Menuju konten utama

Hari Valentine: Aceh, Kalteng, NTB Larang Rayakan Hari Kasih Sayang

Di Indonesia, Valentine identik dengan memberikan bunga, coklat, atau boneka kepada orang-orang yang disayangi.

Hari Valentine: Aceh, Kalteng, NTB Larang Rayakan Hari Kasih Sayang
Siswa SMP Muhammadiyah 2 Surabaya memegang poster saat mengikuti aksi stop peringatan Hari Valentine di Surabaya, Jawa Timur, Senin (13/2). ANTARA FOTO/Zabur Karuru.

tirto.id - Perayaan Hari Valentine atau Hari Kasih Sayang yang diperingati setiap tanggal 14 Februari telah menjadi perayaan global. Masyarakat Cina menyebut hari Valentine sebagai Qizi, atau Festival Malam Ketujuh, yang jatuh pada hari ketujuh, bulan ketujuh setiap tahunnya.

Sementara di Denmark, pemerintah setempat memutuskan Hari Valentine pada 14 Februari sebagai hari libur nasional. Warga Denmark lebih memilih bunga putih yang disebut 'snowdrops'. Selain itu, mereka juga akan bertukar 'kartu cinta'.

Berbeda dengan Denmark, Perancis justru telah lebih dulu merayakan Valentine sebagai hari kasih sayang. Dikutip dari Huffington Post, negara tersebut justru menjadi negara pertama yang memiliki kartu Valentine.

Saat itu, Charles, Duke of Orleans mengirim surat cinta untuk istrinya saat berada dipenjara di The Tower of London pada 1415. Sejak saat itu, mengirim kartu Valentine menjadi hal yang populer di Perancis.

Di Indonesia, Valentine identik dengan memberikan bunga, coklat, atau boneka kepada orang-orang yang disayangi. Tetapi belakangan, perayaan ini justru menuai penolakan di sejumlah tempat.

Berikut daerah-daerah Indonesia yang melarang perayaan Valentine dikutip dari Antara:

1. Kalimantan Tengah

Pemprov Kalimantan Tengah melarang seluruh pelajar di wilayah itu merayakan Hari Valentine. Larangan itu ditegaskan melalui surat imbauan kepada Kepala Sekolah SMA, MA, SMK, SMP dan MTs se-Kalteng yang ditandatangani Plt Sekda Kalteng Fahrizal Fitri.

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalteng, Bima Ekawardhana mengatakan perayaan itu cenderung digunakan sebagai ajang pergaulan bebas yang tidak sesuai dengan ajaran agama dan budaya masyarakat, sehingga kebiasaan merayakan Valentine dinilai harus ditiadakan dan dihilangkan di kalangan pelajar dan generasi muda.

"Kami mengimbau sekolah mengingatkan siswa mereka untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat. Lebih baik melaksanakan kegiatan-kegiatan positif dan meraih prestasi," kata Bima, Selasa (13/2/2018).

Bima mengimbau pelajar di Kotawaringin Timur tidak mudah terpengaruh budaya negatif yang datang karena akan merugikan diri sendiri dan orang lain. Generasi muda harus bisa menyaring budaya luar yang masuk sehingga bisa mengambil manfaat positifnya dan menjauhi dampak negatifnya.

2. Aceh

Gubernur Aceh Irwandi Yusuf melarang perayaan Hari Valentine di wilayahnya karena tidak sesuai dengan budaya dan bertentangan dengan syariat Islam.

"Valentine's Day merupakan budaya yang tidak sesuai dengan Aceh dan Syariat Islam," kata Irwandi, Selasa (13/2/2018).

Irwandi mengklarifikasi sejumlah pemberitaan yang seakan-akan dirinya membolehkan perayaan Valentine's Day di Aceh saat dirinya diwawancarai wartawan di depan istana Wakil Presiden di Jakarta.

Menurut Irwandi saat itu dia sedang menjawab beberapa pertanyaan termasuk soal investasi, agenda bertemu Wapres, pelarangan waria dan larangan perayaan tahun baru.

"Saya berpikir pertanyaan tersebut bukan soal Valentine's Day, karena ramainya wartawan, pertanyaan kurang jelas terdengar," jelasnya.

Ia mengatakan kalau ia mengetahui pertanyaan saat itu tentang Valentine's Day pasti jawabannya akan dengan tegas melarang perayaan tersebut, sedangkan penjelasan dalam wawancara tersebut Gubernur Aceh Larang Perayaan Valentine's Day.

3. Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat

Dinas Pendidikan Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat melarang seluruh pelajar merayakan Hari Valentine di dalam maupun luar lingkungan sekolah.

Sekretaris Dinas Pendidikan (Disdik) Dharmasraya, Reno Lazuardi mengatakan pelarangan itu untuk mengantisipasi dampak negatif yang ditimbulkan dari perayaan itu, seperti narkoba dan seks bebas.

"Jadi, prinsipnya adalah kami jaga-jaga sehingga semuanya memberikan perhatian. Jangan sampai nanti sekolah malah tidak memperhatikan anak-anak didiknya sehingga melakukan hal negatif yang merugikan dirinya sendiri," kata dia.

Namun, ia menegaskan tidak melarang siswa membagi-bagikan cokelat kepada kawan-kawannya dengan tujuan untuk menjalin persaudaraan, gotong royong dan hal positif lainnya.

"Jadi yang kami imbau jangan sampai melakukan kegiatan yang merugikan. Kalau misalnya mau memberikan cokelat boleh saja. Yang tidak boleh itu kalau kemudian melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma," ujarnya.

4. Mataram, Nusa Tenggara Barat

Wali Kota Mataram H Ahyar Abduh melarang perayaan Hari Valentine di wilayahnya karena bukan budaya bangsa yang harus dilestarikan. Ia juga telah meminta Dinas Pendidikan memberikan imbauan kepada siswa dan wali murid agar anak-anak lebih fokus ke proses belajar.

Kasatpol PP Bayu Pancapati juga akan menggencarkan patroli untuk mencegah dan mengantisipasi perayaan Valentine menyusul larangan dari pemerintah daerah setempat. Namun perayaan itu hanya dilarang dilakukan di tempat umum dan lingkungan sekolah.

Sementara perayaan yang dilakukan di hotel dan kafe-kafe, tidak dapat sepenuhnya dilarang sebab hal itu juga menjadi bagian dari pendapatan para pengusaha.

5. Bima, Nusa Tenggara Barat

Walikota Bima, Nusa Tenggara Barat, H Qurais H Abidin juga meminta seluruh pimpinan perguruan tinggi dan kepala sekolah/madrasah di Kota Bima melarang mahasiswa/pelajar merayakan Hari Kasih Sayang.

Ia pun mengimbau untuk membuat surat pemberitahuan kepada seluruh orang tua dan wali murid untuk mengawasi anaknya.

Selain itu, Wali Kota juga meminta Ormas Islam menjaga ketertiban sosial dengan menegakkan dakwah amar makruf nahi munkar, dengan menjunjung tinggi aturan hukum yang berlaku dan tetap melakukan koordinasi dengan aparat dan dinas terkait pada setiap aksi yang dilakukan.

Baca juga artikel terkait VALENTINE atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto