Menuju konten utama

Hukuman Mati bagi Koruptor, PKS: Presiden Jangan Hanya Beretorika

Jokowi dinilai tidak konsisten dalam pemberantasan korupsi lantaran memberikan grasi kepada narapidana korupsi.

Hukuman Mati bagi Koruptor, PKS: Presiden Jangan Hanya Beretorika
M. Nasir Djamil. ANTARA/Ismar Patrizki

tirto.id - Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil meminta Presiden Joko Widodo tak hanya sekadar beretorika saat ingin menerapkan hukuman mati bagi terpidana kasus korupsi. Menurut Nasir, Presiden Jokowi mesti konsisten terhadap sikapnya untuk pemberantasan korupsi.

Tak konsistennya Jokowi memberantas korupsi ini menjadi sorotan lantaran ia baru saja memberikan grasi terhadap mantan Gubernur Riau yang menjadi terpidana kasus korupsi, Annas Maamun.

"Presiden jangan hanya retorika saja, ya jangan mengatakan terkait hukuman mati tetapi dia mengoreksi terkait dengan pemberian grasi terhadap terpidana korupsi dan lainnya," kata Nasir di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (10/12/2019).

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menilai hukuman bagi koruptor memang harus memberikan efek jera, tak hanya pelaku tetapi juga kepada orang lain. Adanya pemberatan hukuman menurut Nasir sah-sah saja bila memang tujuannya sebagai pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi.

"Oleh karena itu kami sedang mengevaluasi apakah kemudian memberatkan hukuman bagi koruptor ini memang masih relevan dengan situasi sekarang atau seperti apa," kata Nasir.

Nasir melihat hukuman terhadap koruptor selama ini belum memberikan efek jera sehingga pemberantasan korupsi pun masih sulit dilakukan. Banyaknya Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata tak juga berdampak pada pemberantasan korupsi.

Wacana hukuman mati bagi koruptor seperti yang disampaikan Jokowi, menurut Nasir sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Dalam UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) aturan hukuman mati kepada koruptor telah ada, namun memang cakupannya yang belum luas.

Ketentuan hukuman mati bagi koruptor terang Nasir dengan dua kondisi. Pertama, kondisi ekonomi negara atau daerahnya yang sedang krisis. Kedua, kondisi negara atau daerah dalam keadaan bancana berat.

"Penyelenggara negara misalnya melakukan korupsi di dua kondisi itu maka UU mengatakan bahwa dia layak dihukum mati," ujarnya.

Nasir mengatakan yang diperlukan saat ini adalah keberanian presiden dan aparat penegak hukum menerapkan hukuman mati kepada koruptor. Kata dia, bukan justru dengan memberikan remisi bahkan grasi kepada terpidana kasus korupsi.

"Sebenarnya hukuman mati bagi koruptor itu sudah ada dalam UU tinggal memang jenis kejahatan korupsi yang dilakukan," pungkasnya.

Presiden Joko Widodo sebelumnya membuka peluang hukuman mati bagi koruptor. Namun hal itu akan dilakukan apabila rakyat menghendaki.

"Ya, bisa saja kalau jadi kehendak masyarakat," ucap Jokowi. "Itu yang pertama kehendak masyarakat. Kalau masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU Pidana, UU Tipikor itu dimasukkan," kata Jokowi di SMK 57 Jakarta, Senin (9/10/2019) kemarin.

Baca juga artikel terkait HUKUMAN MATI atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Politik
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Gilang Ramadhan