tirto.id - Hari Film Nasional diperingati pada tanggal 30 Maret setiap tahunnya. Tahun ini, peringatan Hari Film Nasional telah memasuki usia ke-71.
Peringatan Hari Film Nasional 30 Maret ini dimulai karena tanggal tersebut adalah hari pertama pengambilan gambar film Darah dan Doa atau Long March of Siliwangi yang disutradarai oleh H. Usmar Ismail.
Peringatan Hari Film Nasional merupakan hari bersejarah yang diperingati oleh seluruh masyarakat, yang dapat mendorong lahirnya film-film dengan nilai pendidikan dan budaya yang beragam.
Siapa Umar Ismail?
Usmar Ismail adalah seorang sutradara film Indonesia dan dianggap sebagai warga pribumi pelopor perfilman Indonesia, dan ia lahir pada 1921.
Jasanya yang besar di bidang Perfilman membuat namanya dikenang dalam salah satu ajang penghargaan bagi insan perfilman di Indonesia: Usmar Ismail Awards.
Usmar Ismail Awards telah dua kali diadakan, sejak tahun 2016 lalu. Ajang ini juga dihadirkan untuk memperingati Hari Film Nasional dan menghormati bapak perfilman nasional, H. Usmar Ismail.
Selama hidupnya, antara tahun 1950-1970, H. Usmar Ismail telah menghasilkan 33 film layar lebar dan suskes mendirikan Perfini (Pusat Perfilman Nasional Indonesia).
Sayangnya, H. Usmar Ismail meninggal di usianya yang belum genap 50 tahun, karena pendarahan di otak.
Usmar Ismail wafat dalam kekecewaan yang mendalam, akibat kerjasama Perfini dengan International Film Company asal Italia saat membuat film Adventures in Bali yang bermasalah.
Pada Hari Film Nasional tahun ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyelenggarakan peringatan Hari Film Nasional ke-71 yang jatuh pada 30 Maret 2021 sekaligus peringatan 100 tahun tokoh perfilman Indonesia H Usmar Ismail.
“Peringatan Hari Film Nasional 2021 kali ini lebih semarak dari sebelumnya, meskipun masih dalam suasana pandemi COVID-19. Serangkaian kegiatan diselenggarakan, baik secara daring maupun luring, dengan memenuhi protokol kesehatan,” ujar Direktur Perfilman, Musik, dan Media Baru Kemendikbud, Ahmad Mahendra dikutip dari Antara.
Ia menuturkan, Peringatan Hari Film Nasional tahun ini juga menjadi momentum masyarakat Indonesia untuk bersama kembali ke bioskop sebagai apresiasi atas karya anak bangsa tentunya dengan menerapkan protokol kesehatan.
Daftar Film Usmar Ismail
Berikut ini adalah daftar film karya Usmar Ismail selama hidupnya.
- Darah dan Doa (1950)
- Enam Djam di Djogdja (1951)
- Dosa Tak Berampun (1951)
- Kafedo (1953)
- Krisis (1953)
- Lewat Djam Malam (1954)
- Lagi-Lagi Krisis (1955)
- Tamu Agung (1955)
- Tiga Dara (1956)
- Sengketa (1957)
- Delapan Pendjuru Angin (1957)
- Asrama Dara (1958)
- Pedjuang (1960)
- Laruik Sandjo (1960)
- Toha, Pahlawan Bandung Selatan (1961)
- Korban Fitnah (1961)
- Amor dan Humor (1961)
- Anak Perawan di Sarang Penjamun (1962)
- Bajangan di Waktu Fadjar (1962)
- Masa Topan dan Badai (1963)
- Anak-Anak Revolusi (1964)
- Liburan Seniman (1965)
- Ja Mualim (1968)
- Big Village (1969)
- Bali (1970)
- Ananda (1970)
Sinopsis Film Usmar Ismail
Berikut ini adalah sinopsis film Usmar Ismail di antaranya adalah:
1. Darah dan Doa (1950)
Divisi Siliwangi, yang semula berkantor pusat di Jawa Barat, untuk sementara bermarkas di Jawa Tengah berdasarkan Perjanjian Renville.
Setelah memadamkan pemberontakan komunis di Madiun dengan membunuh banyak anggota Partai Komunis Indonesia, mereka pun beristirahat.
Pimpinan divisi, Kapten Sudarto, bertemu dengan seorang perempuan bernama Connie, yang berasal dari Bandung.
Keduanya menjadi teman cepat, tetapi setelah serangan Belanda dilancarkan di ibu kota Yogyakarta, mereka harus berpisah saat divisi tersebut menuju ke barat.
Kapten Sudarto memimpin anak buahnya, bersama dengan para perempuan dan anak-anak lebih dari 200 kilometer. Mereka beristirahat di siang hari dan melakukan perjalanan di pagi dan sore hari.
Mereka menghadapi kelaparan, kekurangan persediaan, dan serangan udara Belanda. Dalam perjalanannya, Sudarto mulai jatuh hati pada perawat bernama Widya.
2. Lewat Djam Malam (1954)
Tak lama setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949, militer di Bandung, Jawa Barat, memberlakukan jam malam.
Iskandar (A.N. Alcaff) telah dibebaskan dari TNI dan hampir ditembak saat tiba di Bandung. Dia tinggal di rumah tunangannya Norma (Netty Herawaty) dan keluarganya.
Keesokan harinya, ayah Norma memberikan Iskandar sebuah pekerjaan di kantor gubernur. Sementara Norma dan saudara laki-lakinya berbelanja untuk pesta penyambutan di rumah.
Akan tetapi, pekerjaan tersebut berakhir buruk, dan Iskandar dengan cepat dipecat.
3. Tiga Dara (1956)
Tiga saudara perempuan, Nunung (Chitra Dewi), Nana (Mieke Wijaya) dan Nenny (Indriati Iskak) diasuh oleh nenek mereka (Fifi Young) di Jakarta setelah kematian ibu mereka.
Meskipun mereka juga tinggal dengan ayah mereka, Sukandar (Hassan Sanusi), tetapi dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya sendiri sehingga tidak memperhatikan tiga saudari tersebut.
Suatu hari, nenek mereka mengatakan kepada Sukandar bahwa dia tidak akan hidup untuk melihat Nunung, yang sudah berusia 29 tahun menikah.
Sukandar lantas setuju untuk mengundang rekan-rekan prianya ke rumah dan berpesta. Saat mereka datang beberapa hari kemudian, Nunung memukau semua yang hadir dengan permainan piano dan nyanyiannya.
Namun, para pria tersebut dianggap sudah terlalu tua, dan nenek bersikeras agar Sukandar mencari lelaki yang lebih muda untuk datang.
Editor: Yulaika Ramadhani