tirto.id - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) gabungan Perempuan Pekerja (PP) menilai, pemidanaan terhadap pelaku kasus UU ITE Baiq Nuril tidaklah tepat. Sebab, pemidanaan tersebut bisa menjadi pukulan telak bagi pemerintah yang terkesan tidak melindungi pekerja wanitanya.
Hal ini berdasarkan pernyataan Joko Widodo dalam Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Osaka, Jepang beberapa waktu lalu. Jokowi menyinggung pentingnya pemberdayaan perempuan, tapi di Indonesia, perempuan di tempat kerja malah mendapat pelecehan seksual dan dipidana karena itu.
"Hukuman penjara bagi Baiq Nuril adalah pukulan telak bagi upaya pemerintah untuk menampilkan diri sebagai negara yang melihat pemberdayaan perempuan elemen penting dalam pencapaian target pembangunan nasional," kata Sekretaris Nasional Perempuan Pekerja Mutiara Ika saat konferensi pers di Gedung YLBHI Jakarta, Sabtu (6/7/2019).
Mutiara yang tergabung dalam LSM Perempuan Mahardika ini juga menyindir keikutsertaan Indonesia dalam Konvensi ILO Juni 2019 di Jenewa. Saat itu, isu yang dibicarakan adalah mengakhiri pelecehan dan kekerasan di dunia kerja. Nyatanya, Indonesia malah memidana Baiq Nuril.
Baiq Nuril dipidana karena dianggap melakukan penyebaran informasi yang merugikan atasan di tempat kerjanya. Ia merekam sebuah pembicaraan di telepon yang mengandung pelecehan seksual. Ketika rekaman itu tersebar dan atasannya dihukum, dia malah mengadukan Baiq dengan pemidanaan.
"Amnesti Presiden Jokowi merupakan langkah terakhir dan satu-satunya pilihan yang bisa menyelamatkan Baiq Nuril dari hukuman penjara," tegasnya lagi.
PP merupakan gabungan dari beberapa LSM yang terdiri dari LSM Perempuan Mahardika, Federasi Buruh Lintas Pabrik dan Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno