilai cacat hukum dan ilegal oleh peneliti Indonesia Corruption Watch Donald Fariz

ICW: Hak Angket KPK yang Diajukan DPR Dinilai Cacat Hukum
Suasana saat Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/3). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Hak angket yang diajukan DPR dalam Rapat Paripurna kemarin mengenai pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK dinilai cacat hukum dan ilegal oleh peneliti Indonesia Corruption Watch Donald Fariz. Pasalnya, proses pelaksanaan hak angket dalam rapat paripurna DPR tersebut tidak memenuhi ketentuan perundang-undangan.

Menurut Donald, mekanisme pengajuan hak angket tidak terpenuhi sesuai pasal 199 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), yakni angket harus disetujui dan dihadiri oleh setengah lebih satu anggota DPR.

"Mekanisme itu tidak dilakukan karena Fahri Hamzah mengetuk palu secara sepihak, padahal anggota DPR yang punya hak suara sudah interupsi berkali-kali tapi diabaikan, kalaupun voting, mekanisme voting tidak dilakukan kemarin," kata Donald di Menteng, Jakarta, Sabtu (28/4/2017).

DPR resmi menggulirkan hak angket kepada lembaga antirasuah terkait pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK. Keputusan tersebut telah diketok palu oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah selaku pemimpin sidang, Jumat (28/4/2017).

Donald menilai mekanisme persetujuan pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna DPR belum bisa dinyatakan sah. Ia justru menuding ada dugaan tindak sabotase secara sepihak dalam persetujuan penerapan hak angket.

Menurut Donald, para pihak yang menolak proses pengambilan keputusan hak angket sebaiknya mengeluarkan protes atau melaporkan ke Mahkamah Kehormatan DPR (MKD).

"Karena tidak legal, anggota yang gak setuju harus keberatan dan protes keras dan mengadukan sikap fahri yang sabotase ambil putusan dan laporkan ke MKD," ujar Donald.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus juga berpendapat hak angket yang diajukan oleh DPR terkait pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK bersifat ilegal. Lucius melihat, proses pelaksanaan hak angket dalam sidang paripurna, Jumat (28/4/2017) tidak memenuhi syarat untuk pelaksanaan hak angket.

"Prosesnya kemarin itu tidak secara tegas atau tidak sama sekali memperhitungkan jumlah anggota yang bersikap setuju terhadap hak angket dan menolak hak angket," ujar Lucius saat ditemui di Menteng, Jakarta, Sabtu (29/4/2017).

Lucius melihat, pelaksanaan penetapan hak angket seharusnya mendengarkan aspirasi para anggota yang hadir dalam rapat paripurna. Akan tetapi, dalam pelaksanaan pengambilan keputusan, Fahri Hamzah selaku pimpinan tertinggi sidang paripurna justru mengabaikan suara anggota parlemen. Ia menilai, perlu ada penghitungan jumlah pihak yang ikut dalam persidangan tersebut.

"Jadi dari sisi itu jelas menurut perintah undang-undang setengah dari yang hadir plus 1 mestinya ilegal kalau keputusan diambil tanpa memperhitungkan berapa sesungguhnya yang mendukung keputusan itu dan menolak," ujar Lucius.

Selain itu, penunjukan Fahri Hamzah selaku pemimpin sidang juga patut dipertanyakan. Posisi Fahri yang sudah dipecat dari partai juga membuat proses persidangan bisa dikatakan ilegal.

"Fahri Hamzah kita tahu punya masalah dengan partai dan sudah dipecat oleh partai. Mestinya legitimasi politiknya sebagai wakil dari parpol sudah hilang. Jadi mestinya ya ilegal, termasuk dari Fahri juga dari sisi legitimasi," kata Lucius.

Baca juga artikel terkait HAK ANGKET DPR atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri