tirto.id - Juru masak atau ibu rumah tangga tidak jarang menemui keraguan terkait rasa masakannya saat menyiapkan makanan berbuka puasa. Lantas, apakah boleh mencicipi makanan saat puasa? Bagaimana hukumnya sesuai hadits?
Dalam kitab Fath al-Qarib dijelaskan salah satu perkara yang membatalkan puasa adalah memasukkan sesuatu ke dalam lubang tubuh secara sengaja. Lubang yang dimaksud di antaranya seperti mulut, telinga, dan hidung.
Makan dan minum menjadi hal utama yang dilarang dalam berpuasa. Sebab, pada dasarnya, ibadah ini ditunaikan untuk menahan makan-minum dan hawa nafsu.
Lantas, bagaimana dengan orang yang berprofesi sebagai juru masak? Mencicipi masakan untuk memastikan rasa menjadi hal lumrah bagi mereka. Tidak hanya itu, ibu rumah tangga atau ayah yang memasak untuk berbuka puasa juga demikian.
Apakah puasanya seorang muslim akan batal jika mencicipi makanan? Bagaimana hukumnya sesuai hadits dan dalil?
Hukum Mencicipi Makanan Saat Berpuasa
Mencicipi makanan pada saat berpuasa tidak serta merta langsung membatalkan puasa. Mencicipi makanan karena ada kepentingan seperti ingin memastikan rasanya, diperbolehkan dengan syarat harus segera dikeluarkan. Namun, jika makanan yang dimasukkan ke dalam mulut itu tertelan dan masuk ke dalam tubuh, puasa bisa menjadi batal.
Syekh Abdullah bin Hijazi asy-Syarqawi dalam kitab Hasiyah asy-Syarqawi seperti dikutip NU Online menjelaskan, mencicipi makanan saat puasa hukumnya makruh karena dikhawatirkan masuk hingga tenggorokan.
Berikut redaksi selengkapnya:
“Di antara sejumlah makruh dalam berpuasa ialah mencicipi makanan karena dikhawatirkan akan mengantarkannya sampai ke tenggorokan. Dengan kata lain, khawatir dapat menjalankannya lantaran begitu dominannya syahwat. Posisi makruhnya itu sebenarnya terletak pada ketiadaan alasan atau hajat tertentu dari orang yang mencicipi makanan itu. Berbeda lagi bunyi hukum untuk tukang masak baik pria maupun wanita, dan orang tua yang berkepentingan mengobati buah hatinya yang masih kecil. Bagi mereka ini, mencicipi makanan tidaklah makruh. Demikian Az-Zayadi menerangkan.”
Imam Nawawi dalam Al Majmu Syarah Al Muhadzdzab jilid 7 juga menjelaskan hal serupa. Mengunyah roti tanpa uzur, mencicipi kuah, air cuka, dan yang lainnya, hukumnya makruh.
"Jika ia mengunyah atau mencicipi dan tidak masuk ke dalam perut, puasanya tidak batal. Jika dirasa perlu mengunyah untuk anaknya atau yang lainnya, dalam kondisi tidak menemukan orang lain yang bisa melakukannya, diperbolehkan, sebab dinilai darurat." (Al Majmu Syarah Al Muhadzdzab jilid 7 halaman 243)
Ibnu Abbas, diriwayatkan oleh Al Baihaqi dengan isnadnya yang shahih, juga pernah menyampaikan: "Tidak mengapa orang yang sedang berpuasa mencicipi makanan seperti kuah gulai dan semacamnya," (Riwayat al-Baihaqi).
Dengan demikian, orang yang berkepentingan untuk mencicipi makanan meskipun sedang berpuasa hukumnya adalah boleh, dengan syarat langsung dikeluarkan kembali alias tidak tertelan lewat tenggorokan.
Namun, jika tidak ada kebutuhan yang mendesak atau darurat, sebaiknya dihindari dan tidak dilakukan. Jika seorang juru masak sedang berpuasa, lalu hendak mencicipi makanan, hendaknya diserahkan kepada orang yang sedang tidak berpuasa.
Apabila tidak ada orang lain yang bisa melakukannya, juru masak tersebut boleh mencicipi masakan tersebut. Namun, setelah mengecap rasa di lidah, makanan tersebut hendaknya dikeluarkan kembali dari mulut.
Hal-hal yang Membatalkan Puasa
Terlepas dari keadaan yang membuat seseorang harus mencicipi makanan, terdapat beberapa hal yang sudah pasti bakal membatalkan puasa.
Makan dan minum
Orang yang sedang berpuasa tidak boleh makan dan minum secara sengaja. Namun, jika ia lupa sedang berpuasa, lalu makan dan minum sedikit, puasanya boleh dilanjutkan.
Rasulullah bersabda: "Siapa yang lupa keadaannya sedang berpuasa, kemudian ia makan dan minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah-lah yang memberikan makanan dan minuman itu”. (H.R. al-Bukhari 1797 dan Muslim 1952)
Berhubungan suami-istri
Suami istri boleh berhubungan badan di waktu setelah berbuka hingga sebelum terbit fajar. Namun, jika melakukannya pada siang hari, puasanya batal.
Muntah disengaja
Seorang muslim yang memasukkan benda ke dalam mulut agar muntah, puasanya batal. Namun, jika tidak disengaja atau terjadi karena sakit, puasanya boleh lanjut alias tidak batal.
Keluar air mani karena persentuhan kulit
Sebagai misal, seorang muslim berpuasa tetapi mengeluarkan air mani dengan tangganya sendiri, maka puasanya batal.
Haid atau nifas
Jika seorang perempuan mengalami haid di siang hari ketika puasa, maka puasanya batal seketika itu juga. Ia harus membayar puasa (mengqada) pada hari lain di luar Ramadan.
Gila dan Murtad
Jika seseorang mendadak gila ketika sedang berpuasa, batallah puasanya. Sama halnya ketika seorang muslim mengingkari keesaan Allah ketika sedang berpuasa, puasanya dihukum batal.
Penulis: Beni Jo
Editor: Fadli Nasrudin