tirto.id - Kecuali Anda hidup bertapa, Anda setidaknya tahu bahwa saat ini sedang ada “pertempuran besar” di skena musik rap Amerika. Dua rapper paling masyhur saat ini, Kendrick Lamar dan Drake, tengah terlibat rap beef alias perseteruan yang ditandai dengan munculnya tiga diss track dari Drake dan empat diss track dari Lamar dalam kurun sebulan terakhir.
Rolling Stone secara gamblang menyebut bahwa Lamar keluar sebagai pemenang dari pertarungan tersebut. "[Drake] memberi perlawanan tangguh, tapi diss track dari Lamar jauh lebih nampol," tulis Andre Gee untuk majalah tersebut.
"Dalam sepekan terakhir, Lamar menghujani Drake dengan diss track yang menghancurkan karakter lawannya secara komprehensif dan menjadikan Drake lelucon terbesar musim panas ini melalui Not Like Us. Drake patut diberi kredit karena berani menghadapi penulis lirik sehebat Lamar, tapi dia mesti mengakui kekalahannya," tulis Gee lagi.
Meski demikian, beef antara Drake dan Lamarsebenarnya belum bisa dikatakan mendekati akhir. Pasalnya, beef biasanya berlangsung lama. Namun, seperti yang dituliskan Gee di Rolling Stone, nomor Not Like Us benar-benar membuat Drake (sepertinya) mati langkah—setidaknya untuk sementara waktu.
Soal kapan dan mengapa beef antara Drake dan Lamar bermula, ceritanya panjang. Namun, seturut The New York Times, intinya ia bermula saat rapper J. Cole—dalam sebuah kolaborasi dengan Drake di lagu First Person Shooter—menyebut diri sebagai bagian dari Big Three dalam skena rap modern.
Sebagai konteks, ada semacam konsensus di kalangan anak rap tentang siapa rapper yang pantas menyandang gelar Greatest of All Time (GOAT). Saat ini, ada tiga rapper alias Big Three yang dianggap sebagai yang paling dekat dengan gelar itu, yaitu J. Cole, Drake, dan Lamar.
Di sisi lain, Lamar menganggap klaim J. Cole itu terlalu tinggi. Menurutnya, dialah rapper terbaik di era ini dan J. Cole sekaligus Drake tidak sebanding dengannya.
Lamar sendiri punya kredensial yang cukup untuk merasa demikian. Pada 2018 lalu, lewat album magnum opus-nya, DAMN., Lamar sukses menyabet penghargaan Pulitzer. Sebelum dan sesudah Lamar, hanya musisi dari genre jazz dan klasik yang mampu menyabet penghargaan itu.
Penghargaan itu sendiri diberikan karena album DAMN. dianggap mampu menuturkan kritik sosio-politik dengan bernas. DAMN.pundianggap sangat berpengaruh lantaran menginspirasi anak-anak muda untuk lebih peka terhadap situasi sekitar.
Dengan kata lain, pengaruh Lamar sudah jauh melewati dinding sekat skena rap. Lamar juga dikenal sebagai aktivis sosial yang aktif mengampanyekan kesetaraan serta pentingnya kesehatan mental. Sementara itu, J. Cole dan Drake memang terkenal dan digandrungi jutaan orang, tapi level mereka baru sebatas penghibur, bukan agen perubahan.
Sayangnya, meski dikenal sebagai sosok yang melek politik, Lamar belum bicara sama sekali mengenai isu Palestina. Padahal, isu tersebut sebenarnya sudah memanas di Amerika Serikat dalam beberapa waktu terakhir, terutama dengan maraknya pembungkaman demonstrasi di kampus-kampus besar lewat represi aparat.
Di tengah situasi sosial-politik yang tidak baik-baik saja, beef Lamar vs Drake jelas jadi terkesan asyik sendiri dan bahkan konyol. Ia tak punya manfaat apa-apa bagi publik. Dan tepat di titik itulah Mackelmore muncul untuk menyuarakan hal penting yang terkubur oleh sensasi.
Aula Kehormatan untuk Hind Rajab
Pada 29 Januari 2024, Hind Rajab yang masih berusia 6 tahun berangkat dari rumahnya di Gaza bersama paman, bibi, dan lima sepupunya untuk mencari tempat yang lebih aman. Sebelumnya, serdadu Israel sudah memerintahkan warga Palestina untuk mengungsi ke selatan. Namun, mobil yang dikemudikan paman Hind kemudian bertatapan dengan sebuah tank Israel.
Mobil keluarga Hind itu kemudian diserang oleh pasukan zionis dan beberapa anggota keluarganya tewas seketika. Hind kecil jadi anggota keluarga terakhir yang bertahan hidup dan sempat menjalin kontak cukup lama dengan Bulan Sabit Merah. Bulan Sabit Merah sendiri sempat mengirimkan ambulans untuk menjemput Hind kecil. Namun, zionis membom ambulans tersebut dan menewaskan dua paramedis di dalamnya.
Diwartakan BBC, empat hari berselang, Bulan Sabit Merah akhirnya menemukan mobil keluarga Hind. Di dalamnya, Hind kecil pun ditemukan sudah tak bernyawa. Mobil itu hancur. Lubang pelor mengangasi sekujur mobil itu.
Hind dan keluarganya jadi sedikit dari puluhan ribu warga Palestina yang tewas akibat serangan brutal pasukan Israel yang mendapat bala bantuan serta impunitas untuk melakukan genosida dari Amerika Serikat.
Nama Hind Rajab kemudian digunakan para demonstran di Columbia University untuk menamai ulang Hamilton Hall, kantor dekan mereka. Para demonstran—secara tak resmi—mengganti nama Hamilton Hall menjadi Hind's Hall.
Nama itu lantas dipilih Macklemore sebagai judul untuk lagu protesnya. Melalui Hind’s Hall, Macklemore menyuarakan dukungan untuk rakyat Palestina dan semua orang yang memperjuangkan penghentian genosida di Gaza (dan kini juga Rafah). Tak hanya itu, dalam durasi 2 menit 49 detik, Macklemore juga menyerang semua pihak yang dia anggap ikut bertanggung jawab atas puluhan ribu kematian di Gaza sejak Oktober 2023.
Macklemore semula merilis Hind’s Hall melalui akun Instagram dan Twitternya pada Selasa, 7 Mei 2024. Sampai saat artikel ini ditulis, video musik Hind's Hall di Twitter sudah ditonton lebih dari 23 juta kali. Sementara itu, di Instagram ia telah disaksikan hampir 63 juta kali. Dengan kata lain, lagu ini viral seketika.
Kritik untuk Rezim Biden
Macklemore yang bernama asli Benjamin Hammond Haggerty merupakan rapperasal Kota Seattle, Negara Bagian Washington. Di masa mudanya, dia banyak dipengaruhi karya rapper-rapper East Coast seperti Nas dan Wu-Tang Clan. Meski dibesarkan di keluarga Katolik taat, Macklemore pada akhirnya tumbuh menjadi sosok yang liberal.
Masa kuliah di Evergreen State College yang menelurkan banyak pentolan punk era 1990-an, seperti Kathleen Hanna dan Carrie Brownstein, juga memengaruhi cara pandang Macklemore. Meski demikian, sampai 2016, Macklemore yang sempat menggamit empat Grammy Awards pada 2014 bersama Ryan Lewis itu belum begitu bersinggungan dengan dunia politik.
Naiknya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat pada 2016 mengubah Macklemore. Dia jadi lebih berani menyuarakan keresahan-keresahan politiknya. Ketika Joe Biden menjadi calon presiden pada 2020, Macklemore pun menjatuhkan pilihan padanya.
Namun, menjadi pendukung Biden tak membuat Macklemore buta begitu saja. Lewat Hind's Hall, secara gamblang dia menuding Biden sebagai orang paling bertanggung jawab atas genosida di Gaza. "The blood is on your hands, Biden, we can see it all," rutuk Macklemore dalam verse ketiga Hind's Hall.
Total, ada empat verse dalam lagu Hind's Hall. Verse pertama menceritakan soal demonstrasi mahasiswa yang direpresi oleh aparat. Macklemore pun menyatakan kebenciannya terhadap aparat dan tindakan represifnya dengan meminjam "slogan" milik N.W.A., "fuck the police" pada bagian akhir verse tersebut.
Pada verse kedua, Macklemore secara tegas menuding ada konspirasi yang digalang kaum supremasis kulit putih untuk mengaburkan informasi. Dia menyinggung Meta yang berpihak pada penguasa serta wacana pelarangan TikTok yang jadi sumber informasi utama soal Palestina bagi anak muda Amerika.
Menurut Macklemore, itu semua tindakan sia-sia karena rakyat sudah mengetahui kebenaran yang sesungguhnya.
Verse ketiga dibuka Macklemore dengan menyinggung bagaimana kata "antisemitisme" dijadikan senjata untuk melabeli orang-orang yang menuntut penghentian genosida di Palestina. Padahal, kata Macklemore, "I’ve seen Jewish brothers and sisters out there and ridin' in solidarity and screamin' ‘Free Palestine’ with them."
Macklemore juga menyebut bahwa Nakbayang terjadi pada 1948 sejatinya belum berhenti. Alih-alih, ia terus bergulir sampai sekarang. "The Nakba never ended, the colonizer lied," tulis pria 43 tahun itu dalam lagunya.
Pada akhirnya, Macklemore juga secara tegas menyatakan tidak akan lagi mendukung Biden. Dia sudah muak dengan sikap rezim Biden yang terlihat tak berdaya di hadapan lobi-lobi zionis Israel. Amerika di bawah Biden justru memberikan segala yang para zionis itu butuhkan untuk melakukan genosida di Gaza dan Rafah.
Di verse keempat, yang sekaligus merupakan penutup, Macklemore tak lupa menyindir para musisi yang diam saja dan "asyik sendiri" seperti Drake dan Kendrick Lamar.
"What happened to the artist? What d'you got to say?
If I was on a label, you could drop me today
I'd be fine with it 'cause the heart fed my page
I want a ceasefire, fuck a response from Drake," sembur Macklemore.
"What if you were in Gaza? What if those were your kids?
If the West was pretendin' that you didn't exist
You'd want the world to stand up and the students finally did, let's get it," tutupnya.
Apa yang dilakukan Macklemore itu pun mendapat banyak pujian. Salah satunya datang dari gitaris Rage Against the Machine, Tom Morello. Kata Morello, "Sejujurnya, Hind's Hall-nya Macklemore ini adalah lagu ‘paling Rage Against the Machine’ sejak Rage Against the Machine lahir."
Dan itulah, kawan-kawan sekalian, mengapa Macklemore muncul sebagai pemenang sesungguhnya di tengah rap beef antara Drake dan Kendrick Lamar. Alih-alih asyik sendiri seperti Drake dan Kendrick Lamar, Macklemore lebih memilih menggunakan platform, popularitas, dan pengaruh yang dia miliki untuk bersuara bagi mereka yang tertindas.
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Fadrik Aziz Firdausi