tirto.id - Direktur Eksekutif Institute Essential Services and Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan kenaikan harga minyak dunia yang terjadi di antara negara-negara pengekspor bisa jadi bersifat sementara.
Menurutnya, kenaikan minyak yang bersumber akibat serangan terhadap dua kapal tanker minyak di Teluk Oma diharapkan tidak terus berkepanjangan.
“Kalau lihat harga minyak OPEC rata-rata semua naik. Tapi ini sifatnya temporer. Kalau dilihat dari sisi produksi dan permintaan relatif tidak terlalu berubah faktornya,” ucap Fabby saat dihubungi reporter Tirto pada Jumat (14/6/2019).
Menurut data yang dikumpulkannya, Fabby menjelaskan harga minyak mengalami kenaikan cukup bervariasi hingga tertinggi di angka 4 persen. Ia mencontohkan pada minyak jenis BREN harganya naik 3 persen lalu West Texas America naik sekitar 0,6 persen.
“Ini harga minyak penuh anomali dan ketidakpastian. Kemarin sempat naik lalu turun. Sekarang naik lagi karena ada serangan dua tanker di Teluk Oman,” ucap Fabby.
Meskipun mengalami kenaikan, Fabby menjelaskan bahwa penyebabnya masih didominasi oleh gangguan distribusi dan transportasi. Jika konflik atau situasi Timur Tengah mencair, maka harga minyak dapat berangsur turun.
Namun, hal yang sama juga berlaku bagi penurunan itu. Menurut Fabby, kalau pun turun sifatnya juga sementara mengingat masih ada konflik selain yang dialami negara Iran. Misalnya konflik Yaman-Saudi Arabia yang turut terjadi di samping sanksi embargo minyak Amerika Serikat kepada Iran.
Akan tetapi, Fabby menuturkan bahwa situasi ke depan bergantung pada hasil kesepakatan OPEC berkaitan dengan kebijakan produksi negara penghasil minyak itu. Termasuk di dalamnya respons Amerika yang diharapkan tidak mengeras agar harga minyak tetap terjaga.
“Ini tergantung kesepakatan OPEC seperti apa terkait kondisi minyak dunia,” ucap Fabby.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri