Menuju konten utama

Hari Film Nasional: Daftar Sutradara Terbaik FFI 10 Tahun terakhir

Festival Film Indonesia (FFI) adalah penghargaan musik terkemuka di Indonesia, berikut daftar sutradara terbaik selama satu dekade terakhir. 

Hari Film Nasional: Daftar Sutradara Terbaik FFI 10 Tahun terakhir
Ilustrasi piala citra Festival Film Indonesia (FFI). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

tirto.id - Hari Film Nasional diperingati setiap tanggal 30 Maret. Peringatan ini dimulai karena tanggal tersebut merupakan hari pertama pengambilan gambar film Darah & Doa atau Long March of Siliwangi yang disutradarai oleh H. Usmar Ismail, seorang pelopor perfilman Indonesia.

Usmar Ismail merupakan seorang sutradara film Indonesia dan dianggap sebagai pelopor perfilman Indonesia. Jasanya yang besar di bidang Perfilman membuat namanya dikenang dalam salah satu ajang penghargaan bagi insan perfilman di Indonesia: Usmar Ismail Awards.

Usmar Ismail Awards telah dua kali diadakan, sejak tahun 2016 lalu. Ajang ini juga dihadirkan untuk memperingati Hari Film Nasional dan menghormati bapak perfilman nasional, H. Usmar Ismail.

Di tahun keduanya, ajang ini melibatkan kerja sama antara Yayasan Pusat Perfilman H. Usmar Ismail dengan TRANS7. Sepanjang tahun 1950-1970, H. Usmar Ismail telah menghasilkan 33 film layar lebar dan suskes mendirikan Perfini (Pusat Perfilman Nasional Indonesia).

Selain Usmar Ismail Awards, salah satu ajang penghargaan film terkemuka di Indonesia yaitu Festival Film Indonesia (FFI). Salah satu kategori dalam FFI yaitu Sutradara Terbaik. Berikut daftar Sutradara Terbaik FFI dan sinopsis film garapannya dari tahun 2019 sampai 2010.

  • Sutradara Terbaik FFI 2019

Garin Nugroho (Kucumbu Tubuh Indahku)

Film ini mengikuti kisah Juno, seorang pemuda yang hidup dalam trauma kekerasan sejak kecil. Dia tumbuh dengan bakat menjadi penari lengger lanang, tarian perempuan yang dibawakan oleh laki-laki. Setiap persinggahan fase hidup sedikit demi sedikit membuat traumanya bertumpuk.

Saat berlatih lengger, dia melihat gurunya membunuh salah satu murid, sampai pembunuhan teman yang sangat berarti baginya. Orientasi seksual yang berbeda juga menambah rumit hidupnya.

Para pemain yang bergabung di antaranya Muhammad Khan dan Raditya Evandra.

Kala itu, Garin Nugroho bersaing dengan nominasi lain yaitu Ravi L. Bharwani (film 27 Steps of May), Hanung Bramantyo (Bumi Manusia), Gina S. Noer (Dua Garis Biru), dan Riri Riza (Bebas).

  • Sutradara Terbaik FFI 2018

Mouly Surya (Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak)

Marlina merupakan seorang janda yang baru kehilangan suaminya. Selagi mengumpulkan uang untuk biaya pemakaman, jasad suaminya terbaring di ruang tamu. Hingga suatu ketika, datanglah Markus yang berperawakan besar ingin merampok rumahnya dalam setengah jam ke depan.

Marlina membuat rencana untuk meracuni keempat anak buah Markus. Dia juga memenggal kepala Markus saat mereka sedang berhubungan badan. Kepala Markus dia bawa ke kantor polisi yang jaraknya cukup jauh, puluhan kilometer. Perjalanan tersebut terasa sebagai sebuah petualangan metaforis, perjalanan Marlina menemukan kekuatan diri dan kelahiran yang baru.

Pemain yang bergabung di antaranya Marsha Timothy dan Egy Fadly.

Kala itu Mouly Surya bersaing dengan nominasi lain yaitu Edwin (Aruna dan Lidahnya), dan Kamila Andini (Sekala Niskala).

  • Sutradara Terbaik FFI 2017

Edwin (Posesif)

Lala, seorang remaja SMA, setiap hari berlatih loncat indah bersama ayahnya yang keras. Rutinitas yang cenderung membosankan itu berubah ketika dia bertemu dengan Yudhis, siswa baru di SMA-nya. Mereka saling suka dan berpacaran normal, pada awalnya.

Seiring berjalannya waktu, Lala baru mengetahui cinta Yudhis sangat rumit. Yudhis tipe orang yang posesif berlebihan. Tidak jarang Yudhis memukul Lala. Kini, cinta yang awalnya indah dan sederhana berubah menjadi jebakan yang berbahaya.

Para pemain yang bergabung di antaranya Putri Marino, Adipati Dolken, Gritte Agatha, dan Chicco Kurniawan.

Saat itu, Edwin bersaing dengan nominasi lain seperti Emil Heradi (Night Bus), Ernest Prakasa (Cek Toko Sebelah), Hanung Bramantyo (Kartini), Joko Anwar (Pengabdi Setan), dan Ody C. Harahap (Sweet 20).

  • Sutradara Terbaik FFI 2016

Riri Riza (Athirah)

Kehidupan yang cukup getir bagi Athirah terjadi saat suaminya menikah lagi dengan perempuan lain. Budaya yang ada memungkinkan hal itu terjadi tanpa ada celah besar perempuan untuk menolak. Athirah berusaha untuk tetap mempertahankan keluarganya dalam kondisi seperti itu.

Ucu (Yusuf Kalla), sebagai lelaki tertua tidak tahu harus berpihak kepada siapa. Ibunya merupakan orang yang dia cintai, penuh kesabaran dan kebaikan hati, sementara bapaknya tetap menjadi sosok yang dia kagumi.

Para pemain yang bergabung di antaranya Cut Mini dan Christoffer Nelwan.

Kala itu, Riri Riza bersaing dengan nominasi lain seperti Timo Tjahjanto & Kimo Stamboel atau The Mo Brothers (Headshot), Yosep Anggi Noen (Istirahatlah Kata-kata), Upi Avianto (My Stupid Boss), dan Pritagita Arianegara (Salawaku).

  • Sutradara Terbaik FFI 2015

Joko Anwar (A Copy of My Mind)

Sari merupakan pekerja salon kecantikan. Untuk menghibur diri setiap harinya, dia menonton film dari DVD bajakan. Namun, dia sering mengeluh dengan terjemahan DVD bajakan yang buruk. Saat protes dengan penjual DVD, dia akhirnya bertemu dengan Alek, seorang penerjemah DVD bajakan. Mereka saling suka dan menjalin hubungan asmara.

Suatu ketika, Sari mendapat tugas dari bosnya untuk melakukan perawatan di sebuah penjara. Saat sampai di sebuah sel, dia melihat kontrasnya sel biasa dengan yang dia datangi. Ternyata perempuan yang akan melakukan perawatan wajah merupakan perempuan kalangan atas yang terjerat kasus korupsi.

Pada suatu kondisi, Sari mencuri salah satu DVD milik perempuan narapidana. Dia tidak mengetahui bahwa isinya merupakan bukti rekaman obrolan perempuan itu dengan orang di kalangan presiden. Kini dia dalam situasi yang berbahaya.

Para pemain yang bergabung di antaranya Tara Basro, Chicco Jerikho, Maera Panigoro, Paul Agusta, dan Ronny P Tjandra.

Saat itu Joko Anwar bersaing dengan nominasi lain seperti Angga Dwimas Sasongko (Filosofi Kopi), Benni Setiawan (Toba Dreams), Eddie Cahyono (Siti), dan Ismail Basbeth (Mencari Hilal).

  • Sutradara Terbaik FFI 2014

Adriyanto Dewo (Tabula Rasa)

Hans merupakan pemuda asal Serui, Papua, yang bercita-cita menjadi pesepakbola profesional. Namun, perjalanan hidup tidak mengarahkannya ke situ. Saat Hans hampir kehilangan semangat hidupnya, dia bertemu dengan Mak, seorang pemilik rumah makan Minang sederhana.

Banyak perbedaan antara Hans dan Mak, namun ada satu persamaan besar yaitu: mimpi dan semangat hidup mereka terbentuk kembali lewat makanan dan masakan.

Saat berada di rumah makan itu, Hans mendapat penolakan dari Parmanto, juru masak dan Natsir, juru senduak atau pelayan. Keadaan semakin buruk ketika muncul saingan baru di depan warung mereka. Hans, Mak, Natsir dan Parmanto harus menyelesaikan perselisihan di antara mereka untuk menyelamatkan warung mereka.

Para pemain yang bergabung di antaranya Dewi Irawan, Jimmy Kobogau, Yayu Unru, Ozzol Ramdan

Saat itu, Adriyanto Dewo bersaing dengan nominasi lain yaitu Rako Prijanto (3 Nafas Likas), Selamat Pagi, Malam (Lucky Kuswandi), Hanung Bramantyo (Soekarno), dan Riri Riza (Sokola Rimba).

  • Sutradara Terbaik FFI 2013

Rako Prijanto (Sang Kiai)

Film ini bercerita tentang sosok KH Hasyim Asy'ari sebagai pimpinan Pondok Pesantren Tebu Ireng dan juga merupakan pendiri organisasi masa islam Nahdlatul Ulama. Kisah bermula saat zaman penjajahan Jepang tahun 1942 sampai masa-masa menjelang kemerdekaan.

Kita akan menyaksikan saat para kiai termasuk KH Hasyim Asy'ari ditangkap oleh Jepang sampai munculnya perlawanan-perlawanan yang juga dilakukan oleh para santri.

Para pemain yang bergabung di antaranya Ikranagara, Adipati Dolken, Agus Kuncoro Adi, Dayat Simbaia, Christine Hakim, dan Boy Permana.

Kala itu, Rako Prijanto bersaing dengan nominasi seperti Dinna Jasanti (Laura & Marsha), Hanung Bramantyo dan Hestu Saputra (Cinta Tapi Beda), Rizal Mantovani (5cm), dan Upi Avianto (Belenggu).

  • Sutradara Terbaik FFI 2012

Herwin Novianto (Tanah Surga... Katanya)

Hasyim, yang mantan sukarelawan Konfrontasi Indonesia Malaysia tahun 1965 hidup menduda setelah istrinya meninggal. Dia tinggal bersama dua cucunya, Salman dan Salina. Haris, orang tua Salman dan Salina yang juga merupakan anak Hasyim saat itu bekerja dan tinggal di Malaysia.

Beberapa kali Haris membujuk Hasyim untuk pindah ke Malaysia yang secara ekonomi lebih menjanjikan daripada Indonesia. Namun Hasyim menolak dan tetap bertahan di negara yang dia sayangi.

Akhirnya Haris hanya membawa Salina karena Salman ingin tetap bersama kakeknya. Keadaan semakin rumit saat Hasyim tahu bahwa Haris sudah menikah lagi.

Para pemain yang bergabung di antaranya Osa Aji Santoso, Fuad Idris, Ence Bagus, Astri Nurdin, Tissa Biani Azzahra, Ringgo Agus Rahman, dan Andre Dimas Apri.

Saat itu, Herwin Novianto bersaing dengan nominasi lain seperti Erwin Arnada (Rumah di Seribu Ombak), Hanung Bramantyo (Perahu Kertas), Sammaria Simanjuntak (Demi Ucok), dan Teddy Soeriaatmadja (Lovely Man).

  • Sutradara Terbaik FFI 2011

Ifa Isfansyah (Sang Penari)

Srintil dan Rasus lahir dan tumbuh di desa miskin daerah Jawa Tenga pada 1960-an. Mereka saling suka saat kecil. Perjalanan hidup membuat mereka menempuh jalan hidup masing-masing. Rasus menjadi tentara dan berjuang untuk negara. Sementara Srintil menjadi penari.

Kemampuan tarian Srintil yang magis membuat para masyarakat Dukuh Paruk mempercayai bahwa dia titisan ronggeng. Srintil menyadari bahwa menjadi ronggeng tidak hanya menjadi pilihan dukuhnya di pentas-pentas tari, namun Srintil akan menjadi milik semua warga Dukuh Paruk. Rasus menjadi dilema dengan keadaan Srintil saat ini dan perlu memutuskan memilih cinta lamanya atau negara.

Para pemain yang bergabung di antaranya Oka Antara, Prisia Nasution, Slamet Rahardjo, Dewi Irawan, Landung Simatupang, dan Hendro Djarot.

Kala itu, Ifa Isfansyah bersaing dengan nominasi lain seperti Benni Setiawan (Masih Bukan Cinta Biasa), Hanung Bramantyo (?), Hanung Bramantyo (Tendangan dari Langit), dan Kamila Andini (The Mirror Never Lies).

  • Sutradara Terbaik FFI 2010

Benni Setiawan (3 Hati Dua Dunia, Satu Cinta)

Rosid lahir dan tumbuh di keluarga muslim yang taat. Dia bekerja sebagai wartawan lepas dan terobsesi menjadi penyair. Rosid terlihat santai menjalani hidup dengan gayanya sendiri. Sepertinya hal itulah yang menarik hati Delia, perempuan beragama Katolik dan aktivis kampus. Keduanya saling mengagumi dengan tetap mempertahankan keyakinannya masing-masing.

Sayangnya, orangtua mereka tidak setuju dengan jalinan asmara itu. Ayah-ibu Delia terang-terangan menolak, sedangkan ayah-ibu Rosid menjodohkannya dengan gadis berjilbab yang soleh bernama Nabila. Selain itu, Rosid juga dipertanyakan keagamaannya karena tidak bersedia memakai peci dan baju koko. Rosid menganggap hal itu hanya tradisi belaka.

Para pemain yang bergabung di antaranya Reza Rahadian, Laura Basuki, Arumi Bachsin, dan Henidar Amroe.

Kala itu, Benni Setiawan bersaing dengan nominasi lain yaitu Angga Dwimas Sasongko (Hari untuk Amanda), Awi Suryadi (I Know What You Did on Facebook), Deddy Mizwar (Alangkah Lucunya (Negeri Ini)) dan Lola Amaria (Minggu Pagi di Victoria Park).

Baca juga artikel terkait FESTIVAL FILM INDONESIA atau tulisan lainnya dari Sirojul Khafid

tirto.id - Film
Kontributor: Sirojul Khafid
Penulis: Sirojul Khafid
Editor: Alexander Haryanto