Menuju konten utama

Hukuman Mantan Bupati Hulu Sungai Tengah Diperberat

Mantan Bupati Hulu Sungai Tengah diperberat hukumannya menjadi tujuh tahun oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dalam kasus korupsi pembangunan ruang perawatan di RSUD Damanhuri Barabai.

Hukuman Mantan Bupati Hulu Sungai Tengah Diperberat
Terdakwa kasus dugaan penerimaan suap proyek pengerjaan RSUD Damanhuri Abdul Latif meninggalkan tempat sidang usai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (6/8/2018). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

tirto.id - Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta memperberat hukuman mantan Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latif menjadi 7 tahun. Ia pun dikenakan denda tambahan Rp300 juta dalam kasus korupsi pembangunan ruang perawatan di RSUD Damanhuri Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan.

"Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap Terdakwa H. Abdul Latif dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun, dan pidana denda sebesar Rp300.000.000.00 (tiga ratus juta rupiah) apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan," petik bunyi amar putusan Pengadilan Tinggi Jakarta pada Kamis (3/1/2019).

Abdul Latif juga dikenakan hukuman tambahan pencabutan hak politik selama 3 tahun. Pencabutan hak politik tersebut efektif berlaku setelah Latif bebas dari penjara.

Pada pengadilan tingkat pertama, Latif divonis 6 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan. Abdul Latif terbukti menerima suap Rp3,6 miliar terkait pembangunan ruang perawatan di RSUD Damanhuri Barabai. Vonis hakim PT yang diterima Latif ternyata lebih tinggi dibanding hukuman sebelumnya.

Menanggapi putusan banding Abdul Latif, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghormati putusan hakim pengadilan tinggi yang memperberat hukuman Abdul Latif.

"Kalau hukuman yang dijatuhkan pengadilan tersebut meningkat, tentu saja KPK menghargai dan menghormati hal tersebut meskipun kami perlu mempelajari putusannya seperti apa," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kamis (3/1/2019) malam.

Febri menyatakan, terlepas dari berat atau ringannya suatu vonis, KPK merasa senang ada unsur pencabutan hak politik dalam vonis banding. Lembaga antirasuah mengapresiasi pengadilan yang mulai menerapkan pencabutan hak politik dalam pemberantasan korupsi.

"Selain tinggi rendahnya vonis penjara, saya kira kita juga mengapresiasi ketika pencabutan hak politik itu dijadikan salah satu standar bagi pengadilan untuk menjatuhkan hukuman terhadap para politisi yang melakukan korupsi. Apakah anggota DPRD DPR RI atau pun kepala daerah," jelasnya.

Baca juga artikel terkait OTT BUPATI HULU SUNGAI TENGAH atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno