tirto.id - Praktik promosi obat di media sosial kian umum dan banyak digunakan dewasa ini. Namun, di media sosial seperti Facebook, beberapa kali muncul iklan obat yang bermuatan informasi salah alias hoaks.
Terbaru, ditemukan sebuah iklan obat sakit nyeri sendi yang menggunakan sosok mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah Supari berbicara dalam video. Video tersebut diunggah akun "Nice Phoyo" pada 27 April 2024 lalu. Dalam video berdurasi sekitar dua menit tersebut, terlihat Siti menjabarkan permasalahan nyeri sendi di usia tua dan pengobatan dengan memulihkan suplai cairan sinovial/sendi (arsip).
Di bagian akhir, dia kemudian mengarahkan untuk klik tombol di bagian bawah video untuk mendapat informasi lebih lanjut terkait pengobatan yang dimaksud.
Sampai dengan Senin (13/5/2024), video tersebut masih beredar di Facebook dan mengumpulkan setidaknya 1,5 juta penonton. Unggahan juga mendapat lebih dari 6,5 ribu tanda suka dan lebih dari 200 komentar.
Menariknya, di kolom komentar terdapat beberapa orang yang menyebut konten tersebut adalah konten buatan kecerdasan buatan (artificial intelligence, AI). Namun, terdapat juga sejumlah komen yang cenderung percaya ataupun menanyakan cara membeli obat yang ditawarkan dalam video.
Lalu bagaimana faktanya? Apakah benar video promosi obat nyeri sendi yang disampaikan oleh Mantan Menkes Siti?
Pemeriksaan Fakta
Untuk memastikan apakah video yang disebarkan di Facebook adalah buatan AI atau bukan, Tirto melakukan pemindaian terhadap isi video.
Pemindaian konten AI dilakukan dengan bantuan perangkat Deepware. Hasilnya, perangkat Deepware menyimpulkan kalau video tersebut terdeteksi memuat konten deepfake (manipulasi dengan AI). Pemindaian deepware menyebut kecurigaan 99 persen kalau video mengandung konten deepfake. Secara konsisten, deepware memprediksi wajah Siti dalam video mendapat sentuhan atau suntingan dari kecerdasan buatan.
Tirto kemudian melakukan pemindaian terpisah dengan perangkat lain, Hive Moderation. Serupa, perangkat ini juga menyebut 100 persen video yang tersebar di media sosial mengandung muatan deepfake atau dibuat dengan AI.
Jika mencermati video dengan seksama, di bagian akhir video, suara Siti terdengar seperti suara robot, terutama di bagian akhir. Selain itu, gambar dalam video juga blur dan kurang jelas gambarnya.
Lebih lanjut, Tirto melakukan penelusuran terhadap potongan gambar dari video. Hasil reverse search image mengarahkan ke video serupa dari kanal YouTube, namun video tersebut telah dihapus.
Penelusuran kemudian coba dilakukan ke akun-akun media sosial milik Siti. Meski tidak bertanda centang biru (tanda verified), akun TikTok, Instagram, dan YouTube yang tercantum saling terkait dan cukup konsisten mengunggah konten berisikan Siti.
Di konten TikTok berikut, terlihat latar yang sama dengan video yang tersebar di Facebook. Selain itu, gerakan tangan Siti memegang telinga di sekitar detik 0:25, sama-sama muncul, baik di video akun TikToknya, maupun di iklan obat nyeri di Facebook. Pengambilan gambar Siti dari dua sisi juga cenderung sama pada kedua video.
Dalam video di TikTok, Siti menceritakan pengalamannya tentang pengobatan yang melibatkan dokter asing. Tidak ada satupun pembahasan soal sakit nyeri sendi ataupun pengobatan terkait itu.
Kembali ke video di Facebook. Saat mencoba mengakses tautan yang berada di bagian bawah video, terbuka halaman baru ke situs berbahasa Spanyol soal konsultasi nutrisi. Video iklan yang menampilkan promosi Siti juga tidak terlihat lagi dalam situs tersebut.
Kesimpulan
Hasil penelusuran fakta menunjukkan video promosi obat nyeri sendi dan tulang yang menampilkan mantan Menkes Siti bersifat salah dan menyesatkan (false & misleading).
Hasil pemindaian menunjukkan, video yang tersebar di Facebook terindikasi melalui penyuntingan lewat AI. Video serupa juga ditemukan di akun yang diduga kuat merupakan milik Siti, dengan narasi yang berbeda dengan klaim yang beredar. Tidak ada promosi produk sakit nyeri dalam video asli.
==
Bila pembaca memiliki saran, ide, tanggapan, maupun bantahan terhadap klaim Periksa Fakta dan Decode, pembaca dapat mengirimkannya ke email factcheck@tirto.id.
Editor: Farida Susanty