tirto.id - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung mengumumkan jumlah populasi harimau sumatera (Panthera Tigris Sumatrae), yang hidup di kawasan hutan wilayah Provinsi Bengkulu, kini diperkirakan tersisa 17 ekor saja.
"Hasil monitoring pada 2016 melalui spot gangguan atau konflik baik dari laporan masyarakat maupun hasil patroli petugas, diperkirakan populasi harimau di Bengkulu tinggal 17 ekor," kata Koordinator Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) BKSDA Bengkulu-Lampung, Said Jauhari di Bengkulu, pada Senin (23/1/2017) seperti dikutip Antara.
Said mengatakan selama ini kasus konflik satwa dilindungi harimau yang tertinggi terjadi di wilayah Kabupaten Seluma, Bengkulu. Selanjutnya, kasus tertinggi kedua ada di Kabupaten Bengkulu Utara.
Menurut dia fragmentasi kawasan hutan akibat perambahan liar menjadi kebun serta perburuan satwa liar menjadi ancaman utama pelestarian harimau Sumatera. Padahal, pemerintah menargetkan peningkatan populasi harimau Sumatera dan gajah Sumatera di habitatnya sebesar 3 persen per tahun.
"Untuk peningkatan populasi satwa terancam punah ini, kami memprioritaskan perlindungan kawasan hutan yang menjadi habitatnya," ujar Said.
Salah satu kawasan yang dianggap menjadi rumah harimau Sumatera saat ini ialah Taman Buru Semidang Bukit Kabu yang seluas 9.000 hektare di Kabupaten Seluma.
Karena itu, kata Said, BKSDA Bengkulu-Lampung kini sedang berupaya keras mengatasi dampak perambahan hutan di lahan seluas 1.500 hektar yang termasuk dalam kawasan Taman Buru Semidang Bukit Kabu.
Selain itu, penguatan perlindungan kawasan tersebut juga dilakukan dengan mengusulkan peningkatan status kawasan hutan itu dari taman buru menjadi kawasan suaka margasatwa.
"Karena selain harimau, di kawasan hutan itu juga terdapat jenis satwa liar dilindungi lainnya seperti siamang dan beruang madu," katanya.
Said menambahkan, bila habitat satwa langka itu dalam kondisi baik, maka secara alamiah populasinya berpeluang besar akan bertambah sehingga ancaman kepunahan satwa bisa dihindari.
Perburuan satwa langka, termasuk harimau sumatera sebagai sasaran utamanya, hingga sekarang masih terus terjadi di kawasan Pulau Sumatera.
Misalnya, pada November 2016 lalu, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jambi berhasil mengungkap kasus perdagangan satwa langka dengan menyita 2.600 lembar kulit hewan yang dilindungi.
Di antara barang sitaan itu, ada dua lembar kulit harimau sumatera yang dibeli oleh pengepul barang dagangan terlarang itu dari pemburu liar dengan harga Rp100 juta.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom