tirto.id - Haul Gusdur ke-12 diperingati hari ini, Kamis, 30 Desember 2021. Dalam akun Twitternya, putri sulung Gus Dur, Alissa Qotrunnada Wahid, mengabarkan penyelenggaraan haul Gus Dur terbuka untuk umum secara daring.
"Saudara-saudari sebangsa, Monggo saya aturi rawuh dalam acara #HaulGusDur2021 yang akan digelar secara online," kata Alissa dalam akun Twitternya @AlissaWahid yang dikutip Kamis (30/12).
Perayaan Haul Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini digelar oleh pihak keluarga dan turut dimeriahkan oleh sejumlah tokoh nasional.
Profil Abdurrahman Wahid atau Gus Dur
Abdurrahman Wahid lahir pada 7 September 1940 di Denannyar, Jombang ,Jawa Timur pada saat masa penjajahan Belanda.
Ia adalah putra dari Wahid Hasyim dan Solichah. Pada mulanya Abdurrahman Wahid lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil. "Addakhil" berarti "Sang Penakluk". Kata "Addakhil" tidak cukup dikenal dan diganti nama "Wahid", dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. "Gus" adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada seorang anak kiai yang berati "abang" atau "mas".
Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara. Wahid lahir dalam keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas Muslim Jawa Timur.
Kakek dari ayahnya adalah K.H. Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara kakek dari pihak ibu, K.H. Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren pertama yang mengajarkan kelas pada perempuan. Ayah Gus Dur, K.H. Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama RI tahun 1949. Ibunya, Ny. Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang. Saudaranya adalah Salahuddin Wahid dan Lily Wahid. Ia menikah dengan Sinta Nuriyah dan dikaruniai empat putri: Alisa,Yenny, Anita, dan Inayah.
Ada banyak kisah tentang presiden ketiga republik Indonesia ini. Sebagian dari kisah itu adalah kisah jenaka yang memang menjadi kebiasaan Gus Dur, begitu ia biasa di sapa. Gus Dur memang selalu punya lelucon untuk setiap hal.
Bahkan ketika ia dijatuhkan, Gus Dur dengan tenang membuat cerita bahwa ia menjadi presiden dengan modal dengkul. Itu pun dengkul Amien Rais, orang yang menjatuhkannya melalui parlemen. Lalu bagaimana kisah lainnya?
Pada 7 Oktober 1999, Amien Rais melalui poros tengahnya berhasil mendudukkan Gus Dur sebagai Presiden Indonesia. Tapi tugas berat menanti Gus Dur. Indonesia sedang dalam masa krisis multidemensi: krisis ekonomi, krisis politik, krisis keamanan dan seabreg masalah lain.
Gus Dur memang fenomenal. Ia adalah Kyiai yang berani menentang kesewenang-wenangan rezim Orba bersama Amien Rais, Megawati Soekarno Putri, dan tokoh-tokoh politik lainnya. Ia pun disegani oleh tokoh-tokoh dunia lain. Namun di balik sikapnya yang kritis sekaligus berani, yang tidak bisa dilupakan orang adalah sosoknya yang humoris.
Gus Dur sendiri selama hidupnya dulu baik sebagai pengurus Nahdatul Ulama (NU) maupun ketika sudah menjadi Presiden RI hobi melempar lelucon-lelucon yang bikin orang terpingkal-pingkal. Sampai-sampai ia sendiri dulu pernah berujar. “Indonesia itu tak butuh pelawak. Wong presidennya saja lucu!”
Quote Gusdur tentang Keragaman, Toleransi, dan Kebhinekaan
Berikut adalah sejumlah kutipan atau quote Gusdur yang terkenal.
"Peran agama sesungguhnya membuat orang sadar akan fakta bahwa dirinya bagian dari umat manusia dan alam semesta."
"Memuliakan manusia berarti memuliakan penciptanya. Merendahkan manusia berarti merendahkan dan menistakan penciptanya."
"Tidak penting apa agama dan sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua manusia, maka orang tidak pernah tanya apa agamamu."
"Dalam hidup nyata dan dalam perjuangan yang tak mudah, kita bukan tokoh dongeng dan mitos yang gagah berani dan penuh sifat kepahlawanan."
"Dengan lelucon, kita bisa sejenak melupakan kesulitan hidup. Dengan humor, pikiran kita jadi sehat."
"Kemajemukan harus bisa diterima, tanpa ada perbedaan."
" Tidak penting apapun agamamu atau sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu."
"Bangsa ini menjadi penakut! Karena tidak berani dan tidak mau bertindak menghukum yang bersalah."
"Tugas pokok intelektual adalah mempertahankan kebebasan berpikir, bukannya membunuh kebebasan berpikir."
"Begitu agama mengubah dirinya menjadi penentu, tidak lagi hanya memengaruhi tetapi menentukan, maka dia telah berubah menjadi duniawi. Kalau hal ini yang terjadi, pada gilirannya dia bisa mengundang sikap represif. Agama menjadi represif, untuk mempertahankan dirinya."
"Guru spiritual saya adalah realitas. Dan guru realitas saya adalah spiritualitas."
"Semakin tinggi ilmu seseorang, maka semakin besar rasa toleransinya."
"Bukankah dengan demikian menjadi jelas bagi kita bahwa menerima perbedaan pendapat dan asal muasal bukanlah tanda kelemahan melainkan awal dari kekuatan."
"Menyesali nasib tidak akan mengubah keadaan. Terus berkarya dan bekerjalah yang membuat kita berharga.”
"Tentang kecintaan, kasih sayang, penghargaan yang tulus kepada umat manusia, apa pun agama atau keyakinannya pada dasarnya sama-sama mengabdi pada manusia. Hanya ajarannya yang berbeda."
"Bukankah dengan demikian menjadi jelas bagi kita bahwa menerima perbedaan pendapat dan asal-muasal bukanlah tanda kelemahan, melainkan menunjukkan kekuatan."
"Tuhan Yang Maha Besar, Maha Agung Maha Berkuasa tidak perlu dibela. Yang memerlukan pembelaan adalah manusia yang ditindas dan dianiaya."
"Maafkan musuh-musuhmu, tapi jangan lupakan kesalahan-kesalahannya."
Editor: Iswara N Raditya