tirto.id - Salah satu rukun Islam yang wajib ditunaikan pada bulan Ramadan adalah zakat fitrah. Kewajiban zakat ini mesti dibayarkan oleh muslim atau muslimah, dewasa maupun anak-anak, budak maupun merdeka, mulai awal Ramadan hingga menjelang salat Idulfitri.
Kewajiban zakat fitrah tertera dalam hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, ia berkata:
"Nabi Muhammad mewajibkan zakat fitrah satu sha' kurma atau sha' dari gandum bagi setiap hamba sahaya [budak] maupun yang merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar dari kaum muslimin," (H.R. Bukhari).
Bagi seorang muslim, fungsi zakat fitrah adalah sebagai pembersih jiwa dari hal-hal yang menodai ibadah puasanya. Sementara fungsi sosialnya ialah untuk membantu orang-orang fakir dan miskin, serta golongan-golongan yang berhak menerima zakat.
Lalu, bagaimana jika seseorang memberi sejumlah uang kepada pengemis, lalu diniatkan sebagai zakat fitrah?
Fatwa Tarjih Muhammadiyah menyatakan bahwa memberikan sejumlah uang kepada pengemis, lalu diniatkan sebagai zakat fitrah hukumnya sah. Dengan begitu, si pemberi telah bebas dari kewajiban zakat fitrah.
Namun pemberian uang itu harus senilai dengan kadar zakat yang wajib dibayarkan. Lalu berapa kadar zakat fitrah yang harus ditunaikan?
Pada dasarnya, kewajiban zakat harus dibayarkan dengan makanan pokok sejumlah satu sha, sebagaimana hadis yang diriwayatkan Abu Said Al-Khudri, ia berkata:
"Pada masa Rasulullah SAW, kami mengeluarkan zakat fitrah sebanyak satu sha’ makanan, dan pada waktu itu makanan kami berupa kurma, gandum, anggur, dan keju,” (H.R. Muslim).
Menafsirkan hadis di atas, ulama mazhab Hanafi menyatakan bahwa pembayaran zakat dengan uang haruslah sesuai dengan harga satu sha makanan pokok di kawasan setempat. Di konteks Indonesia, satu sha adalah sebanyak 2,5 kilogram atau 3,5 liter beras.
Berdasarkan SK Ketua BAZNAS No. 7 Th. 2021 tentang zakat fitrah untuk wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, sebagai contoh, ditetapkan bahwa nilai zakat fitrah di kawasan itu setara uang sebesar Rp40.000 per jiwa.
Karena itulah, jika seseorang memberi pengemis dengan uang sebanyak Rp40.000 lalu diniatkan sebagai zakat fitrah maka hal itu dapat dihitung sebagai penunaian zakat fitrah.
Alasannya, pengemis termasuk salah satu dari 8 golongan yang berhak menerima zakat. Siapa saja golongan yang berhak menerima zakat tersebut?
Terdapat delapan golongan yang berhak menerima zakat fitrah. Mereka adalah:
- Fakir, yakni orang yang tidak memiliki harta;
- Miskin, yakni orang yang memiliki penghasilan tapi tidak mencukupi kebutuhannya;
- Riqab, yakni hamba sahaya atau budak;
- Gharim, yakni orang yang memiliki banyak utang;
- Mualaf, yaitu orang yang baru masuk Islam;
- Fisabilillah, yaitu orang yang berjuang di jalan Allah;
- Ibnu sabil, yaitu musafir dan para pelajar di perantauan;
- Amil zakat, yaitu panitia penerima dan pengelola dana zakat.
Hal ini juga ditegaskan dalam firman Allah SWT dalam surah At-Taubah ayat 60:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk [memerdekakan] budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,” (QS. At-Taubah [9]:60)
Nah, pengemis bisa dianggap termasuk dalam golongan fakir dan miskin. Bagi seseorang muslim yang bermaksud memberi pengemis sejumlah uang dengan niat zakat fitrah, ia dapat membaca lafal niat zakat fitrah berikut ini:
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفطر عَنْ نَفْسِيْ فَرْضًالِلهِ تَعَالَى
Bacaan latinnya: "Nawaitu an ukhrija zakaatal fitri 'an nafsii fadhan lillahi ta'aala"
Artinya: “Saya niat mengeluarkan zakat fitrah dari diriku sendiri fardu karena Allah Ta’ala.”
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Addi M Idhom