tirto.id - Empat gol yang dilesakkan Harry Kane ke gawang Leicester City saat Tottenham Hotspur menghajar tuan rumah dengan skor telak 1-6 dalam lanjutan Premier League pada Jumat (19/5/2017) menempatkannya sebagai kandidat paling kuat untuk meraih gelar top skor musim 2016/2017 ini.
Quattrick di King Power Stadium itu membuat catatan golnya menjadi 26 gol dari 37 laga. Kane melewati jumlah gol juru gedor Everton, Romelu Lukaku, yang mengumpulkan 24 gol, serta Alexis Sanchez dari Arsenal dengan 23 gol-nya.
Besar kemungkinan Kane akan menjadi top skor musim ini yang tinggal menyisakan satu pertandingan lagi.
Di pekan pamungkas nanti, Lukaku dan Sanchez akan saling adu bobol karena Everton bakal dijamu The Gunners. Sedangkan peluang Kane untuk menambah pundi-pundi gol sekaligus mempertahankan sepatu emas terbilang lebih besar karena Spurs “hanya” akan menghadapi Hull City yang sudah pasti terdegradasi.
Algojo Penyelamat Muka Inggris
Terlepas dari sentimen antar-klub Premier League, publik Inggris sudah selayaknya berterima kasih kepada Kane. Berkat pesepakbola berusia 23 tahun itu, taring The Three Lions yang mulai ompong lantaran masa jaya Wayne Rooney mulai habis kini berpotensi bertaji lagi, juga terkait gengsi bomber lokal di kompetisi domestik yang sempat dikuasai penyerang asing.
(Baca juga: Musim Sunyi Wayne Rooney)
Tengok saja riwayat daftar pencetak gol terbanyak Liga Inggris. Dekade pertama sejak era Premier League dimulai pada 1992/1993, pemain lokal memang mendominasi sebagai top skor. Dimulai dari Teddy Sheringham, Andy Cole, Alan Shearer, Chris Sutton, Dion Dublin, Michael Owen, hingga Kevin Philips.
Namun, sejak milenium baru atau sedari musim 2000/2001, tidak ada satupun striker asli Inggris yang mampu menjadi top skor Premier League. Tren negatif akut yang telah berlangsung selama 16 musim itu akhirnya bisa dipatahkan musim lalu oleh seorang algojo muda, siapa lagi kalau bukan Harry Kane.
Kane mencetak 25 gol di Premier League musim 2015/2016 lalu, dan berpeluang besar mengulangi prestasinya pada musim ini. Ia juga telah membuktikan bahwa dirinya bukanlah tipikal “penyerang pohon pisang” yang hanya subur semusim saja.
Prasangka striker musiman memang sempat disematkan kepada Kane usai tampil produktif musim lalu. Kane dikhawatirkan mengulang anomali yang pernah terjadi pada Chris Sutton, Dion Dublin, juga Kevin Philips di masa silam.
Sutton (Blackburn Rovers) dan Dublin (Conventry City) menjadi top skor bersama Premier League bareng Michael Owen (Liverpool) pada musim 1997/1998. Ketiganya sama-sama mencetak 18 gol waktu itu.
Namun, di musim berikutnya, performa Sutton dan Dublin langsung anjlok, keduanya hanya mampu menceploskan masing-masing 3 gol saja. Hanya Owen seorang yang tetap konsisten dan sukses mengulang prestasinya sebagai peraih sepatu emas.
Tentang pertarungan para striker di Premier League, baca: Pembuktian Tajam di Liga Terkejam.
Nasib Kevin Philips sedikit lebih baik kendati tidak bisa juga dibilang memuaskan. Setelah tampil luar biasa dengan menorehkan 30 gol untuk Sunderland pada musim 1999/2000, jumlah gol Phillips di musim 2000/2001 berkurang hampir separuhnya, yakni mencetak 14 gol.
Kane sendiri sebenarnya sudah cukup konsisten sejak dipercaya menjadi andalan di sektor gedor Tottenham Hotspur sedari musim 2014/2015 yang dituntaskannya dengan 21 gol. Sejak itu, produktivitasnya menunjukkan progress yang sangat baik hingga musim ini.
Pertaruhan di Level Internasional
Bagi publik Inggris, konsistensi yang dipertontonkan Kane setidaknya memberikan sedikit ketenangan akan masa depan lini depan tim nasional mereka meskipun juga belum tentu menjadi jaminan. Hingga saat ini saja, Kane baru mengoleksi 5 gol dari 17 caps-nya buat The Three Lions.
Timnas Inggris sebenarnya punya tradisi hebat di posisi striker utama kendati tidak berbanding lurus dengan prestasi secara tim. Sebutlah dari periode Bobby Charlton dan Jimmy Greaves sampai akhir dekade 1960-an, kemudian era Gary Lineker, Alan Shearer, Michael Owen, hingga Wayne Rooney yang masih menjadi top skor tim nasional dengan 53 gol-nya.
(Baca juga: Sepakbola Inggris Adalah Omong Kosong)
Nah, karier Rooney kini telah mendekati masa purna, dan muncullah Kane yang digadang-gadang bakal menjadi penerusnya. Mirisnya, Kane seolah-olah hanya seorang diri karena belum ada penyerang lokal lainnya yang benar-benar bisa dijamin keandalannya. Jika cuma bergantung pada Kane, masa depan bomber Inggris terancam suram.
Jamie Vardy, misalnya, memang sempat membuat kejutan bersama Leicester City musim lalu, 24 gol-nya mengantarkan The Fox meraih tahta Premier League 2015/2016. Namun, seiring menurunnya performa Leicester, torehan gol Vardy pun berkurang jauh, 12 gol sampai jelang akhir musim ini. Lagipula usianya sudah memasuki kepala tiga.
Jumlah gol Jermain Defoe yang kini memperkuat Sunderland memang sedikit lebih baik, yakni 15 gol. Namun, umur Defoe yang telah mencapai angka 34 tahun sudah terbilang gaek untuk dijadikan andalan di timnas, sama seperti yang dialami oleh Rooney.
Selain Kane, Inggris memang masih punya striker berpotensi lainnya yakni Marcus Rashford milik Manchester United. Namun, peran pemuda 19 tahun itu belum sekrusial atau semapan Kane di klubnya. Jose Mourinho jarang memasangnya sebagai ujung tombak, dan lebih memilih berburu bomber lain jika Zlatan Ibrahimovic hengkang.
Adapun para penyerang lokal yang namanya sempat mencuat macam Daniel Sturridge (Liverpool) atau Danny Welbeck (Arsenal) masih dipertanyakan konsistensinya. Penampilan mereka di klub seringkali angin-anginan dan kerap bermasalah dengan cedera kendati keduanya sedang menapaki usia emas.
(Baca juga: Lemas di Usia Emas)
Cuma 3 gol yang bisa disumbangkan Sturridge untuk Liverpool musim ini dari 19 kali berlaga. Welbeck di Arsenal sama saja, 14 pertandingan dilaluinya hanya dengan 2 biji gol saja. Dan, sama seperti Rashford, keduanya bukan pilihan utama untuk mengisi posisi sebagai target man, beda dengan Kane di Tottenham Hotspur.
Situasi seperti ini membuat pencapaian apik Kane di klub menjadi pertaruhan untuk level internasional bersama Inggris. Jangan sampai ia mendapat cemooh yang sempat ditujukan kepada Lionel Messi, teramat sangat luar biasa di Barcelona tapi seolah kurang daya manakala mengemban tugas negara untuk Argentina.
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Zen RS