tirto.id - Dosen Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing menilai, data hasil lembaga survei tentang elektabilitas capres-cawapres tak bisa dijadikan gambaran kemenangan pada kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Jika dilihat dari persentase margin of error sejumlah hasil lembaga survei selama ini, Emrus mengatakan, hal tersebut masih berada dalam batas wajar. Ia juga menilai, selama elektabilitas masih naik turun di angka 5 persen, maka hal itu bukanlah sesuatu yang mengejutkan.
"Yang mengejutkan naik 10 persen baru bisa kita prediksi mendekati kemenangan dan mendekati kekalahan," ujar Emrus dalam diskusi “Mengukur Berbagai Hasil Survei”, di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (20/3/2019).
Menurut Emrus, kecenderungan adanya stagnansi elektabilitas Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi disebabkan oleh kurang maksimalnya kinerja partai koalisi.
Apalagi Pemilu 2019 akan digelar serentak antara Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres). Akibatnya, fokus partai politik terpecah antara mengkampanyekan legislatif dan Pilpres.
"Saya menduga mesin politik partai belum bekerja maksimal. Boleh jadi, saya melihat teman-teman di timses adalah caleg juga sibuk di dapil mereka masing-masing, seharusnya timses jangan caleg," pungkasnya.
Dalam survei Litbang Kompas yang dirilis hari ini, menunjukkan jarak elektabilitas antara pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, semakin tipis.
Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf berada di angka 49,2 persen, sementara Prabowo-Sandiaga 37,4 persen. Sebanyak 13,4 persen responden menyatakan rahasia.
Prabowo-Sandiaga rupanya unggul di kalangan pemilih pemula dengan umur di bawah 22 tahun. Pada Oktober 2018, hasil survei menunjukkan Prabowo-Sandiaga meraih 44,8 persen, sementara Jokowi-Ma'ruf 39,3 persen.
Keunggulan Prabowo-Sandiaga ini rupanya masih terjadi pada survei terbaru yang memperoleh elektabilitas 47 persen, dibandingkan Jokowi-Ma'ruf yakni 42,2 persen.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Alexander Haryanto