Menuju konten utama

Hukum Salat Jumat Saat Terjadi Wabah Corona COVID-19 Tidak Wajib

Penggantian salat Jumat menjadi salat Zuhur ini adalah untuk menjaga masyarakat agar terhindar dari penularan COVID-19.

Hukum Salat Jumat Saat Terjadi Wabah Corona COVID-19 Tidak Wajib
Umat Islam melaksanakan Salat Zuhur berjamaah di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (20/3/2020). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/pd

tirto.id - Di tengah wabah corona COVID-19, salat Jumat di masjid bagi laki-laki tidak lagi wajib dilakukan, dan sebaiknya diganti dengan salat Zuhur di rumah.

Wabah penyakit seperti ini pernah terjadi di zaman Nabi Muhammad SAW. Bedanya, dahulu wabah yang menular adalah penyakit lepra.

Hal ini tergambar dalam sabda Nabi Muhammad SAW, "Apabila kalian mendengar wabah lepra di suatu negeri, maka janganlah kalian masuk ke dalamnya, namun jika ia menjangkiti suatu negeri, sementara kalian berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dari negeri tersebut." (HR. Al-Bukhari)

Untuk larangan mendekati masjid, beliau juga menyatakan bahwa orang yang terkena penyakit tidak boleh bergaul dengan orang sehat. Hal ini berisiko menyebabkan penularan, yang malah akan memperparah penyebaran wabah.

"Abu Salamah bin Abdurrahman berkata; saya mendengar Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Janganlah kalian mencampurkan antara yang sakit dengan yang sehat" (HR. Al-Bukhari).

Larangan yang Nabi Muhammad SAW sampaikan tersebut sejalan dengan konsep physical distance, yang mengimbau masyarakat agar menjaga jarak dengan orang lain sejauh dua meter, menjauhi kerumunan, serta menghindari tempat atau acara yang menarik perhatian.

Salah satunya adalah kerumunan dalam masjid ketika dilaksanakan salat Jumat. Oleh sebab itu pula, MUI mengeluarkan fatwa membolehkan masyarakat untuk mengganti salat Jumat dengan salat Zuhur demi mencegah penyebaran COVID-19 bagi orang-orang sehat.

Sementara itu, dikutip dari PWMU di hadis ari ‘Abdullāh Ibn ‘Abbās diriwayatkan bahwa ia mengatakan kepada muazinnya di suatu hari yang penuh hujan: Jika engkau sudah mengumandangkan asyhadu an lā ilāha illallāh (aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah), asyhadu anna muḥammadan rasūlullāh (aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah), maka jangan ucapkan hayya ‘alaṣ-ṣalāh (kemarilah untuk salat), namun ucapkan ṣallū fī buyūtikum (salatlah kalian di rumah masing-masing).

Rawi melanjutkan: Seolah-olah orang-orang pada waktu itu mengingkari hal tersebut. Lalu Ibn ‘Abbās mengakatan: Apakah kalian merasa aneh dengan ini? Sesungguhnya hal ini telah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku (maksudnya Rasulullah saw).

Sesungguhnya salat Jumat itu adalah hal yang wajib (‘azmah), namun aku tidak suka memberatkan kepada kalian sehingga kalian berjalan di jalan becek dan jalan licin. (HR Muslim)

Selain itu, tidak hanya berkaitan dengan salat Jumat, masyarakat juga diimbau untuk tidak mendirikan salat lima waktu, Tarawih, dan Ied di masjid, serta membatalkan pengajian, hingga majelis taklim.

"Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia boleh meninggalkan salat Jumat dan menggantikannya dengan salat Zuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan jamaah shalat lima waktu/rawatib, Tarawih, dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya," kata Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin AF dalam keterangan tertulis, Senin (16/3/2020).

Alasan dibolehkannya penggantian salat Jumat menjadi salat Zuhur ini adalah untuk menjaga masyarakat agar terhindar dari penularan COVID-19.

Dilansir dari NU Online, jika seseorang sudah dinyatakan positif terkena penyakit menular, termasuk COVID-19, ia dilarang mendatangi masjid. Salat Jumatnya diganti dengan salat Zuhur saja.

Jika wabah sudah menyebar luas, serta dikhawatirkan terjadi penularan, maka salat Jumat tidak lagi wajib dilakukan.

Ketentuan ini berlaku dalam waktu sementara saja, hukum salat Jumat akan kembali wajib jika pakar kesehatan menyatakan bahwa kondisi sudah aman.

Baca juga artikel terkait CORONA atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Yulaika Ramadhani