tirto.id - Debat perdana pasangan calon (Paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Bali 2024 digelar pada Rabu (30/10/2024) malam di Prime Plaza Hotel Sanur, Denpasar. Mengusung tema “Memformat Bali Menuju Pariwisata Berkelanjutan,” debat pertama ini terbagi atas 6 segmen, yakni penyampaian visi dan misi, pertanyaan panelis untuk calon gubernur, pertanyaan panelis bagi calon wakil gubernur, dua segmen debat antar-paslon, dan pernyataan penutup (closing statement).
Kedua paslon tampak mengenakan pakaian yang telah menjadi ciri khas masing-masing kubu. Pasangan Made Muliawan Arya dan Putu Agus Suradnyana (Mulia-PAS) mengenakan kemeja biru muda ala Prabowo-Gibran, sementara Wayan Koster-I Nyoman Giri Prasta (Koster-Giri) masing-masing mengenakan kemeja putih dan hitam.
Sebelum naik ke atas panggung, kedua paslon sempat bertemu dan bersalaman di lobi Prime Plaza Hotel Sanur. Giri Prasta, Calon Wakil Gubernur nomor urut 2, bahkan sempat berkelakar dengan menyanyikan sepenggal lirik lagu “Mau Dibawa ke Mana” milik Armada ketika bersalaman dengan Calon Wakil Gubernur nomor urut 1, Putu Agus. Gelak tawa atas candaan Giri juga terlontar dari kedua Calon Gubernur, I Wayan Koster dan Made Muliawan.
Setelahnya, kedua paslon diantar oleh pendukung masing-masing ke dalam ballroom. Teriakan dukungan menggema dari kedua sisi menjelang debat dimulai. Sisi Koster-Giri menyerukan slogan “bangkit, jaya, menang” yang telah menjadi andalan semenjak pendaftaran di Komisi Pemilihan Umum (KPU), sementara pendukung Mulia-PAS menyanyikan lagu kampanye.
Adu Proyek Infrastruktur
Semenjak memaparkan visi dan misi, tampak banyak proyek infrastruktur yang disebut oleh kedua pihak. Pasangan nomor urut 1, Mulia-PAS, memiliki komitmen untuk merealisasikan beragam infrastruktur strategis, mulai dari Bandara Bali Utara, pusat pelatihan berbagai cabang olahraga, hingga stadion berstandar internasional. Made Muliawan (De Gadjah) turut menyentil Wayan Koster, Gubernur Bali periode sebelumnya, yang belum merealisasikan beberapa proyek infrastruktur.
“Merealisasikan pembangunan Bandara Bali Utara dan infrastruktur penunjangnya, juga menuntaskan blank spot internet di seluruh Bali. Dua program ini telah dijanjikan lima tahun lalu, tapi tidak terealisasi. Kami, Mulia-PAS, datang untuk merealisasikannya,” kata De Gadjah.
Rencana masif Mulia-PAS lainnya adalah pembangunan Pelabuhan Celukan Bawang yang berstandar internasional guna meningkatkan aksesibilitas Bali. Selain itu, pasangan usungan KIM Plus ini sepakat untuk mengurangi kemacetan dengan pembangunan MRT, tol terintegrasi, serta fasilitas park and ride yang dapat memudahkan mobilitas masyarakat.
Terkait anggaran proyek-proyek yang diungkap, Muliawan menegaskan slogan “satu jalur dengan pemerintah pusat” untuk meringankan anggaran. Menurut sang politikus asal Gerindra itu, kondisi fiskal Bali ada dalam keadaan defisit dengan beban pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang cukup besar.
“Prinsip satu jalur itu akan membantu kita menambah anggaran dan program-program,” ucapnya.
Tidak kalah dengan lawannya, Koster-Giri memaparkan konsep pembangunan berkelanjutan dan rencana eksekusi pembangunan dengan video animasi. Dari animasi tersebut, diketahui pasangan calon usungan PDIP ini akan membangun infrastruktur penunjang jalan di beberapa lokasi rawan macet, seperti underpass Ahmad Yani, underpass Tohpati, jalan shuttle dari parkir Sanur menuju pelabuhan Sanur.
“Denpasar paling banyak macetnya, sehingga harus prioritas supaya wisatawan nyaman berwisata. Badung juga macet, jadi harus diselesaikan dengan cepat,” tutur Wayan Koster.
Pasangan Koster-Giri juga berkomitmen merestorasi objek wisata dan ibadah Pura Agung Besakih, sebab banyak pelinggih (tempat pemujaan) yang rusak berat. Pasangan nomor urut 2 tersebut juga berjanji membangun jalan penghubung di Karangasem, Klungkung, Buleleng, Badung, dan Denpasar, termasuk tol Gilimanuk-Mengwi di Bali Barat. Sentra perikanan di Pelabuhan Amed, Karangasem menjadi sasaran Koster-Giri untuk pengembangan Bali Timur.
Perda Nominee: Langkah Tegas atau Melegalkan yang Ilegal?
Peraturan Daerah (Perda) Nominee menjadi salah satu produk hukum yang akan digodok paslon Koster-Giri apabila kelak terpilih menduduki kursi nomor satu di Bali. Peraturan tersebut dikatakan akan menjadi solusi untuk menindak pengelola vila tanpa izin, sindikat orang asing bermodus kawin kontrak dengan warga negara Indonesia, serta penanaman modal asing (PMA).
Inisiasi Koster-Giri tersebut turut mendapat sorotan dari lawannya, Mulia-PAS. Dalam segmen debat antar-paslon, cawagub nomor urut 1, Putu Agus, menanyakan pendapat mengenai istilah “nominee” yang paslon nomor urut 2 bawakan.
Sebagai respons, Giri Prasta menegaskan bahwa aturan yang ada selama ini belum mampu menuntaskan beragam permasalahan pariwisata yang ada di Bali, seperti pinjam nama WNI oleh WNA, kesulitan Pemda melacak WNA yang menanam investasi di atas Rp10 miliar, serta pengelolaan vila tanpa izin. Mantan Bupati Badung itu pun pernah menemukan WNA yang tidak jujur saat disidak. Wisatawan asing tersebut telah memesan vila dari negara asal, tetapi mengaku tinggal di vila milik keluarga untuk menghindari pembayaran pajak.
“Hal pertama yang kami buat adalah Perda Nominee. Ini harus melibatkan Kemenkumham, Forkopimda Provinsi, Kabupaten, dan Kota, untuk merumuskan Perda Nominee ini. Sebelum ada Perda Nominee, tidak ada yang bisa menindaklanjuti kasus-kasus nominee ini,” beber Giri Prasta ketika sesi debat berlangsung.
Debat kian panas ketika Putu Agus mengemukakan ketidaksetujuannya mengenai Perda Nominee yang dikemukakan Koster-Giri. Istilah “melegalkan yang ilegal” muncul dari Mantan Bupati Buleleng tersebut, sebab melanggar aturan pemerintah tentang penanaman modal asing. Selain itu, kontradiktif dengan tujuannya, Perda Nominee memberikan akses penguasaan tanah yang lebih mudah kepada WNA.
“Berarti itu melegalkan yang ilegal, sebab kalau penanaman modal yang nilainya lebih dari Rp10 miliar, sudah ada aturannya itu dalam bentuk PMA. Tapi, kalau bicara hak sewa tanah orang asing, ada batasannya. Kalau ini dibiarkan dimiliki orang asing, dilegalkan, bisa habis tanah di Bali dimiliki oleh orang asing,” ungkap Putu Agus.
Membalas pernyataan Putu Agus, Giri Prasta menyatakan bahwa Pemda tidak bisa melarang WNA untuk berinvestasi atau mempunyai usaha di Bali karena sesuai dengan undang-undang terkait PMA. Namun, tentu diperlukan regulasi untuk menata pembangunan vila di Bali.
“Orang asing itu bisa memiliki hak pengelolaan, hak guna usaha, dan hak sewa. Ini sudah diatur oleh regulasi. Kedua, di atas Rp10 miliar itu bisa berusaha. Karena ini undang-undang, kalau dilarang berarti kita melanggar konstitusi yang ada. Cara melawan hukum kan gampang, jangan dilanggar. Maka daripada itu, Perda Nominee ini akan menjadi sebuah solusi,” kata Giri.
Menyoal Penyaluran Pajak Hotel dan Restoran Kabupaten Badung
Perbedaan pendapat antara Mulia-PAS dan Koster-Giri turut tampak saat membahas penyaluran pajak hotel dan restoran (PHR) Kabupaten Badung, Bali. Cagub nomor urut 1, Made Muliawan, menilai penyaluran hasil PHR Kabupaten Badung seharusnya dikoordinasikan langsung oleh Pemerintah Provinsi Bali. Selama ini, penyisihan PHR Kabupaten Badung langsung didistribusikan kepada kabupaten-kabupaten penerima, tanpa melalui provinsi.
“Bagaimana mekanisme bagi yang paling ideal untuk pajak hotel restoran? Apakah seperti saat ini, dikelola Pemkab Badung atau kembali seperti dulu, dibagi provinsi?” tanya Muliawan kepada Koster-Giri di segmen kelima debat.
Mantan Bupati Badung, Giri Prasta, langsung menjawab pertanyaan tersebut dengan mengatakan kewenangan mengelola bagi hasil PHR dapat dilakukan Pemkab Badung sejak 2017. Sebagai daerah dengan PHR tertinggi, bagi hasil dilakukan agar dana pajak yang didapatkan Kabupaten Badung dapat merata ke semua kabupaten dan kota yang ada di Bali. Imbasnya pula, perekonomian dan daya beli masyarakat Bali dapat meningkat.
“Dengan tumbuhnya nilai beli warga, di situ menciptakan kesejahteraan yang berkeadilan. Dengan pendapatan pajak yang tinggi, akan dibangun infrastruktur dan budaya Bali berbasis pariwisata, termasuk bedah rumah, pura, wantilan karena itu simbol budaya Hindu. Termasuk juga jalan Kabupaten, Provinsi, dan gang,” jelas Giri.
Merespons jawaban pasangan nomor urut 2, Muliawan langsung mengungkit janji Giri Prasta terkait keberlanjutan kebijakan PHR. Apabila kelak menang dalam Pilkada Bali, kewenangan mengelola dana yang dimiliki Giri sewaktu menjabat sebagai Bupati Badung akan hilang.
“Pak Giri berjanji Rp500 miliar di Buleleng, Rp100 miliar di Klungkung, Rp100 miliar di Kabupaten/Kota. Seandainya jadi gubernur, bagaimana cara membagikan uang itu kepada Kabupaten/Kota? Bagaimana cara mengakses APBD Badung?” tanya De Gadjah kembali.
Wayan Koster kembali mengungkit bahwa kewenangan mengatur bagi hasil PHR sudah tercantum dalam Perda Bali. Pemerintah Provinsi Bali berfungsi untuk mengarahkan penggunaannya agar efektif.
Penulis: Sandra Gisela
Editor: Abdul Aziz