Menuju konten utama

Hidup Bersama Polusi Udara di Jakarta

Saat ini, ada sembilan dari sepuluh orang menghirup udara tercemar. Polusi udara, membunuh tujuh juta orang setiap tahun.

Hidup Bersama Polusi Udara di Jakarta
Suasana matahari terbit di Jakarta, Sabtu (10/8/2019). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/nz.

tirto.id - Bagi Anda yang tinggal di Pulau Jawa, familiarkah dengan wangi kepulan asap yang disemprotkan knalpot-knalpot kendaraan setiap hari? Untuk Anda yang tinggal di Sumatera dan Kalimantan, sudah karibkah dengan kabut asap kebakaran hutan yang terus berulang setiap tahunnya?

Semakin tua umurnya, dunia kini kian panas dan bertambah sesak. Mesin-mesin pembangunan terus memompa emisi kotor, separuh dunia tak punya akses bahan bakar dan teknologi bersih. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa kiwari, ada sembilan dari sepuluh orang menghirup udara tercemar. Polusi udara, membunuh tujuh juta orang setiap tahun.

“Polutan mikroskopis di udara bisa menyelinap melewati pertahanan tubuh, menembus sistem pernapasan dan peredaran darah, merusak paru-paru, jantung, dan otak kita,” demikian WHO memperingatkan efek polusi udara terhadap kesehatan.

Dari laman resmi WHO, setidaknya kita bisa membedakan jenis polutan udara berdasar lingkup daerah paparan; pencemaran udara terbuka dan pencemaran udara rumah tangga. Jenis pencemaran terakhir mengacu pada polusi yang dihasilkan dari bahan bakar rumah tangga, misalnya pembakaran batu bara, kayu, dan minyak tanah.

Meski berada pada lingkup terbatas, namun polusi udara rumah tangga mampu membunuh 4 juta orang setiap tahunnya. Mereka yang terpapar polusi jenis ini biasanya adalah perempuan dan anak-anak di negara Asia dan Afrika—yang masih menggunakan bahan bakar konvensional dan cenderung lebih sering berada di dalam ruangan.

Statistik terakhir yang ditunjukkan WHO pada tahun 2018 menggambarkan betapa polusi udara memiliki dampak buruk pada anak-anak. Penyakit asma menghampiri sekitar 14 persen anak usia 5-18 tahun di dunia akibat polusi. Sebanyak 543 ribu anak dengan usia yang lebih muda, yakni di bawah lima tahun, harus kehilangan nyawa karena penyakit pernapasan terkait polusi udara.

Polusi juga menurunkan fungsi kognitif pada manusia, baik anak, maupun dewasa. Ringkasnya, membikin penurunan kecerdasan, dan meningkatkan penyakit degeneratif seperti demensia (pikun).

“Dalam jangka panjang akan memupuk radikal bebas, hingga akhirnya tak dapat ditangkal antioksidan alami tubuh,” jelas Feni Fitriani Taufik, dokter spesialis paru dan pernapasan yang berpraktik di RS Pondok Indah.

“Kondisi ini akan merangsang perubahan sel dalam saluran pernapasan, polusi diserap ke pembuluh darah, dan menyebar ke berbagai organ tubuh.”

Pada akhirnya udara kotor menyumbang risiko kanker paru, peradangan sistemik, penurunan fungsi paru, merangsang terbentuknya risiko penyempitan pembuluh darah, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), stroke, penyakit jantung, serta diabetes. Polusi, baik di udara terbuka atau di tingkat rumah tangga, sama-sama berbahaya. Keduanya saling berkaitan udara bergerak dari dalam ruangan ke luar, dan sebaliknya.

“Sebagai organ pernapasan paling akhir, paru-paru jadi sarang partikel kecil berbahaya dalam polusi udara,” ungkap Feni.

Berdamai dengan Polusi Udara

Mungkin kita tak bisa dengan mudah memutuskan bermigrasi ke daerah lain begitu tahu kota tempat tinggal kita dipenuhi oleh polutan. Karenanya, Feni menganjurkan beberapa cara untuk meminimalkan dampak kesehatan dari polusi udara. Penggunaan masker mutlak dilakukan, apalagi ketika kualitas udara sudah berada di level tidak sehat.

Berdasar nilai Air Quality Index, kualitas udara dapat dikategorikan baik bila nilainya berada antara angka <50. Sementara kualitas udara sedang ada di angka 51-100, kurang sehat 101-150, tidak sehat 151-200, sangat tidak sehat 201-300, dan berbahaya >300. Feni memperingatkan kelompok sensitif harus mulai waspada ketika AQI berkisar antara 100-150.

Infografik Cara Hidup Di kota berpolusi

Infografik Cara Hidup Di kota berpolusi. tirto.id/Quita

Kualitas udara mulai membahayakan seluruh lapisan masyarakat ketika angka AQI melebihi 150. Jika sudah begitu, kurangi aktivitas yang berada di luar ruangan. Unduh aplikasi Air Visual untuk mengontrol kualitas udara. Pastikan pemakaian masker sudah tepat dan tidak bocor agar fungsi perlindungannya optimal.

“Gunakan masker ideal tipe N95, ini efektif menangkal partikel PM2.5 (polutan 100 kali lebih halus dari satu helai rambut) hingga 95 persen karena ada lapisan penyaring khusus,” saran Feni.

Kesehatan paru-paru juga harus dicek secara berkala, ditambah menghentikan kebiasaan merokok, olahraga, serta menjalani pola hidup sehat. Tips terakhir bisa dilakukan dengan mengonsumsi makanan mengandung antioksidan alami dari buah, sayur, dan kacang-kacangan. Vitamin C yang ada pada lemon, jeruk, dan kiwi adalah antioksidan paling kuat untuk tubuh yang membantu proses regenerasi sel.

“Konsumsi secara rutin dapat mengurangi risiko terjadinya gangguan kesehatan pada tubuh akibat polusi udara,” tambah Raissa Edwina Djuanda, dokter spesialis gizi klinik dari RS Pondok Indah.

Selain Vitamin C, kita juga memerlukan bantuan Vitamin E untuk melawan peradangan pada jaringan tubuh. Vitamin E terkandung dalam minyak bunga matahari, canola, kacang, salmon, telur, dan minyak zaitun. Lalu Beta Karoten yang terdapat pada fenugreek, selada, wortel, dan bayam merupakan mineral yang berperan mengendalikan peradangan.

Terakhir, konsumsilah makanan kaya lemak omega-3 guna melindungi kesehatan jantung dan profil lipid dari polutan berbahaya. Sumber lemak omega-3 ini didapat dari kacang-kacangan, biji-bijian, serta minyak ikan.

Kita tak bisa melawan dunia yang semakin tua dan tak ramah bagi penghuninya. Jalan yang paling praktis adalah berdamai dengan keadaan yang ada—tentu sambil terus berusaha mengurangi efek polusi dunia dengan cara hidup yang lebih hijau.

Baca juga artikel terkait POLUSI UDARA atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani