Menuju konten utama

Hari Radio Nasional 2021 & HUT RRI 11 September: Sejarah Lahirnya

Sejarah Hari Radio Nasional 11 September 2021 dan lahirnya RRI.

Hari Radio Nasional 2021 & HUT RRI 11 September: Sejarah Lahirnya
Pelestari radio antik Denny Kusumah memeriksa radio antik di kediamannya di Arcamanik, Bandung, Jawa Barat, Senin (16/11/2020). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/foc.

tirto.id - Hari Radio Nasional diperingati setiap 11 September, bersamaan dengan hari lahir Radio Republik Indonesia (RRI) yang 11 September 1945. Maka hari ini ini disebut juga sebagai HUT RRI.

Dilansir situs web KPI, RRI didirikan sebulan setelah siaran radio Hoso Kyoku dihentikan tanggal 19 Agustus 1945. Hoso Kyoku adalah pusat radio siaran Jepang yang berkedudukan di Jakarta.

Sejak Hoso Kyoku dihentikan, masyarakat menjadi buta akan informasi dan tidak tahu apa yang harus dilakukan setelah Indonesia merdeka.

Apalagi, radio-radio luar negeri saat itu mengabarkan bahwa tentara Inggris yang mengatasnamakan sekutu akan menduduki Jawa dan Sumatera.

Tentara Inggris dikabarkan akan melucuti tentara Jepang dan memelihara keamanan sampai pemerintahan Belanda dapat menjalankan kembali kekuasaannya di Indonesia.

Dari berita-berita itu juga diketahui, sekutu masih mengakui kedaulatan Belanda atas Indonesia dan kerajaan Belanda dikabarkan akan mendirikan pemerintahan benama Netherlands Indie Civil Administration (NICA).

Menanggapi hal tersebut, orang-orang yang pernah aktif di radio pada masa penjajahan Jepang menyadari radio merupakan alat yang diperlukan oleh pemerintah RI untuk berkomunikasi dan memberi tuntunan kepada rakyat.

Oleh karena itu, 8 wakil dari radio Hosu Kyoku mengadakan pertemuan bersama pemerintah di Jakarta. Mereka adalah Abdulrahman Saleh, Adang Kadarusman, Soehardi, Soetarji Hardjolukita, Soemarmadi, Sudomomarto, Harto dan Maladi.

Pada 11 September 1945 pukul 17.00, delegasi radio sudah berkumpul di bekas gedung Raad Van Indje Pejambon dan diterima sekretaris negara.

Abdulrahman Saleh yang menjadi ketua delegasi menguraikan garis besar rencana pada pertemuan tersebut. Salah satunya adalah mengimbau pemerintah untuk mendirikan radio sebagai alat komunikasi antara pemerintah dengan rakyat mengingat tentara sekutu akan mendarat di Jakarta akhir September 1945.

Radio dipilih sebagai alat komunikasi karena lebih cepat dan tidak mudah terputus saat pertempuran. Untuk modal operasional, delegasi radio menyarankan agar pemerintah menutut Jepang supaya bisa menggunakan studio dan pemancar-pemancar radio Hoso Kyoku.

Mendengar hal itu, sekretaris negara dan para menteri keberatan karena alat-alat tersebut sudah terdaftar sebagai barang inventaris sekutu. Para delegasi pun mengambil sikap meneruskan rencana mereka dengan memperhitungkan risiko peperangan.

Pada akhir pertemuan, Abdulrachman Saleh membuat simpulan antara lain, dibentuknya Persatuan Radio Republik Indonesia yang akan meneruskan penyiaran dari 8 stasiun di Jawa, mempersembahkan RRI kepada Presiden dan Pemerintah RI sebagai alat komunikasi dengan rakyat, serta mengimbau supaya semua hubungan antara pemerintah dan RRI disalurkan melalui Abdulrachman Saleh.

Pemerintah menyanggupi simpulan tersebut dan siap membantu RRI meski mereka tidak sependapat dalam beberapa hal.

Pada pukul 24.00, delegasi dari 8 stasiun radio di Jawa mengadakan rapat di rumah Adang Kadarusman.

Para delegasi yang ikut rapat saat itu adalah Soetaryo dari Purwokerto, Soemarmad dan Soedomomarto dari Yogyakarta, Soehardi dan Harto dari Semarang, Maladi dan Soetardi Hardjolukito dari Surakarta, serta Darya, Sakti Alamsyah dan Agus Marahsutan dari Bandung.

Dua daerah lainnya, Surabaya dan Malang tidak ikut serta karena tidak adanya perwakilan. Hasil akhir dari rapat itu adalah didirikannya RRI dengan Abdulrachman Saleh sebagai pemimpinnya.

Baca juga artikel terkait HARI PENTING atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Dipna Videlia Putsanra