tirto.id - Indonesian Budget Center (IBC) menyampaikan serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2018 Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta masih rendah. APBD-P tahun 2018 yang ditetapkan sebesar Rp75,1 triliun mengalami peningkatan sebesar 21,5% dibandingkan tahun sebelumnya.
Peningkatan angka tersebut berasal dari sejumlah anggaran yang meningkat drastis, antara lain belanja tak terduga sebesar Rp2,98 triliun yang meningkat 73 kali lipat dibanding alokasi tahun sebelumnya (Rp40,1 miliar).
"Peningkatan belanja daerah belum dibarengi kinerja pengelolaan anggaran. Serapan belanja DKI Jakarta per 13 November 2018 masih di bawah 60 persen. Kondisi ini menciptakan penumpukan anggaran di akhir tahun sehingga memicu jor-joran belanja yang tidak terkendali," tertulis dalam rilis IBC pada Rabu (14/11/2018).
Waktu yang tersisa hingga akhir tahun anggaran (31 Desember 2018) sekitar 35 hari kerja. Pemprov DKI Jakarta harus membelanjakan anggaran sebesar Rp1 triliun/hari untuk mencapai target serapan belanja 100 persen atau sebesar Rp600 miliar/hari untuk melampaui serapan belanja tahun 2017.
Realisasi belanja daerah paling tinggi untuk jenis belanja pegawai, bantuan sosial, hibah, dan bantuan keuangan yang mencapai di atas 90 persen anggaran setiap tahunnya.
Untuk belanja modal dan barang jasa yang berkaitan langsung dengan penyediaan barang, layanan infrakstruktur publik, hanya mampu direalisasikan sekitar 66 hingga 75 persen dari pagu anggarannya, padahal alokasi belanja untuk hal-hal tersebut justru di atas 50 persen dari total belanja daerahnya.
Dengan realisasi tersebut, IBC melihat birokrasi pemerintah masih bekerja pada zona "nyaman". Rendahnya serapan anggaran tersebut juga dipengaruhi belum adanya perubahan signifikan dalam manajemen pengadaan barang jasa di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Dipna Videlia Putsanra